Kebutuhan masyarakat akan
protein hewani cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk dan adanya perubahan pola penyediaan menu masyarakat. Kekurangan protein merupakan masalah dunia,
terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang (Soetomo, 2000). Protein hewani dapat diperoleh dari daging,
susu, telur dan ikan. Menurut Rukmana
(2003), daging ikan Lele Dumbo mengandung protein 17,7%, lemak 4,8%, mineral 1,2%. Dengan demikian lele merupakan salah satu
jenis ikan konsumsi sumber protein hewani yang permintaannya terus meningkat (Subandi,
2003).
Ikan lele merupakan
salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh
masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu dapat
dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi,
teknologi budidayanya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, mudah dalam
pemasarannya dan modal usaha yang dibutuhkan relatif kecil. Pengembangan usaha budidaya lele semakin
meningkat setelah masuknya jenis ikan Lele Dumbo ke Indonesia pada tahun
1985. Keunggulan Lele Dumbo dibandingkan
dengan lele lokal antara lain dapat tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih
banyak dan lebih tahan terhadap penyakit (Direktorat Pembudidayaan, 2005).
Perkembangan produksi
lele secara nasional mengalami kenaikan sebesar 18,3% per tahun dari 24.991 ton
pada tahun 1999 menjadi sebesar 57.740 ton pada tahun 2003 (Nurdjana,
2006). Namun, perkembangan usaha
budidaya tersebut dibarengi dengan kualitas benih yang cenderung semakin
menurun. Perkawinan sekerabat (inbreeding),
seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah menjadi
penyebab utama menurunnya kualitas benih.
Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang
gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap
penyakit dan nilai FCR atau Feeding Conversion Rate (Direktorat Pembudidayaan,
2005). Oleh karena itu, sebagai upaya
perbaikan mutu ikan Lele Dumbo maka Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
melalui UPT-nya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi
telah berhasil melakukan rekayasa genetika untuk menghasilkan Lele Dumbo strain
baru yang diberi nama “Lele Sangkuriang”.
Lele Dumbo strain baru ini telah dilepas oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan melalui Kepmen No. Kep. 26/MEN/2004 pada tanggal 21 Juli 2004
(Nurdjana, 2006).
Untuk menunjang usaha pembesaran
diperlukan ketersediaan benih lele yang berkualitas dalam jumlah yang
mencukupi, sebab keberhasilan budidaya ditentukan oleh tersedianya benih dalam
jumlah yang cukup dan bemutu baik (Muflikhah, 1994). Dengan demikian, peluang usaha di setiap subsistem
terbuka lebar karena kegiatan pendederan dan kegiatan pembesaran tidak dapat
berjalan jika tidak ada kegiatan pembenihan.
Hal ini disebabkan oleh karena benih yang akan dipelihara pada kegiatan
pendederan dan pembesaran pasti berasal dari kegiatan pembenihan. Dari berbagai faktor yang diperlukan dalam
usaha pembenihan ikan lele ini, maka pengetahuan dan kemampun teknis untuk
pelaksanaannya sangat mutlak diperlukan.
Faktor-faktor produksi larva ikan lele ini perlu diketahui lebih jauh
untuk dapat menghasilkan benih yang berkualitas dalam jumlah yang cukup.
Secara umum, Suyanto
(2006), mengemukakan bahwa sistematika lele adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus :
Clarias
Spesies : Clarias sp.
Menurut Najiyati (2003),
ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan lainnya. Ikan lele memiliki bentuk badan yang
memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang
memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan. Bagian depan badannya terdapat penampang
melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih.
Lele Sangkuriang merupakan
hasil uji silang balik antara Lele Dumbo betina generasi kedua (F2) dan jantan
generasi keenam (F6) memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak
bersisik. Jika terkena sinar matahari,
warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya
otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam – putih. Mulut Lele Sangkuriang tidak jauh berbeda
dengan LLele Dumbo yaitu relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total
tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari
ikan lele adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi
sebagai alat peraba saat bergerak atau mencari makan (Khairuman dan Amri,
2002).
Alat pernapasan
tambahan terletak di bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat
tulang kepala. Alat pernapasan ini
berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler – kapiler darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan
dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang
sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut
mandibula. Insangnya berukuran kecil dan
terletak pada kepala bagian belakang.
Siripnya terdiri dari
lima jenis, yaitu sirip dada, sirip punggung, sirip perut, sirip dubur, dan
sirip ekor. Sirip dadanya berbentuk
bulat agak memanjang dengan ujung runcing, dan dilengkapi dengan sepasang duri
yang biasa disebut patil. Patil pada Lele
Sangkuriang dan Lele Dumbo tidak begitu
kuat dan tidak begitu beracun dibanding jenis lele lainnya. Lele lokal misalnya, sangat tajam dan
beracun, terutama yang masih muda. Sirip
perutnya pendek, sedang sirip dubur dan punggungnya memanjang hingga mendekati
sirip ekor (Najiyati, 2003).
Menurut Direktorat Pembudidayaan
(2005), Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang
balik antara induk betina Lele Dumbo generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6). Induk betina F2
merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua Lele Dumbo yang diperkenalkan ke
Indonesia pada tahun 1985. Sedangkan induk
jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Besar Pengembangan Buidaya
Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang
digunakan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi
kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2-F6). Adapun standar nasional (SNI) benih maupun
induk yang digunakan oleh Lele Sangkuriang ini masih mengikuti standar yang
digunakan oleh Lele Dumbo.
Habitat atau lingkungan
hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar.
Di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau diperairan yang tenang
seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam,
merupakan tempat hidup ikan lele. Ikan
lele tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan
terhadap pencemaran bahan-bahan
organik. Ikan lele hidup dengan baik di
dataran rendah sampai dengan perbukitan yang tidak terlalu tinggi, misalnya di
daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m. Namun, ikan lele tidak pernah ditemukan
hidup di air payau ataupun air asin (Suyanto, 2006).
Ikan lele tersebar luas
di benua Afrika dan Asia, terdapat di perairan umum yang berair tawar secara
liar. Di beberapa negara, khususnya di
Asia, seperti Filipina, Thailand, Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma dan
India, ikan lele telah banyak dibudidayakan dan dipelihara di kolam. Di Indonesia ikan lele ini secara alami
terdapat di Pulau Jawa (Suyanto, 2006).
Menurut Suyanto (2006),
ikan lele digolongkan sebagai ikan karnivora.
Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton
seperti Moina sp., Dapnia sp., cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga),
siput-siput kecil dan sebagainya. Pakan
alami biasanya digunakan untuk pemberian pakan lele pada fase larva sampai
benih. Selain pakan alami, lele juga
memerlukan pakan tambahan untuk pertumbuhan dan mempercepat kematangan
gonad. Untuk itu, jenis pakan tambahannya
harus banyak mengandung protein hewani yang mudah dicerna. Pakan tambahan tersebut harus dapat
mempercepat pertumbuhan sehingga produksi yang diharapkan dapat tercapai. Pakan
tambahan yang digunakan dapat berupa pelet komersial yang mengandung protein di
atas 20% (Prihartono et al., 2000).
Ikan lele biasanya
mencari makanan di dasar kolam (Suyanto, 2006).
Peningkatan nafsu makan ikan Lele Dumbo seiring dengan peningkatan suhu
air dan kebiasaan hidupnya. Ikan Lele
Dumbo lebih banyak beraktivitas pada malam hari atau sering disebut nokturnal
terutama dalam hal mencari makan. Namun,
karena sudah menjadi kebiasaan, maka tidak jarang Lele Dumbo yang beraktivitas
pada siang hari. Oleh karena itu,
pemberian pakan sebaiknya dilakukan antara 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi
sekitar puku 09.00 WIB, sore menjelang malam sekitar pukul 17.00-18.00 WIB dan
malam sekitar pukul 20.00-22.00 WIB (Prihartono et al., 2000).
Di alam, pemijahan ikan
lele lebih banyak terjadi pada musim penghujan.
Namun, berdasarkan pengalaman para petani pada umumnya ikan lele dapat
dipijahkan setiap saat sepanjang tahun apabila air media pemeliharaannya
dilakukan pergantian secara terus menerus.
Selain itu, pemijahan juga dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, semakin
baik mutu pakan lele maka akan semakin meningkatkan vitalitas dan kematangan
gonad sehingga induk lele akan lebih sering memijah (Suyanto, 2006).
DAFTAR
PUSTAKA
Boyd, C.E. 1988. Water
Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied
Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page
135-161.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan
Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang”
(Clarias gariepinus). Pemerintah Kota
Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.
Direktorat
Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele
Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.
Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang
(Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004). Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.
Effendie, H. 2003.
Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Jakarta. 257 Hal.
Effendi, I. 2004. Pengantar
Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal
Effendie, M.I. 1979. Metoda
Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo
dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta. 356 Hal.
Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.
Muflikhah, N. 1994. Pengaruh
Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Baung (Mystus nemurus).
Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.
Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J.
Trenggana. 2004. Rekayasa
Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar.
Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.
Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada Pembukaan
Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.
Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan
Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.
Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV.
Aneka Ilmu Anggota IKAPI. Semarang.
Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka
Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.
Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
SNI
: 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent
Stock). Badan Standar Nasional.
: 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar
Nasional.
:
01-6484.3-2000. Produksi Induk
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent
Stock). Badan Standar Nasional.
:
01-6484.4-2000. Produksi Benih
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus
x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar
Nasional.
Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung.
Hal. 1-98.
Subandi, M.M. 2003. Panduan
Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan
Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias
sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.
Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 37-96.
Suyanto, R.S. 2006.
Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis
Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama.
Edisi 2. 424 Hal.
Firman
Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten
Banyuwangi