Wadah yang
digunakan untuk budi daya ikan di air tawar berupa kolam air te-nang atau kolam
air mengalir, kolam air deras, kolam tadah hujan, kolam terpal, keramba,
keramba jaring apung, hampang, sekat, sawah, akuarium, drum, toren, dan
tambak.
Pemilihan wadah
yang digunakan untuk budi daya ikan air tawar disesuaikan dengan lokasi atau
sumber air, jenis ikan, skala usaha, tahap kegiatan (pembenihan, pendederan,
pembesaran), dan modal usaha.
A. KOLAM AIR TENANG
Kolam air tenang
(KAT) atau kolam air mengalir adalah kolam yang massa airnya mengalami
penggantian karena badan air selalu mendapat pasokan air dengan debit minimum ю
liter/detik/ hektar. KAT yang ideal adalah kolam yang mudah diairi dan dikeringkan.
Karena kolam mendapat pasokan air secara terus-mene-rus, kualitas air di KAT
selalu terjamin. Semua spesies ikan air tawar dapat dipelihara di KAT.
Demikian juga, semua proses budi daya ikan air tawar dapat dilakukan di KAT:
pembenihan, pendederan hingga pembesaran.
KAT biasanya
dibangun di sekitar sungai, saluran irigasi, atau sumber air lainnya untuk
memudahkan mengalirkan air tersebut ke dalam kolam. Untuk mengalir-kan air ke
dalam kolam dibuat saluran, baik berupa saluran terbuka atau saluran tertutup
berupa gorong-gorong atau pipa. Pada KAT ukuran kecil dapat menggunakan pipa
atau selang plastik ukuran kecil.
KAT dapat berupa
kolam tanah, kolam semi beton (pematang dan saluran dibuat beton, dasar kolam
berupa tanah), kolam beton, dan kolam terpal. KAT dapat berbentuk segi empat,
empat persegi panjang, bulat, atau tidak beraturan. Sedangkan ukuran KAT mulai
dari kecil, hanya beberapa meter hingga beberapa hektar. Untuk kegiatan
pendederan dan pembesaran sebaiknya membangun kolam ukuran sedang antara 500 -
600 m2. Kolam yang terlalu luas selain membutuhkan biaya yang besar, apalagi
dibangun beton, juga agak sulit dalam pe-ngelolaannya.
|
Gambar 1. Kolam Air Tenang |
B. KOLAM AIR DERAS
Kolam air deras
(KAD) adalah kolam yang airnya mengalir secara terus-menerus dalam jumlah
besar, antara 25 - 100 liter/detik. KAD hanya сосок untuk kegiatan pembesaran
ikan-ikan yang dapat hidup pada air yang mengalir. Karena itu, ikan-ikan yang
habitat alaminya sungai dapat dipelihara di KAD seperti mas, tawes, lalawak,
nilem, nila, mola, karper rumput, sidat, jelawat, dan semah. Penggunaan KAD
untuk pemeliharaan ikan di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1980-an.
Spesies ikan yang dipelihara adalah ikan mas. KAD berbentuk segi empat, empat
persegi panjang, oval, segi tiga, dan tidak beraturan. Umumnya KAD dibuat
berbentuk segi empat, empat persegi panjang, oval, dan segi tiga. KAD berupa
kolam semi beton dan beton. Ukuran kolam dari ukuran kecil sampai ratusan
meter, namun ukuran yang dianggap ideal adalah 100 - 200 m2 dengan kedalaman 1
-1,5 m. Di Jawa Barat, KAD untuk pembesaran ikan mas, yang juga digunakan
untuk pembesaran nila, ukurannya (P x L x T) 6 x 2,5 x 2 m dan 8 x 3 x 1,5 m.
Ukuran KAD yang kecil memudahkan pengelolaan. Sistem pemberian air ke KAD bisa
dibuat berseri, paralel atau kombinasi seri dan paralel, tergantung debit air
dan kondisi lahannya. Namun untuk menjamin air kolam selalu baru, sebaiknya
kolam dibuat paralel sehingga sistem pemberian air berlangsung secara paralel.
|
Gambar 2. Kolam Air Deras |
C. KOLAM TADAH HUJAN
Kolam tadah
hujan (KTH) adalah kolam yang dibangun pada lahan kering iklim basah. Lahan
yang potensial untuk membangun KTH adalah lahan yang belum terjangkau jaringan
irigasi, tetapi memiliki curah hujan di atas 2.000 mm per tahun. Di Indonesia,
luas lahan kering iklim basah dengan kondisi seperti tersebut diperkirakan
lebih dari 123 juta ha (Jangkaru, 2000), yang tersebar di Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara.
Lahan tersebut
sangat potensi untuk pembuatan KTH. Karena pasokan air yang terbatas, KTH hanya
сосок untuk budi daya ikan-ikan yang tahan hidup pada lingkungan yang minim
oksigen seperti gurami, betok, tambakan, sepat, lele, belut, gabus, dan toman.
Ikan-ikan lain dapat dipelihara pada KTH bila kolam dikelola dengan cara
resirkulasi atau menggunakan aerator untuk memasok oksigen.
Prinsip
pembuatan KTH sama dengan lainnya. Dalam pembuatan KTH perlu diperhatikan
tekstur tanah yang berkaitan dengan fraksi atau ukuran butiran pe-nyusun tanah.
Tanah liat dianggap paling сосок untuk pembangunan KTH. Bentuk dan ukuran
kolam tergantung dari luas lokasi. KTH dapat bebentuk segi empat, empat persegi
panjang, atau kolam tidak beraturan. KTH berbentuk segi empat atau bujur
sangkar dengan ukuran kecil, misalnya 5x5 m, 6x6m hingga 10 x 10 m, kedalaman
1,25 - 1,50 m dan kedalaman air sekitar 1 meter, adalah ukuran yang banyak
diterapkan oleh petani ikan.
Untuk
meningkatkan kekedapan tanah yang mengandung fraksi pasir dilakukan pelapisan dengan
plastik lembar, terpal, tanah liat, atau dengan bahan kimia. Pelapisan plastik
lembar dilakukan dengan menanamnya di belakang dinding kolam. Jika sebuah KTH
direncanakan berukuran 5 x 5 x 1,25 m, di sekeliling kolam pada jarak 50 cm
dari dinding kolam digali parit dengan lebar 30 - 40 cm dan kedalaman 150 cm.
Lembaran plastik dipasang dalam parit yang dimulai dari dasar sampai ketinggian
sesuai dengan tinggi permukaan air kolam. Penimbun-an atau pengurukan kembali
dilakukan pada bagian belakang plastik sehingga plastik dibatasi dengan air
kolam oleh lapisan tanah yang keras. Dengan cara ini, kesuburan kolam dapat
dipertahankan karena tanah asal tetap berhubungan langsung dengan air kolam.
Peningkatan
kekedapan tanah dasar dilakukan dengan cara pembentukan lapisan lumpur setebal
20 - 30 cm. Andaikata dengan lapisan lumpur masih terjadi rembesan air melalui
dasar kolam, terpaksa di bawah lapisan lumpur dipasang pelapis lembaran plastik
juga. Diusahakan agar plastik di dasar kolam bertemu dengan pelapis dinding.
Pelapisan
seluruh permukaan kolam dilakukan dengan menggunakan lembaran fleksibel dari
bahan polietilen, vinil, atau karet butil. Lembaran harus bersifat lunak dan
dipasang dengan cermat agar jika sudah terpasang dapat berfungsi dengan baik
dan tidak bocor. Lapisan permukaan tanah kolam, terutama dasar kolam diberi
lapisan pasir 15 - 20 cm. Tebal terpal pelapis dari bahan polietilen dan vinil
minimum 2 mm, sedangkan untuk bahan karet butil 4 mm. Apabila butir tanah yang
di permukaan kolam lebih kasar, maka bahan pelapis juga harus lebih tebal.
Bentuk terpal sebaiknya disesuaikan dengan bentuk dan luas kolam. Jika terpal
yang tersedia di pasar berupa lembar dengan lebar sekitar 1 -1,5 m, pemasangan
bagian sambungan harus dilakukan serapi mungkin agar tetap kedap air. Kekedapan tanah
kolam dapat ditingkatkan dengan bahan kimia atau perekat lainnya.
Bahan kimia yang
sering digunakan antara lain garam dapur dan poli-fosfat. Apabila menggunakan
garam dapur, dosis yang digunakan antara 0,04 -0,17 kg/m2, sedangkan jika
menggunakan polifosfat digunakan dosis antara 0,01 - 0,02 kg/m2. Cara
memakainya adalah bahan perekat dicampur merata dengan tanah sampai membentuk
adonan. Adonan dilapiskan di atas permukaan tanah kolam. Ketebalan lapisan
adonan ditentukan oleh tinggi permukaan air kolam. Semakin tinggi permukaan air
kolam, semakin tebal lapisan adonannya. Sebagai contoh untuk air kolam dengan
ketinggian antara 80 - 100 cm dibutuhkan lapisan adonan setebal 15 - 30 cm.
Akan tetapi yang
perlu diingat adalah bahwa penggunaan bahan kimia atau bahan perekat sering
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, diperlukan biaya
yang relatif mahal. Untuk itu, perlu dilakukan pertimbang-an secara
teknis-ekologis dan ekonomis lebih bijaksana.
Pematang kolam
sesedikit mungkin ditanami tumbuhan agar angin dapat ber-tiup bebas. Tiupan
angin akan membantu pengadukan air sehingga kandungan oksigen terlarut dalam
air kolam bertambah melalui proses difusi dengan atmosfer.
|
Gambar 3. Kolam Tadah Hujan |
D. KOLAM TERPAL
Kolam terpal
(KT) atau kolam karpet merupakan salah satu inovasi baru dalam pengembangan
budi daya ikan. KT merupakan pengembangan kolam tadah hujan (KTH), namun
diterapkan di lahan terbatas. Sistem budi daya ikan di KT pertama kali
dikembangkan oleh Bapak Mujarob, seorang petani ikan di Bekasi, Jawa Barat pada
tahun 1999 dengan membudidayakan ikan lele. Saat ini KT telah digunakan untuk
budi daya berbagai jenis ikan air tawar.
KT сосок untuk
pemeliharaan ikan-ikan yang dapat hidup di perairan minim oksigen seperti
gurami, betok, tambakan, sepat, lele, belut, gabus, dan toman. Ikan-ikan lain
dapat dipelihara di KT jika kolam mendapat pasokan air terus-menerus. Cara
lainnya adalah mengelola kolam secara resirkulasi atau menggunakan aerator.
Budi daya ikan
di KT memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
- Dapat diterapkan
di lahan terbatas. Teknologi budi daya ikan di KT bisa diterapkan di lahan
sempit, seperti di pekarangan atau halaman rumah. Bahkan teknologi ini bisa
diterapkan di garasi mobil, kolong rumah (rumah panggung), atau teras rumah.
- Dapat diterapkan
di lahan atau tanah yang porous (tanah yang menyerap air) atau tanah berpasir.
Tanah porous atau tanah berpasir tidak baik atau tidak сосок untuk membangun
kolam karena tidak mampu menahan air atau menyerap air. Salah satu cara
mengatasinya adalah dengan membangun kolam beton. Namun biaya yang dibutuhkan
untuk membangun kolam beton sangat mahal. KT merupakan alternatif yang baik,
karena selain biaya pembuatannya murah, kolam juga mudah dipindahkan.
- Dapat diterapkan
di daerah sulit air. Sebelumnya, pada daerah sulit air hanya dikenal sistem
budi daya ikan dengan menggunakan KTH. Namun pembangunan KTH juga membutuhkan
biaya besar. Di samping itu, air pada KTH dapat hilang melalui penyerapan tanah
di kolam dan penguapan. KT merupakan solusi yang tepat, karena biaya
pembuatannya murah dan air di kolam ini hilang hanya melalui penguapan.
- Pembuatannya
praktis. KT hanya membutuhkan sedikit bahan dan waktu pembuatannya cukup
beberapa jam. Ini berbeda dengan membuat kolam tanah atau kolam beton yang
membutuhkan bahan yang banyak dan waktu pembuatannya memakan waktu
berhari-hari.
- Waktu produksi
yang lebih singkat. Jika menggunakan kolam tanah, maka selesai panen, kolam
harus dijemur dan diolah lagi. Pada KT, ketika selesai panen, KT cukup
dibersihkan dan diisi air untuk pemeliharaan lagi.
- Ikan-ikan yang
dibudidayakan di KT tidak berbau lumpur. Salah satu ke-lemahan ikan yang
dipelihara di KTH atau di air tergenang adalah berbau lumpur, hal ini karena
kotoran ikan yang menumpuk, sisa-sisa makanan, metabolisme tubuh ikan, ataupun
sumber air yang tidak bersih. Pada KT hal-hal tersebut dapat diminimalisasi
dengan menyifon (menyedot kotoran dasar kolam) dasar kolam, karena mudah
dilakukan.
- Sintasan atau
kelangsungan hidup (survival rate) ikan yang dipelihara di KT lebih tinggi,
yang dapat mencapai 90 - 95%. Hal ini karena pengawasan yang lebih mudah dan
intensif.
- Padat
penebarannya lebih tinggi. Pada KTH atau kolam air tergenang, padat penebaran
ikan bisa tinggi, namun pertumbuhannya melambat dan sintasan menurun.
- Pertumbuhan ikan
lebih cepat. Ikan yang dibudidayakan di KT, pertumbuhannya dapat dipacu dengan
pemberian pakan yang cukup dan berkualitas.
- Biaya pembuatan
KT lebih murah. KT juga dapat diubah posisinya dan dapat dipindahkan.
Sesuai dengan
namanya, KT adalah kolam yang keseluruhan bentuknya, dari bagian dasar hingga
sisi-sisi dindingnya, menggunakan bahan utama berupa terpal. Selain berbentuk
kolam tanah atau kolam tembok, kolam terpal juga bisa berbentuk bak, tetapi
disokong dengan kerangka dari bambu, kayu, pipa ledeng, atau besi.
Berdasarkan
peletakannya, KT terdiri atas KT di atas permukaan tanah dan KT di bawah
permukaan tanah. Sedangkan berdasarkan bahan dan cara membuat-nya, terutama
dinding atau kerangka kolam maka dikenal beberapa KT, yaitu (a) KT dengan kerangka
bambu/kayu/pipa ledeng/besi; (b) KT dengan dinding bata-ko atau batu bata; (c)
KT dengan dinding tanah; dan (d) kolam beton atau kolam tanah berlapis terpal.
Kolam a dan b merupakan KT di atas permukaan tanah. Kolam с adalah KT di bawah
permukaan tanah, sedangkan kolam d bisa berupa kolam di bawah permukaan tanah
maupun di atas permukaan tanah.
Ukuran KT
disesuikan dengan lahan dan ukuran terpal, misalnya 2x3x1m, 4x5 x 1 m, 6 x 4 x
1 m, atau 4x8x1m. Untuk kolam ukuran 6x4x1m digunakan terpal 8 x 6 m, sedangkan
untuk kolam ukuran 4x5x1m digunakan terpal ukuran 6x7m. Di salah satu sudut
yang telah diatur kemiringannya dipasang paralon sebagai saluran pembuangan
air. Terpal disobek sedikit dengan cara mengguntingnya berbentuk bintang agar
bisa dipasang bengkokan pipa (knee).
E. KERAMBA
Keramba adalah
wadah yang dipergunakan untuk memelihara ikan yang ditempatkan dalam wadah air
yang dangkal sehingga sebagian keramba muncul di atas permukaan air. Metode
pemeliharaan ikan dalam keramba umumnya diterapkan di sungai dangkal atau
saluran air. Keramba juga dapat ditempatkan di danau, waduk, dan rawa-rawa pada
bagian yang dangkal. Penempatan keramba di dasar perairan dengan tutup yang
mencuat di muka air cukup menguntungkan dalam pemeliharaan ikan.
aliran air,
karena tidak semua spesies ikan dapat hidup melawan arus air. Keramba yang
ditempatkan di sungai atau saluran irigasi dapat ditebari ikan-ikan sungai
seperti ikan mas, tawes, lalawak, patin, nilem, nila, sidat, mola, karper
rumput, jelawat, dan semah.
Keramba untuk
pemeliharaan ikan dibuat dari bambu, kayu, gabungan bambu dan kayu, atau kawat
dengan kerangka kayu/bambu. Ukuran keramba bervariasi tergantung pada luas dan
kedalaman perairan. Untuk sungai atau saluran irigasi sempit keramba dibuat
ukuran kecil, misalnya 2x1x1m. Sedangkan untuk sungai atau saluran irigasi yang
luas, keramba dapat dibuat hingga ukuran 4x2 x 2 m. Untuk memudahkan pemberian
pakan, pembersihan keramba dan pemanenan, pada tutup dibuat pintu dengan ukuran
40 x 50 cm, 50 x 50 cm, atau 60 x 60 cm. Penempatan keramba dilakukan di tepian
sungai atau di tempat khusus yang telah ditentukan dengan cara mengikatkan
pada tambatan berupa batang pohon atau tonggak tambatan. Keramba ditenggelamkan
sebagian di dalam air dengan bagian atas tetap mengapung di permukaan air
sekitar 10 cm.
F. KERAMBA JARING APUNG
Salah satu
teknologi akuakultur untuk budi daya ikan intensif adalah metode keramba jaring
apung (KJA). Metode KJA merupakan teknik akuakultur paling produktif. Beberapa
keuntungan yang dimiliki metode KJA, yaitu tingginya padat penebaran, jumlah
dan mutu air selalu memadai, tidak diperlukannya pengolahan tanah, mudahnya
pengendalian gangguan predator (pemangsa), mudah-nya pemanenan, serta hasil
panen tidak berbau lumpur.
Penerapan sistem
budi daya ikan di KJA selain untuk peningkatan produksi perikanan air tawar,
juga untuk meningkatkan daya saing produksi perikanan, terutama untuk pasar
ekspor. Ikan yang diproduksi melalui budi daya sistem KJA dapat memenuhi syarat
untuk ekspor, yaitu ukurannya seragam, warna ikan lebih cerah dan terang,
tidak berbau lumpur, dan dagingnya bersih. Sistem budi daya ikan di KJA juga
berkembang, baik di air tawar maupun laut.
KJA сосок untuk
wadah pembesaran ikan. Semua spesies ikan air tawar dapat dipelihara di KJA.
Namun, umumnya ikan yang dipelihara di KJA adalah ikan-ikan yang mempunyai
nilai ekonomi tinggi seperti ikan mas, nila, patin, bawal air tawar, gurami,
dan sidat.
KJA untuk
pemeliharaan ikan air tawar berbentuk segi empat atau empat persegi panjang
dengan berbagai ukuran, misalnya 2x2 m, 4x4 m, 5x5 m, 6x6 m, 7 x 7 m, 8 x 8 m,
atau 10 x 10 m, dan ukuran keramba 3x3x3m atau 5x5x3 m dan sebagainya. Rakit
KJA dibuat dari bambu, kayu, atau bahan HDPE (High Density Polyethylene), sejenis
plastik. Pelampung dibuat dari bambu bulat, balok kayu, drum, ban bekas, dan
busa plastik atau stirofoam (styrofoam). Rakit yang dibuat dari bahan HDPE
tidak perlu pelampung. Jangkar dibuat dari kantong yang diisi pasir, batu yang
dibungkus, besi, kayu, beton cetak atau logam. Bobot jangkar yang digunakan
ditentukan oleh arus dan angin, bentuk dasar perairan serta tekstur tanah dasar
perairan. Untuk sebuah KJA di perairan tenang, jangkar yang dibutuhkan cukup
dua buah dan masing-masing berbobot 30 kg. Apabila ukuran KJA lebih besar atau
terdiri dari gabungan beberapa rakit maka dapat digunakan jangkar yang berbobot
50 kg atau lebih. Sedangkan pemberat dapat berupa batu yang dibungkus, batang
besi bulat, besi beton, atau tiang pancang. Ukuran pemberat disesuaikan dengan
ukuran keramba/kantong jaring.
Bahan untuk
pembuatan keramba harus bersifat tahan dalam air dan dapat me-nahan beban,
terutama pada saat panen. Salah satu bahan yang memenuhi syarat tersebut adalah
jaring poiietilen yang umum dipakai untuk jaring trawl. Selain jaring
poiietilen, jaring kawat terbungkus plastik dapat digunakan sebagai bahan
pembuat keramba. Pada KJA bertingkat atau berlapis, dibutuhkan tambahan jaring
lapisan luar, pemberat, dan tambang. Untuk KJA ukuran 12,5 x 6 x 5 m cukup
ditambahkan sekitar 40 kg jaring.
G. HAMPANG
Hampang atau pen
(fence)—penculture—adalah bagian badan air yang diku-rung pagar dan digunakan
untuk memelihara ikan. Hampang juga dikenal sebagai keramba tancap. Secara
ekologis, wadah pemeliharaan ikan dalam bentuk hampang merupakan gabungan
antara kolam dengan keramba. Bersifat sebagai kolam karena ikan-ikan
berhubungan langsung dengan tanah dasar badan air dan sebagai keramba karena
massa airnya merupakan bagian langsung dari badan air keseluruhan.
Hampang dibangun
di danau, waduk, atau rawa-rawa pada bagian yang dangkal.
Semua spesies
ikan air tawar dapat dipelihara di hampang. Salah satu ham-batan dalam
pemeliharaan ikan di hampang adalah pada saat panen. Karena ukurannya yang luas
dan tiang-tiang hampang ditanam di dalam tanah, pemanenan ikan di hampang
dilakukan dengan menggunakan jala atau jaring.
Hampang untuk
pembesaran ikan air tawar dapat berbentuk segi empat, empat persegi panjang,
bulat, atau tidak beraturan sesuai dengan kondisi lokasi. Hampang dapat dibangun/dibuat
berbatasan dengan pantai/daratan atau agak jauh dari daratan. Hampang yang
dibuat berbatasan dengan daratan akan menghe-mat bahan. Ukuran hampang
disesuaikan dengan ukuran lokasi yang ada. Ukuran hampang yang lebih kecil,
misalnya 10 x 5 m, 10 x 10 m, 15 x 10 m, akan memu-dahkan pengelolaan. Hampang
yang terlalu luas menyulitkan pengelolaan, terutama pemberian pakan. Bahan
untuk pembuatan hampang berupa bilah bambu, papan, jaring atau kawat anyam.
Bahan bilah bambu atau papan disusun seperti krei. Dasar hampang dibenam di
dalam tanah 20 - 30 cm dan hampang bagian atas mencuat sekitar 50 cm di atas
permukaan air. Untuk memudahkan pengoperasian, hampang dibangun pada badan air
dengan kedalaman tidak lebih dari 2 m. Jika menggunakan jaring atau kawat anyam
sebagai bahan hampang, mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang
dipelihara. Jaring dengan mata jaring (mesh size) 2 - 2,5 cm lebih umum
digunakan.
H. SEKAT
Sekat adalah
salah satu teknik budi daya ikan air tawar di saluran irigasi atau sungai
(sungai kecil). Teknik budi daya ikan dengan menggunakan sekat merupakan
modifikasi dan pengembangan dari sistem budi daya ikan di keramba. Pada budi
daya keramba, ikan dikurung dalam wadah berbentuk kotak yang ukurannya relatif
kecil. Karena ukurannya kecil, populasi ikan yang ditebar, ruang gerak, dan
pertumbuhan ikan terbatas.
Untuk mengatasi
kendala tersebut, budi daya ikan di wadah keramba dimodifi-kasi dan
dikembangkan menjadi sistem sekat. Pada budi daya ikan sistem sekat, ikan budi
daya dibiarkan bebas pada saluran irigasi atau sungai kecil. Agar ikan dapat
terkontrol keberadaannya, dipasang dua buah sekat pada jarak tertentu untuk
mengurung ikan budi daya.
Dibanding budi
daya ikan sistem keramba, budi daya ikan sistem sekat memiliki beberapa
kelebihan di antaranya: populasi ikan yang dipelihara lebih banyak, ruang gerak
ikan lebih bebas, dan pertumbuhan ikan lebih bongsor dan optimal. Selain itu,
bila usaha harus dikembangkan tidak membutuhkan modal yang besar karena tinggal
menggeser kedua sekat pada jarak yang lebih panjang dari semula. Pada sistem
keramba, pembudidaya harus memperbesar ukuran keramba atau menambah beberapa
buah keramba baru sehingga harus mengeluarkan tambahan modal yang relatif lebih
besar.
Budi daya ikan
sistem sekat pertama kali berkembang di Kabupaten Tabanan, Bali pada awal tahun
1980-an. Jenis ikan yang pertama kali dibudidayakan pada wadah sekat adalah
ikan mas (Cyprinus carpio). Ikan mas dipilih sebagai ikan yang dikembangkan
karena selain bernilai ekonomis, ikan mas juga dikenal sebagai ikan sungai
yang dapat hidup pada perairan mengalir.
Sekat dibangun
di saluran irigasi/sungai ukuran kecil. Untuk memudahkan pema-sangan sekat,
saluran irigasi/sungai yang dipilih sebaiknya memiliki lebar 1 - 2 m. Saluran
irigasi/sungai yang terlalu lebar akan menyulitkan pemasangan sekat, pengontrolan,
dan pengelolaan. Sebaliknya saluran irigasi/ sungai yang terlalu sempit (lebar
< 1 m) membuat ikan budi daya tidak leluasa bergerak dan mudah dicuri.
Panjang saluran
irigasi atau sungai yang disekat disesuaikan dengan pola usaha yang
dikembangkan. Untuk usaha yang dikelola secara perorangan, sebaiknya panjang
saluran atau sungai yang disekat antara 10 - 20 m. Sedangkan usaha yang
dikelola secara berkelompok tentu lebih luas, bisa 100 - 200 m. Di daerah
Tabanan, Bali, masyarakat satu dusun secara berkelompok mampu mengelola dan
memanfaatkan saluran irigasi sepanjang 500 -1.000 m.
Kedalaman
saluran irigasi yang сосок untuk pemasangan sekat adalah 50 - 100 cm. Kedalaman
tersebut selain memudahkan pengelolaan, juga сосок untuk budi daya ikan. Debit
air antara 30 - 50 liter/detik. Saluran irigasi yang telah dibangun beton
tentu lebih baik. Saluran irigasi yang mempunyai pintu pengatur air akan lebih baik.
Sekat dibuat
dari bambu, kayu, atau jeruji besi. Yang perlu diperhatikan dalam membuat sekat
adalah jarak bilah bambu, kayu, atau jeruji besi untuk mencegah ikan budi daya
lolos dari wadah. Jarak 2 cm sudah сосок untuk benih ikan ukuran > 10 cm
atau bobot antara 50 - 70 g/ekor. Ikan yang dibudidayakan di wadah sekat adalah
ikan-ikan yang mampu berenang pada air mengalir seperti ikan mas, tawes,
lalawak, patin, nilem, nila, sidat, mola, karper rumput, jelawat, dan semah.
SAWAH
Sawah adalah
salah satu wadah budi daya ikan air tawar yang telah lama dikenal di Indonesia.
Sawah yang сосок untuk budi daya ikan adalah yang mendapat pasokan air memadai
dari saluran irigasi atau sungai. Sawah yang digunakan untuk budi daya ikan
disesuaikan dengan tersedianya air di saluran irigasi.
Sawah yang
digunakan untuk budi daya ikan mempunyai pematang, parit, pintu air dan bak
penampungan. Pematang kolam sawah dibuat dengan cara men-cangkul sebelah dalam
pematang sawah untuk menimbun membentuk pematang. Dengan mencangkul berarti
telah membuat parit kolam. Ukuran pematang, yaitu tinggi 40 - 60 cm, lebar
atas sekitar 30 cm dan lebar bawah sekitar 50 cm. Ukuran pematang tidak ada
ketentuan yang pasti, tergantung dari kondisi di lokasi tersebut. Jika sering
terjadi kelebihan air di musim hujan maka tinggi pematang 60 cm atau lebih,
namun bila kelebihan air tersebut tidak ber-bahaya, tinggi pematang antara 25 -
40 cm sudah cukup.
Pembuatan parit
bersamaan dengan pembuatan pematang. Bagian dalam yang dicangkul adalah lokasi
parit. Ukuran parit yang dibuat, yaitu kedalaman (tinggi) sekitar 30 cm, lebar
atas 50 cm, dan lebar bawah 30 cm. Jika ukuran petakan sawah besar, ukuran
parit juga dapat diperbesar.
Bentuk parit
bermacam-macam, tetapi prinsip pembuatannya tetap sama, yaitu menggali tanah
untuk membuat/memperbaiki pematang. Parit yang banyak dibuat petani, yaitu
parit keliling, yang dibuat mengelilingi pelataran sawah dan berdampingan
dengan pematang. Membuat parit bentuk ini mudah karena tanah yang digali
langsung ditimbun menjadi pematang tanpa mengangkatnya lagi. Selain parit
keliling, bentuk parit yang lain adalah parit tengah, parit diagonal, parit
palang, dan parit kombinasi.
Pintu air dibuat
dari bambu atau pipa paralon yang ditanam pada pematang sawah. Untuk pintu
pemasukan air cukup satu, sedangkan pintu pengeluaran dibuat dua buah, pintu
yang satu berfungsi sebagai saluran limpas, sedangkan yang satunya lagi sebagai
saluran penguras. Pipa atau bambu untuk pintu pemasukan dipasang agak miring
ke dalam sehingga selain pemasukan air berjalan lancar, air yang jatuh sedikit
deras menyebabkan kelarutan oksigen di perairan meningkat. Agar berbagai jenis
hama dan sampah tidak lolos masuk ke dalam kolam melalui pintu air, pada pintu
dipasang saringan dari jaring atau anyaman kawat.
Kolam sawah juga
dilengkapi dengan bak penampungan yang berfungsi menampung ikan di saat panen,
sehingga ikan mudah ditangkap. Bak penampungan dibuat di sekitar pintu
pengeluaran air berbentuk segi empat dengan ukuran 1 x 1 m atau lebih.
Semua jenis ikan
air tawar dapat dibudidayakan di sawah, kecuali ikan yang membutuhkan volume
air yang besar dan mengalir seperti sidat. Teknik budi daya ikan di sawah yang
diterapkan dapat berupa pendederan maupun pembesaran.
AKUARIUM
Akuarium adalah
salah satu wadah yang digunakan untuk pemeliharaan ikan air tawar, terutama
ikan hias. Namun, akuarium juga digunakan pemeliharaan ikan konsumsi, khususnya
dalam pembenihan, baik untuk penetasan telur maupun pemeliharaan larva dan
benih. Ukuran akuarium yang digunakan bermacam-macam. Akuarium yang digunakan
terbuat dari plastik maupun kaca.
DRUM
Drum, tong, atau
gentong adalah salah satu satu wadah yang digunakan dalam budi daya ikan air
tawar. Drum untuk budi daya ikan berupa drum plastik atau drum besi, baik drum
bekas maupun baru. Drum bekas biasanya dijual di tempat-tempat penampungan
barang bekas, selain mudah dan praktis dalam penggunaannya, juga relatif lebih
ekonomis. Namun perlu diwaspadai karena drum tersebut umumnya merupakan bekas
penampungan bahan kimia. Untuk itu, sebelum digunakan harus dibersihkan. Drum
juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia karena membahayakan ikan
budi daya.
Jika harus
memilih, sebaiknya memilih drum plastik. Pasalnya, drum plastik relatif aman
dari risiko berkarat. Jika menggunakan drum yang terbuat besi, harus
diperhatikan pelapisan bahan antikarat. Besi akan cepat berkarat jika terkena
air. Selain berpengaruh pada usia pakai, karat juga dapat membahayakan ikan
budi daya.
Drum yang
digunakan sebaiknya yang berukuran 200 liter dan tingginya saat direbahkan
adalah 60 cm. Penggunaan drum juga harus mempertimbangkan ke-nyamanan dan
keamanan. Bentuk drum yang melingkar, selain membuat tinggi air tidak sama,
juga membuat drum mudah terbalik/terguling. Karena itu, pada saat peletakan
drum harus dipastikan telah diganjal dengan baik. Lebih baik lagi jika tempat
peletakan drum dibuat dengan cara dipondasi/dicor atau dibuat dari kerangka
kayu atau besi. Cara lainnya adalah memotong drum menjadi dua bagian sehingga dasar
drum tetap datar dan tidak mudah terguling. Namun, cara ini membuat permukaan
lebih sempit.
Drum yang akan
digunakan sebaiknya tidak berkarat dan tidak bocor. Untuk me-mastikan drum
bocor atau tidak, masukkan air ke dalam drum lalu diamkan beberapa saat. Bila
tidak ada air yang keluar berarti drum tidak bocor. Cara menggunakan drum dalam
budi daya ikan ada tiga, yaitu (a) drum dipotong menjadi dua dalam ukuran yang
sama; (b) drum dibelah menjadi dua dalam ukuran yang sama; dan (c) bagian
tengah drum dibuka agar belut yang dimasukkan lebih banyak.
Drum yang
dibelah atau dibuka bagian tengah dan diletakkan secara mendatar (horizontal)
akan memperbanyak belut yang dimasukkan dan gerak belut lebih leluasa. Untuk
memperluas wadah budi daya, dua buah drum besi dapat disam-bung dengan cara
membuka bagian penutup di ujungnya, kemudian sambung dengan satu drum besi lain
yang sudah dibuka bagian ujungnya. Penyambungan dilakukan dengan cara dilas.
Penggunaan drum
dengan cara dipotong menjadi dua bagian yang sama lebih praktis dan aman,
terutama dari risiko terguling. Namun, cara ini mempersempit permukaan drum dan
gerak belut tidak leluasa. Jika menggunakan drum besi, sebaiknya dicat terlebih
dahulu untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya karat selama proses budi
daya. Setelah cat benar-benar kering, drum harus di-netralisir untuk
menghilangkan bau dan zat racun yang dapat membahayakan belut. Caranya,
masukkan air ke dalam drum kira-kira sebanyak К bagian, lalu masukkan potongan
batang pisang secukupnya. Diamkan selama 5 hari. Selama proses perendaman
batang pisang, air tidak perlu diganti. Gosok bagian dinding drum dengan
pelepah pisang untuk menghilangkan bau cat.
Atur jarak
antardrum agar memudahkan perawatan dan terlihat rapi. Untuk drum dibelah
menjadi dua bagian atau dibuka bagian tengah agar tidak ter-guling/terbalik,
maka diberi penahan pada sisi kiri dan kanan. Buatkan saluran pembuangan di
bagian bawah salah satu sisi drum. Saluran pembuangan bisa menuju ke wadah
penampungan untuk digunakan lagi setelah difilterisasi. Bisa juga langsung
menuju ke saluran pembuangan. Buatkan atap pada lokasi budi daya sehingga
kondisi drum lebih teduh. Atap bisa dibuat secara sederhana dengan menggunakan
daun kelapa atau daun nipah.
TOREN
Toren adalah
salah satu wadah yang dibuat untuk menampung zat cair. Toren juga biasa disebut
drum atau tong, karena bentuknya seperti tabung. Dibanding drum, ukuran toren
lebih besar, sehingga jika digunakan untuk budi daya ikan, daya tampungnya
lebih besar. Ukuran toren biasanya 500 -1.000 liter.
Ada dua macam
bentuk toren, yaitu bentuk tabung dan bentuk kubus. Toren bentuk tabung
biasanya digunakan untuk penampungan air minum dan di tem-patkan di menara,
kemudian air dialirkan dengan menggunakan pipa ke dalam rumah. Toren banyak
digunakan sebagai wadah penampungan air di kantor, rumah, dan lain-lain. Toren
bentuk kubus dibuat untuk keperluan penampungan bahan-bahan cair, misalnya cat,
gula cair, dan lem. Toren jenis ini biasanya dilengkapi dengan rangka besi
sebagai penahan.
Untuk budi daya
ikan air tawar, kedua jenis toren tersebut dapat dipakai. Namun toren bentuk
kubus lebih baik digunakan sebagai wadah dibanding toren; bentuk tabung. Toren
bentuk kubus mempunyai kerangka besi sehingga dapat berdiri dengan kokoh. Di
samping itu, bentuknya menyerupai kubus dapat mem-perluas permukaan wadah
sehingga ikan budi daya lebih leluasa dan nyaman.
Salah satu ujung
toren dipotong kemudian dicuci sampai bersih. Buat saluran pembuangan di salah
satu sisi bagian bawah. Toren diatur berjejer secara rapi dan kemudian
dilengkapi dengan peneduh sederhana dari daun kelapa atau daun nipah.
FIBERGLASS
Bak fiberglass
sudah umum digunakan untuk akuakultur, terutama untuk kegiatan pembenihan.
Selain tersedia dalam berbagai ukuran dan tahan lama, bak fiberglass juga
memungkinkan digunakan pada lahan sempit dan terbatas, serta mudah
dipindah-pindahkan.
TAMBAK
Tambak atau
empang adalah wadah yang dibangun di pesisir pantai atau di pinggir sungai,
sehingga tambak mendapat pasokan air laut dan air tawar. Karena itu, air pada
tambak umumnya bersalinitas payau (5 - 20 ppt). Tambak yang jauh dari pantai
mempunyai salinitas sangat rendah (< 5 ppt), bahkan airnya tawar, terutama
tambak yang mendapat pasokan air tawar dari sungai.
Sebelumnya
tambak hanya dikenal sebagai wadah pemeliharaan ikan bandeng dan udang laut
(Penaeus monodon, P. merguiensis, P. indicus, Metapenaeus sp.). Namun sejak
awal tahun 2000-an, tambak juga menjadi wadah budi daya selain dua komoditas
tersebut, baik ikan maupun nonikan. Tambak juga mulai digunakan untuk budi
daya komoditas air tawar.
Komoditas air
tawar yang dapat dipelihara di tambak antara lain ikan nila, mujair, sidat,
patin, dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Nila dan mujair yang
merupakan ikan euryhaline (toleran pada kisaran salinitas luas) yang dapat
dipelihara di tambak air payau maupun di laut. Sidat juga dapat dipelihara di
tambak yang salinitasnya < 7 ppt, sedangkan patin dapat dipelihara di tambak
pada salinitas < 5 ppt.
Berdasarkan
ujicoba, nila dapat hidup dan tumbuh dengan baik di tambak bekas udang atau
tambak "parkir" (tambak mangkrak). Tambak-tambak bekas udang tersebut
tidak digunakan setelah gagal dalam budi daya udang.
Tambak untuk
budi daya nila dan mujair berupa tambak bekas atau tambak "parkir"
maupun tambak yang baru dibangun. Tambak untuk pembesaran ikan dapat berbentuk
segi empat, empat persegi panjang, atau tidak beraturan sesuai dengan kondisi
lokasi. Pematang tambak dapat berupa pematang tanah maupun pematang beton. Jika
pematang berupa pematang tanah, pembuatannya harus kokoh untuk menahan tekanan
air yang besar. Tinggi pematang lebih tinggi dari pasang air tertinggi. Saluran
tambak berupa saluran beton, saluran tanah maupun pipa PVC. Jika saluran berupa
saluran tanah, kemiringan saluran perlu dipertimbangkan agar ketika pemasukan
atau pengeluaran air tidak terjadi erosi pada dinding dan dasar saluran. Tambak
yang baik mempunyai saluran pemasukan dan pengeluaran air yang berbeda. Pintu
tambak berupa pintu beton, pintu kayu, atau pipa PVC. Pintu dirancang
sedemikian rupa sehingga mampu memasukkan dan mengeluarkan air sesuai dengan
kebutuhan. Kecuali, pemasukan air ke tambak menggunakan pompa mesin dan pipa
PVC, ukuran pintu air tidak menjadi masalah. Ukuran petak tambak yang dikelola
secara intensif tidak lebih dari 1 ha agar pengelolaannya lebih mudah. Ukuran
ideal adalah 0,5 ha.
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh
Perikanan kabupaten Banyuwangi