Selasa, 26 Februari 2019

Mengenal Lele Sangkuriang



Kebutuhan masyarakat akan protein hewani cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun.  Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola penyediaan menu masyarakat.  Kekurangan protein merupakan masalah dunia, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang (Soetomo, 2000).  Protein hewani dapat diperoleh dari daging, susu, telur dan ikan.  Menurut Rukmana (2003), daging ikan Lele Dumbo mengandung protein 17,7%, lemak 4,8%, mineral 1,2%.  Dengan demikian lele merupakan salah satu jenis ikan konsumsi sumber protein hewani yang permintaannya terus meningkat (Subandi, 2003).
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.  Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidayanya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, mudah dalam pemasarannya dan modal usaha yang dibutuhkan relatif kecil.  Pengembangan usaha budidaya lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan Lele Dumbo ke Indonesia pada tahun 1985.  Keunggulan Lele Dumbo dibandingkan dengan lele lokal antara lain dapat tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit (Direktorat Pembudidayaan, 2005).
Lele Sangkuriang

Perkembangan produksi lele secara nasional mengalami kenaikan sebesar 18,3% per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi sebesar 57.740 ton pada tahun 2003 (Nurdjana, 2006).  Namun, perkembangan usaha budidaya tersebut dibarengi dengan kualitas benih yang cenderung semakin menurun.  Perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah menjadi penyebab utama menurunnya kualitas benih.  Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR atau Feeding Conversion Rate (Direktorat Pembudidayaan, 2005).  Oleh karena itu, sebagai upaya perbaikan mutu ikan Lele Dumbo maka Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui UPT-nya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetika untuk menghasilkan Lele Dumbo strain baru yang diberi nama “Lele Sangkuriang”.  Lele Dumbo strain baru ini telah dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Kepmen No. Kep. 26/MEN/2004 pada tanggal 21 Juli 2004 (Nurdjana, 2006).
Untuk menunjang usaha pembesaran diperlukan ketersediaan benih lele yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi, sebab keberhasilan budidaya ditentukan oleh tersedianya benih dalam jumlah yang cukup dan bemutu baik (Muflikhah, 1994).  Dengan demikian, peluang usaha di setiap subsistem terbuka lebar karena kegiatan pendederan dan kegiatan pembesaran tidak dapat berjalan jika tidak ada kegiatan pembenihan.  Hal ini disebabkan oleh karena benih yang akan dipelihara pada kegiatan pendederan dan pembesaran pasti berasal dari kegiatan pembenihan.  Dari berbagai faktor yang diperlukan dalam usaha pembenihan ikan lele ini, maka pengetahuan dan kemampun teknis untuk pelaksanaannya sangat mutlak diperlukan.  Faktor-faktor produksi larva ikan lele ini perlu diketahui lebih jauh untuk dapat menghasilkan benih yang berkualitas dalam jumlah yang cukup.

Secara umum, Suyanto (2006), mengemukakan bahwa sistematika lele adalah sebagai berikut :
Phylum            : Chordata
Kelas               : Pisces
Subkelas         : Teleostei
Ordo                : Ostariophysi
Subordo          : Siluroidae
Famili              : Clariidae
Genus             : Clarias
Spesies           : Clarias sp.
Menurut Najiyati (2003), ikan lele mempunyai bentuk badan yang berbeda dengan jenis ikan lainnya.  Ikan lele memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernapasan tambahan.  Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih.
Lele Sangkuriang merupakan hasil uji silang balik antara Lele Dumbo betina generasi kedua (F2) dan jantan generasi keenam (F6) memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir, dan tidak bersisik.  Jika terkena sinar matahari, warna tubuh lele berubah menjadi pucat dan jika terkejut warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam – putih.  Mulut Lele Sangkuriang tidak jauh berbeda dengan LLele Dumbo yaitu relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya.  Tanda spesifik lainnya dari ikan lele adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat bergerak atau mencari makan (Khairuman dan Amri, 2002).
Alat pernapasan tambahan terletak di bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala.  Alat pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh                kapiler – kapiler darah.  Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang sungut, yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar (berfungsi sebagai tentakel), dan dua pasang sungut mandibula.  Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang.
Siripnya terdiri dari lima jenis, yaitu sirip dada, sirip punggung, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor.  Sirip dadanya berbentuk bulat agak memanjang dengan ujung runcing, dan dilengkapi dengan sepasang duri yang biasa disebut patil.  Patil pada Lele Sangkuriang dan Lele Dumbo  tidak begitu kuat dan tidak begitu beracun dibanding jenis lele lainnya.  Lele lokal misalnya, sangat tajam dan beracun, terutama yang masih muda.  Sirip perutnya pendek, sedang sirip dubur dan punggungnya memanjang hingga mendekati sirip ekor (Najiyati, 2003). 

Riwayat Lele Sangkuriang
Menurut Direktorat Pembudidayaan (2005), Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina Lele Dumbo generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).  Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua Lele Dumbo yang diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1985.  Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Besar Pengembangan Buidaya Air Tawar Sukabumi.  Induk dasar yang digunakan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2-F6).  Adapun standar nasional (SNI) benih maupun induk yang digunakan oleh Lele Sangkuriang ini masih mengikuti standar yang digunakan oleh Lele Dumbo.

Habitat Dan Penyebaran
Habitat atau lingkungan hidup ikan lele ialah semua perairan air tawar.  Di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau diperairan yang tenang seperti danau, waduk, telaga, rawa serta genangan-genangan kecil seperti kolam, merupakan tempat hidup ikan lele.  Ikan lele tahan hidup di perairan yang mengandung sedikit oksigen dan relatif tahan terhadap pencemaran            bahan-bahan organik.  Ikan lele hidup dengan baik di dataran rendah sampai dengan perbukitan yang tidak terlalu tinggi, misalnya di daerah pegunungan dengan ketinggian di atas 700 m.   Namun, ikan lele tidak pernah ditemukan hidup di air payau ataupun air asin (Suyanto, 2006).
Ikan lele tersebar luas di benua Afrika dan Asia, terdapat di perairan umum yang berair tawar secara liar.  Di beberapa negara, khususnya di Asia, seperti Filipina, Thailand, Indonesia, Laos, Kamboja, Vietnam, Birma dan India, ikan lele telah banyak dibudidayakan dan dipelihara di kolam.  Di Indonesia ikan lele ini secara alami terdapat di Pulau Jawa (Suyanto, 2006).

Pakan dan Kebiasaan Makan
Menurut Suyanto (2006), ikan lele digolongkan sebagai ikan karnivora.  Pakan alami yang baik untuk benih ikan lele adalah jenis zooplankton seperti Moina sp., Dapnia sp., cacing-cacing, larva (jentik-jentik serangga), siput-siput kecil dan sebagainya.  Pakan alami biasanya digunakan untuk pemberian pakan lele pada fase larva sampai benih.  Selain pakan alami, lele juga memerlukan pakan tambahan untuk pertumbuhan dan mempercepat kematangan gonad.  Untuk itu, jenis pakan tambahannya harus banyak mengandung protein hewani yang mudah dicerna.  Pakan tambahan tersebut harus dapat mempercepat pertumbuhan sehingga produksi yang diharapkan dapat tercapai. Pakan tambahan yang digunakan dapat berupa pelet komersial yang mengandung protein di atas 20% (Prihartono et al., 2000).     
Ikan lele biasanya mencari makanan di dasar kolam (Suyanto, 2006).  Peningkatan nafsu makan ikan Lele Dumbo seiring dengan peningkatan suhu air dan kebiasaan hidupnya.  Ikan Lele Dumbo lebih banyak beraktivitas pada malam hari atau sering disebut nokturnal terutama dalam hal mencari makan.  Namun, karena sudah menjadi kebiasaan, maka tidak jarang Lele Dumbo yang beraktivitas pada siang hari.  Oleh karena itu, pemberian pakan sebaiknya dilakukan antara 2-3 kali sehari, yaitu pada pagi sekitar puku 09.00 WIB, sore menjelang malam sekitar pukul 17.00-18.00 WIB dan malam sekitar pukul 20.00-22.00 WIB (Prihartono et al., 2000). 

Musim Pemijahan
Di alam, pemijahan ikan lele lebih banyak terjadi pada musim penghujan.  Namun, berdasarkan pengalaman para petani pada umumnya ikan lele dapat dipijahkan setiap saat sepanjang tahun apabila air media pemeliharaannya dilakukan pergantian secara terus menerus.  Selain itu, pemijahan juga dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, semakin baik mutu pakan lele maka akan semakin meningkatkan vitalitas dan kematangan gonad sehingga induk lele akan lebih sering memijah (Suyanto, 2006).


DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page 135-161.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.

Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.

Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang (Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004).  Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. 257 Hal.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 356 Hal.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo           Media Pustaka. Jakarta.

Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.

Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya.   Jakarta.

Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J. Trenggana. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.

Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada        Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir         Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.

Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.

Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV. Aneka Ilmu    Anggota IKAPI. Semarang.

Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.

Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

SNI   : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.4-2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Hal. 1-98.

Subandi, M.M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar    Swadaya. Jakarta.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang      (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.    Yogyakarta. Hal. 37-96.

Suyanto, R.S. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama. Edisi 2. 424 Hal.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi