Rabu, 24 Januari 2018

PEMBESARAN IKAN PATIN JAMBAL (Pangasius djambal)

Kegiatan yang dilakukan pada pembesaran ikan patin merupakan inti dari budidaya ikan tersebut. Kegiatan tersebut terdiri dari seleksi benih, penebaran benih dan pakan. Kegiatan tersebut akan diuraikan pada sub sub bab selanjutnya.

Media Pembesaran Patin
Media pembesaran dapat patin dilakukan di Keramba Jarang Apng (KJA). Hal ini sesuai dengan habitat aslinya dimana komoditi ikan Patin Jambal merupakan ikan yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemanfaatan areal sungai relatif masih rendah sehingga budidaya ikan patin jambal mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan.
Menurut Ditjenkanbud (2001) bahwa kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran yaitu 15-30cm/detik. Susanto dan Amri (2002) juga menyarankan bahwa dipilih sungai yang berarus lambat untuk pemeliharaan ikan patin, sehingga sungai layak untuk dijadikan tempat budidaya. Selain itu juga pastikan tidak terdapat bangunan pabrik yang limbahnya dapat mencemari air sungai.

Konstruksi Keramba Jaring Apung
Pembesaran ikan patin jambal dilakukan dengan menggunakan Keramba Jaring Apung, ukuran keramba yang digunakan untuk memelihara ikan tersebut yaitu 3 x 4 x 2 m. Konstruksi KJA terdiri dari kerangka rakit, kantong jaring dan pelampung.

Kerangka KJA
Kerangka KJA yang digunakan terbuat dari kayu jenis bulian. Kayu ini mempunyai ketahanan hingga lima tahun sehingga para pembudidaya di daerah tersebut banyak menggunakan kayu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Jangkaru (1995) bahwa digunakan jenis kayu yang tahan lama.  Kayu jenis tersebut memang sangat bagus digunakan sebagai kerangka KJA, hal ini dapat terlihat dari KJA yang telah digunakan lebih dari empat tahun masih layak untuk digunakan. Kemudahan untuk memperoleh kayu jenis ini juga menjadi salah satu keuntungannya. Selain itu diasumsikan bahwa kayu ini adalah salah satu jenis kayu yang apabila terendam dalam air maka tekstur kayunya akan semakin padat sehingga tidak mudah lapuk.
Ukuran kerangka rakit yaitu 3 x 4 x 2 m, dilihat dari tinggi kerangka dan dibandingkan dengan kedalaman sungai yaitu empat meter maka kemungkinan ikan patin terkontaminasi sisa pakan dan sisa metabolisme sangatlah kecil, karena masih ada jarak sekitar dua meter dari dasar jaring ke dasar perairan. Jadi ukuran kerangka rakit sudah layak karena dilihat dari tinggi kerangka sudah sesuai dengan kedalaman sungai. Konstruksi kerangka yang berbentuk bujur sangkar juga sudah baik sehingga dalam peletakkan drum dapat diletakkan seimbang.
Gambar 1. Kerangka Keramba Jaring Apung

5.2.2 Jaring
Jaring yang digunakan terbuat dari bahan polietilen. Jaring  tersebut terbuat dari benang yang relatif halus dibanding jaring lain dan berdiameter 2 mm, seperti yang dikemukakan juga oleh Kordi (2005). Pada KJA idealnya mempergunakan jaring tersebut karena jaring tersebut lebih halus bila dibandingkan dengan jaring yang lain dan juga jaring tersebut tidak memiliki simpul yang dapat merusak tubuh ikan.
Ukuran mata jaring yang dianjurkan menurut Kordi (2005) yaitu sebesar 2 inchi atau 1 inchi hal ini berbeda seperti yang ada ditempat praktek dikarenakan ukuran mata jaring yang dianjurkan oleh Kordi (2005) sangat kasar untuk digunakan pada patin jambal dan dapat melukai badan ikan maka dari itu digunakan jaring yang berukuran mesh size 2 mm karena bahannya halus dan tidak melukai badan ikan.
Ikan patin jambal mempunyai kulit badan yang licin dan sangat sensitif terhadap permukaan yang kasar sehingga untuk menghindari terjadinya luka pada tubuh ikan patin maka digunakanlah jaring tersebut. Di tempat praktek hanya ada dua jenis jaring yang dijual di pasaran sehingga tidak banyak pilihan untuk menggunakan jaring yang lebih baik lagi yaitu jaring yang bahannya halus tetapi mempunyai mesh size jaring  lebih besar dari 2 mm. Penggunaan jaring tersebut memang kurang tepat  untuk digunakan sebagai kantong jaring pemeliharaan ikan patin jambal, karena ukuran mesh sizenya yang kecil sehingga kandungan oksigennya akan menjadi rendah.

Pelampung
Pelampung yang digunakan adalah drum plastik. Drum plastik tersebut diletakkan di keempat sudut rakit dengan cara diikatkan dengan tali pada kerangka rakit sehingga tidak bergeser. Drum bekas selain mudah didapat juga harganya relatif murah dibanding pelampung yang lain. Pelampung drum bekas mempunyai daya tahan selama lima tahun.
Penggunaan drum plastik sebagai pelampung dikarenakan sudah umum digunakan pada KJA di tempat praktek. Drum plastik juga mudah diperoleh dan memiliki daya apung yang baik. Selain itu keuntungan lain dari drum plastik yaitu tidak mengalami korosif atau pengkaratan, karena apabila korosif ini terjadi bisa berdampak negatif terhadap kualitas air (air tercemar). Sehingga sangat bagus digunakan drum dari bahan plastik sebagai pelampung karena tahan lama, murah dan mudah diperoleh.
Gambar 2. Posisi Pelampung KJA

Persiapan Keramba Jaring Apung
Persiapan KJA yang dilakukan sebelum benih ditebar yaitu diperiksa terlebih dahulu kondisi jaring untuk mengetahui apakah jaring tersebut koyak atau tidak. Diharapkan dengan mengetahui kondisi jaring dapat menghindari benih yang lolos karena jaring yang koyak. Selanjutnya yaitu  apabila jaring tersebut telah dipergunakan, terlebih dahulu sebaiknya dilakukan pembersihan jaring dengan cara menyikat jaring guna membuang kotoran-kotoran yang ada dan menempel pada jaring, baik itu kotoran sisa pakan, sisa metabolisme ikan dan lumpur-lumpur yang mengendap di jaring. Hal tersebut sudah baik untuk dilakukan selain untuk membersihkan jaring serta sirkulasi oksigen juga bisa berjalan dengan baik .
Tahap selanjutnya yaitu jaring dijemur untuk membunuh bakteri yang menempel pada jaring. Penjemuran jaring dilakukan selama 1-2 hari. Setelah selesai dijemur barulah jaring dapat dipergunakan kembali.
Gambar 3. Penjemuran Jaring


Seleksi benih
Benih-benih yang akan dibesarkan di jala apung, keramba, ataupun hampang harus diseleksi terlebih dahulu sebelum ditebarkan. Seleksi benih dilakukan menurut kesehatan dan ukurannya. Tujuan seleksi benih adalah untuk mendapatkan benih-benih ikan yang sehat dan berukuran seragam agar pertumbuhan selama pemeliharaan dapat seragam. Berdasarkan kesehatannya, benih yang dipilih harus tidak terdapat cacat, baik karena luka pada saat pengangkutan ataupun akibat infeksi patogen. Benih ikan yang sehat tampak segar dan berenang gesit (Djarijah, 2001).


Penebaran benih
Kepadatan penebaran merupakan keterkaitan antara jumlah ikan yang ditebarkan dengan daya tampung optimal jala apung. Kepadatan penebaran yang umum digunakan yaitu 5-10 kg/m3. Penentuan ukuran ikan yang akan ditebarkan berkaitan dengan ukuran mata jaring. Apabila penentuan ini salah maka ikan yang akan ditebarkan justru dapat meloloskan diri. Kejadian ini sering kali karena ukuran tubuh ikan lebih kecil daripada lebar mata jaring. Oleh karena itu, ada patokan umum yang biasanya digunakan oleh peternak ikan untuk membesarkan ikan patin di jala apung. Penebaran ikan yang berukuran 50-100 gr/ekor memerlukan mata jaring yang berukuran 2 inci. Apabila ukuran yang digunakan lebih kecil maka ukuran mata jaring yang digunakan juga lebih kecil, misalnya 1 inci (Susanto dan Khairul Amri, 2005).
Penebaran benih ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pagi hari saat kondisi perairan tidak terlalu panas. Agar ikan tidak stress, sebelum ikan di tebarkan, perlu  dilakukan aklimatisasi (Penyesuaian kondisi lingkungan) sekitar 5-10 menit. (Siregar,2002).

Pakan
Pemberian pakan tambahan pada proses pembesaran patin di keramba sangat mutlak untuk memacu pertumbuhan. Pakan tambahan itu berupa pellet atau sisa-sisa kegiatan dapur. Jumlah pakan tambahan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet komersial). Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di alam (Susanto dan Amri, 2005).
Dalam pemberian pakan, efisiensi penggunaan pakan menjadi penting karena sangat mempengaruhi tingkat keuntungan. Ikan budidaya mempunyai konversi pakan yang berbeda, tergantung dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan dan kondisi lingkungan. Ikan patin yang dipelihara sistem intensif (di kolam dan keramba jaring apung), konversi pakannya antara 1,4-4,0 (Kordi, 2005).
Agar penggunaan pakan lebih efisien serta menjaga lingkungan hidup ikan tetap optimal, maka teknik pemberian pakan terbaik perlu diterapkan. Pada prinsipnya tujuan penerapan teknik pemberian pakan adalah untuk menekan sedikit mungkin pakan terbuang percuma, sehingga petani ikan memetik keuntungan yang besar. Dalam pemberian pakan ada lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu cara pemberian pakan, saat atau waktu pemberian pakan, jumlah (porsi) pakan, frekuensi dan tempat pemberian pakan (Kordi, 2005).
Untuk mengetahui baik atau tidaknya kualitas pakan yang dihasilkan bagi pertumbuhan dibutuhkan nilai konversi pakan. Semakin baik nilai konversi pakan tersebut maka pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan secara efisien. Konversi pakan atau FCR (Food Convertion Ratio) merupakan perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang dihasilkan (Ditjenkan Budidaya, 2004).

Kualitas Air
Kualitas air dalam budidaya ikan adalah setiap peubah (variabel), yang mempengaruhi pengelolaan dan sintasan, perkembangbiakan, pertumbuhan atau produksi ikan. Air yang baik adalah yang mampu menunjang kehidupan ikan dengan baik (Huet, 1979 dalam Purnamawati, 2002).

Temperatur
Suhu air pada umumnya ditentukan oleh suhu udara, sedangkan suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian lokasi dari muka laut. Semakin tinggi lokasi di atas muka laut semakin rendah suhu udaranya dan sebaliknya (Jangkaru, 1993). Suhu air merupakan salah satu sifat fisika yang dapat mempengaruhi nafsu makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak menyebabkan ikan mati, meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnamawati, 2002). Menurut Kordi (2005) suhu untuk pemeliharaan ikan patin yang optimal yaitu 25-33oC.

Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh profesor secci pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan Secchi disk (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Perairan yang aman bagi ikan patin adalah perairan yang dapat ditembus oleh sinar matahari hinggga kedalaman lebih dari 40 cm.

Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Derajat keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa yang bersifat asam (Lesmana, 2002). Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ikan patin mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara 5,0-9,0 dan derajat keasaman yang optimum adalah 7,0. pH antara 6,5-9 merupakan kadar optimum untuk pertumbuhan ikan dan pH 11 merupakan titik mati basa (Boyd, 1981 dalam Purnamawati 2002).

Oksigen terlarut (DO)
Kandungan oksigen yang optimal untuk pemeliharaan ikan patin yaitu antara      5-6 ppm (Kordi, 2005). Peningkatan kandungan oksigen dalam air dapat dilakukan dengan aerasi, filter mekanis dan penambahan bahan penyegar. Dengan aerasi berarti oksigen atau udara bebas dialirkan ke dalam air sehingga dapat menempati rongga-rongga yang ditinggalkan oleh gas yang lebih ringan yang terusir. Dengan filter mekanis berarti mengurangi kandungan bahan organik dan koloid dalam air sehingga memungkinkan oksigen atau udara bebas memasuki rongga dalam air. Dengan penambahan bahan penyegar berarti memasukkan bahan yang dapat mengikat gas-gas dalam air sehingga rongga yang ditinggalkan dapat diisi oleh oksigen atau udara bebas (Jangkaru, 1993).

Laju/Kecepatan Arus Air
Laju/kecepatan (rate) pertukaran air di dalam sebuah keramba berbanding langsung dengan laju aliran air dan jarak linier yang melintasi keramba; oleh karenanya, semakin kecil keramba semakin besar laju pertukaran air potensialnya. Laju aliran air sebesar 1 m/menit akan berganti air satu kali dalam satu menit dalam keramba dengan lebar sisi 1-m (1-m3), tetapi hanya satu kali dalam tujuh menit dalam keramba dengan lebar sisi 7-m (98-m3) Schimittou, et al., (2004). Ditjenkanbud (2001) mengatakan bahwa kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran adalah antara 15-30 cm/detik.

Pemanenan
Pemanenan pada keramba jaring apung dimulai dengan melepaskan tali ris disetiap sudut kantong bagian dasar atau mengangkat pemberat kantong. Ruang gerak ikan disempitkan  dengan cara menggeser sebatang bambu yang ditempatkan diantara mulut kantong dengan kerangka rakit. Populasi ikan yang sudah terkumpul ditangkap dengan seser, tangguk atau tangan kosong. Kepadatan ikan dalam kantong jaring diatur sehingga ikan tidak menjadi panik. Hal ini dilakukan dengan menggeser batang bambu sedikit demi sedikit sebanding dengan jumlah ikan yang telah diangkat (Jangkaru, 1995).


DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. Budidaya Ikan di Perairan Umum.Kanisius. Yogyakarta. 2001. Hal 16
Cholik F, A. G. Jagatraya, Poernomo, A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa, Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta.Hal 154.
Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi. 2006. Profil Pengembangan Kawasan Budidaya Patin Ekspor di Provinsi Jambi. Jambi. Hal 6-7.
Direktorat Jendral Perikanan. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan Dan Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung. Hal 10.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. Hal 23
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.Hal 56-60
Effendi, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. Hal 115
Hardjamulia, A. 2000. Teknologi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp.). Makalah pada temu aplikasi paket teknologi pertanian IPPTP. Banjarbaru, tanggal 28-29 februari. Hal 6
Jangkaru, Z. 1993. Pengembangan Perikanan Kolam di Wilayah Beriklim Basah Tanpa Irigasi. Disampaikan pada Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta, 25-27 Agustus 1993. Hal 70
Jangkaru, Z.1995. Pembesaran Ikan Air Tawar di berbagai lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 57-69
Khairuman dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Ikan Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Hal 5 dan 58
Kordi K, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Hal 26, 88 dan 124
Lesmana. 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 28 
Lubis, E. 2006. Teknik Pembenihan dan Analisa Finansial Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus) di BBAT Jambi. Karya Ilmiah Praktek Akhir Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. Hal  58
Nasution. Z, Dharyati. E dan Rupawan. 1997. Adopsi Teknologi Budidaya Ikan Patin Pada Masyarakat Tani Di Desa Mariana-Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian dan Perikanan Volume III No. 2 Balai Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.Hal 37
Purnamawati. J. 2002. Perananan Kualitas Air terhadap keberhasilan budidaya ikan di kolam. Warta penelitian perikanan Indonesia. Hal 14
Purnomo.K, Kartamihardja E.S, Koeshendradjana S.2003. Pertumbuhan, Mortalitas, dan Kebiasaaan Makan Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Introduksi Di Waduk Wonogiri.  Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 9 No. 3. Balai Riset Perikanan dan Kelautan. Jakarta. Hal 17
Rangkuti, F. 2001. Buissness Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 59-65
Rochdianto. 2002. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Swadaya. Jakarta. Hal 46
Schimittou H.R, M.C Cremer dan Jiang Zhang.2004. Beberapa Prinsip dan Praktek Budidaya Ikan Pada Kepadatan Tinggi Dalam Keramba Volume Rendah. American Soybean Association. Hal 17
Slembrouck J, Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius Djambal. Karya Pratama. Jakarta. Hal 14.
Suparman, M. 2006. Studi Tentang Usaha Pembesaran Udang Galah (Macrobium roseenbergi) Pada Pembudidaya Udang Galah di Minggir Sleman Yogyakarta Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.Hal 35
Susanto, H dan K, Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 6 dan 37
Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.Hal 433-435
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 197-20


Firman Pra Setia Nugraha,S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Banyuwangi