Kegiatan yang dilakukan pada pembesaran ikan patin
merupakan inti dari budidaya ikan tersebut. Kegiatan tersebut terdiri dari
seleksi benih, penebaran benih dan pakan. Kegiatan tersebut akan diuraikan pada
sub sub bab selanjutnya.
Media Pembesaran Patin
Media pembesaran dapat patin dilakukan di Keramba Jarang Apng (KJA). Hal
ini sesuai dengan habitat aslinya dimana komoditi ikan Patin Jambal merupakan
ikan yang berasal dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemanfaatan areal sungai relatif
masih rendah sehingga budidaya ikan patin jambal mempunyai peluang yang sangat
besar untuk dikembangkan.
Menurut Ditjenkanbud (2001) bahwa kecepatan arus yang ideal untuk
pembesaran yaitu 15-30cm/detik. Susanto dan Amri (2002) juga menyarankan bahwa
dipilih sungai yang berarus lambat untuk pemeliharaan ikan patin, sehingga
sungai layak untuk dijadikan tempat budidaya. Selain itu juga pastikan tidak
terdapat bangunan pabrik yang limbahnya dapat mencemari air sungai.
Konstruksi Keramba Jaring Apung
Pembesaran ikan patin jambal dilakukan dengan menggunakan Keramba Jaring
Apung, ukuran keramba yang digunakan untuk memelihara ikan tersebut yaitu 3 x 4
x 2 m. Konstruksi KJA terdiri dari kerangka rakit, kantong jaring dan pelampung.
Kerangka KJA
Kerangka KJA yang digunakan terbuat dari kayu jenis bulian. Kayu ini
mempunyai ketahanan hingga lima tahun sehingga para pembudidaya di daerah
tersebut banyak menggunakan kayu tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
Jangkaru (1995) bahwa digunakan jenis kayu yang tahan lama. Kayu jenis tersebut memang sangat bagus
digunakan sebagai kerangka KJA, hal ini dapat terlihat dari KJA yang telah
digunakan lebih dari empat tahun masih layak untuk digunakan. Kemudahan untuk
memperoleh kayu jenis ini juga menjadi salah satu keuntungannya. Selain itu
diasumsikan bahwa kayu ini adalah salah satu jenis kayu yang apabila terendam
dalam air maka tekstur kayunya akan semakin padat sehingga tidak mudah lapuk.
Ukuran kerangka rakit yaitu 3 x 4 x 2 m, dilihat dari tinggi kerangka dan
dibandingkan dengan kedalaman sungai yaitu empat meter maka kemungkinan ikan
patin terkontaminasi sisa pakan dan sisa metabolisme sangatlah kecil, karena
masih ada jarak sekitar dua meter dari dasar jaring ke dasar perairan. Jadi ukuran
kerangka rakit sudah layak karena dilihat dari tinggi kerangka sudah sesuai
dengan kedalaman sungai. Konstruksi kerangka yang berbentuk bujur sangkar juga
sudah baik sehingga dalam peletakkan drum dapat diletakkan seimbang.
Gambar 1. Kerangka Keramba Jaring Apung |
5.2.2 Jaring
Jaring yang digunakan terbuat dari bahan polietilen. Jaring tersebut terbuat
dari benang yang relatif halus dibanding jaring lain dan berdiameter 2 mm, seperti
yang dikemukakan juga oleh Kordi (2005). Pada KJA idealnya mempergunakan jaring
tersebut karena jaring tersebut lebih halus bila dibandingkan dengan jaring
yang lain dan juga jaring tersebut tidak memiliki simpul yang dapat merusak
tubuh ikan.
Ukuran mata jaring yang dianjurkan menurut Kordi (2005) yaitu sebesar 2
inchi atau 1 inchi hal ini berbeda seperti yang ada ditempat praktek dikarenakan
ukuran mata jaring yang dianjurkan oleh Kordi (2005) sangat kasar untuk
digunakan pada patin jambal dan dapat melukai badan ikan maka dari itu
digunakan jaring yang berukuran mesh size 2 mm karena bahannya halus dan tidak
melukai badan ikan.
Ikan patin jambal mempunyai kulit badan yang licin dan sangat sensitif
terhadap permukaan yang kasar sehingga untuk menghindari terjadinya luka pada
tubuh ikan patin maka digunakanlah jaring tersebut. Di tempat praktek hanya ada
dua jenis jaring yang dijual di pasaran sehingga tidak banyak pilihan untuk
menggunakan jaring yang lebih baik lagi yaitu jaring yang bahannya halus tetapi
mempunyai mesh size jaring lebih besar
dari 2 mm. Penggunaan jaring tersebut memang kurang tepat untuk digunakan sebagai kantong jaring
pemeliharaan ikan patin jambal, karena ukuran mesh sizenya yang kecil sehingga
kandungan oksigennya akan menjadi rendah.
Pelampung
Pelampung yang digunakan adalah drum plastik. Drum plastik tersebut
diletakkan di keempat sudut rakit dengan cara diikatkan dengan tali pada
kerangka rakit sehingga tidak bergeser. Drum bekas selain mudah didapat juga
harganya relatif murah dibanding pelampung yang lain. Pelampung drum bekas
mempunyai daya tahan selama lima tahun.
Penggunaan drum plastik sebagai pelampung dikarenakan sudah umum digunakan
pada KJA di tempat praktek. Drum plastik juga mudah diperoleh dan memiliki daya
apung yang baik. Selain itu keuntungan lain dari drum plastik yaitu tidak
mengalami korosif atau pengkaratan, karena apabila korosif ini terjadi bisa
berdampak negatif terhadap kualitas air (air tercemar). Sehingga sangat bagus
digunakan drum dari bahan plastik sebagai pelampung karena tahan lama, murah
dan mudah diperoleh.
Gambar 2. Posisi Pelampung KJA |
Persiapan Keramba Jaring Apung
Persiapan KJA yang dilakukan sebelum benih ditebar yaitu diperiksa terlebih
dahulu kondisi jaring untuk mengetahui apakah jaring tersebut koyak atau tidak.
Diharapkan dengan mengetahui kondisi jaring dapat menghindari benih yang lolos
karena jaring yang koyak. Selanjutnya yaitu
apabila jaring tersebut telah dipergunakan, terlebih dahulu sebaiknya
dilakukan pembersihan jaring dengan cara menyikat jaring guna membuang
kotoran-kotoran yang ada dan menempel pada jaring, baik itu kotoran sisa pakan,
sisa metabolisme ikan dan lumpur-lumpur yang mengendap di jaring. Hal tersebut
sudah baik untuk dilakukan selain untuk membersihkan jaring serta sirkulasi
oksigen juga bisa berjalan dengan baik .
Tahap selanjutnya yaitu jaring dijemur untuk membunuh bakteri yang menempel
pada jaring. Penjemuran jaring dilakukan selama 1-2 hari. Setelah selesai
dijemur barulah jaring dapat dipergunakan kembali.
Gambar 3. Penjemuran Jaring |
Seleksi
benih
Benih-benih yang akan dibesarkan di jala apung, keramba,
ataupun hampang harus diseleksi terlebih dahulu sebelum ditebarkan. Seleksi
benih dilakukan menurut kesehatan dan ukurannya. Tujuan seleksi benih adalah
untuk mendapatkan benih-benih ikan yang sehat dan berukuran seragam agar
pertumbuhan selama pemeliharaan dapat seragam. Berdasarkan kesehatannya, benih
yang dipilih harus tidak terdapat cacat, baik karena luka pada saat
pengangkutan ataupun akibat infeksi patogen. Benih ikan yang sehat tampak segar
dan berenang gesit (Djarijah, 2001).
Penebaran
benih
Kepadatan penebaran merupakan keterkaitan antara jumlah
ikan yang ditebarkan dengan daya tampung optimal jala apung. Kepadatan
penebaran yang umum digunakan yaitu 5-10 kg/m3. Penentuan ukuran
ikan yang akan ditebarkan berkaitan dengan ukuran mata jaring. Apabila
penentuan ini salah maka ikan yang akan ditebarkan justru dapat meloloskan
diri. Kejadian ini sering kali karena ukuran tubuh ikan lebih kecil daripada
lebar mata jaring. Oleh karena itu, ada patokan umum yang biasanya digunakan
oleh peternak ikan untuk membesarkan ikan patin di jala apung. Penebaran ikan
yang berukuran 50-100 gr/ekor memerlukan mata jaring yang berukuran 2 inci.
Apabila ukuran yang digunakan lebih kecil maka ukuran mata jaring yang
digunakan juga lebih kecil, misalnya 1 inci (Susanto dan Khairul Amri, 2005).
Penebaran benih ikan sebaiknya dilakukan pada sore hari
atau pagi hari saat kondisi perairan tidak terlalu panas. Agar ikan tidak
stress, sebelum ikan di tebarkan, perlu
dilakukan aklimatisasi (Penyesuaian kondisi lingkungan) sekitar 5-10
menit. (Siregar,2002).
Pakan
Pemberian pakan tambahan pada proses pembesaran patin di
keramba sangat mutlak untuk memacu pertumbuhan. Pakan tambahan itu berupa
pellet atau sisa-sisa kegiatan dapur. Jumlah pakan
tambahan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang
dibuat sendiri (pellet lokal) dan ada pula pellet buatan pabrik (pellet
komersial). Pakan tambahan lainnya juga bisa diberikan adalah limbah ikan,
udang-udangan, moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini
sesuai dengan pakan ikan patin di alam (Susanto dan Amri, 2005).
Dalam pemberian pakan, efisiensi penggunaan pakan menjadi
penting karena sangat mempengaruhi tingkat keuntungan. Ikan budidaya mempunyai
konversi pakan yang berbeda, tergantung dari jenis, umur, ukuran ikan, pakan
dan kondisi lingkungan. Ikan patin yang dipelihara
sistem intensif (di kolam dan keramba jaring apung), konversi pakannya antara
1,4-4,0 (Kordi, 2005).
Agar penggunaan pakan lebih efisien serta menjaga
lingkungan hidup ikan tetap optimal, maka teknik pemberian pakan terbaik perlu
diterapkan. Pada prinsipnya tujuan penerapan teknik pemberian pakan adalah
untuk menekan sedikit mungkin pakan terbuang percuma, sehingga petani ikan
memetik keuntungan yang besar. Dalam pemberian pakan ada lima hal yang perlu
diperhatikan, yaitu cara pemberian pakan, saat atau waktu pemberian pakan, jumlah
(porsi) pakan, frekuensi dan tempat pemberian pakan (Kordi, 2005).
Untuk mengetahui baik atau tidaknya kualitas pakan yang
dihasilkan bagi pertumbuhan dibutuhkan nilai konversi pakan. Semakin baik nilai
konversi pakan tersebut maka pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan secara efisien. Konversi pakan atau FCR (Food Convertion Ratio)
merupakan perbandingan antara pakan yang digunakan dengan daging ikan yang
dihasilkan (Ditjenkan Budidaya, 2004).
Kualitas
Air
Kualitas air dalam budidaya ikan adalah setiap peubah
(variabel), yang mempengaruhi pengelolaan dan sintasan, perkembangbiakan,
pertumbuhan atau produksi ikan. Air yang baik adalah yang mampu menunjang
kehidupan ikan dengan baik (Huet, 1979 dalam
Purnamawati, 2002).
Temperatur
Suhu air pada umumnya ditentukan oleh suhu udara,
sedangkan suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian lokasi dari muka laut. Semakin
tinggi lokasi di atas muka laut semakin rendah suhu udaranya dan sebaliknya (Jangkaru,
1993). Suhu air merupakan salah satu sifat fisika yang dapat mempengaruhi nafsu
makan ikan dan pertumbuhan badan ikan. Perubahan suhu yang mendadak menyebabkan
ikan mati, meskipun kondisi lingkungan lainnya optimal (Purnamawati, 2002). Menurut Kordi (2005) suhu untuk pemeliharaan ikan patin yang optimal yaitu
25-33oC.
Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang
ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi
disk. Secchi disk dikembangkan
oleh profesor secci pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat
kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan
dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan Secchi disk (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi, 2003). Perairan yang aman bagi ikan patin adalah
perairan yang dapat ditembus oleh sinar matahari hinggga kedalaman lebih dari
40 cm.
Derajat
keasaman (pH)
Derajat keasaman atau pH merupakan ukuran konsentrasi ion
hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Derajat
keasaman suatu perairan dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan senyawa
yang bersifat asam (Lesmana, 2002). Menurut Khairuman dan Sudenda (2002), ikan
patin mempunyai toleransi yang panjang terhadap derajat keasaman yaitu antara
5,0-9,0 dan derajat keasaman yang optimum adalah 7,0. pH antara 6,5-9 merupakan
kadar optimum untuk pertumbuhan ikan dan pH 11 merupakan titik mati basa (Boyd,
1981 dalam Purnamawati 2002).
Oksigen
terlarut (DO)
Kandungan oksigen yang optimal untuk pemeliharaan ikan
patin yaitu antara 5-6 ppm (Kordi,
2005). Peningkatan kandungan oksigen dalam air dapat dilakukan dengan aerasi,
filter mekanis dan penambahan bahan penyegar. Dengan aerasi berarti oksigen
atau udara bebas dialirkan ke dalam air sehingga dapat menempati rongga-rongga
yang ditinggalkan oleh gas yang lebih ringan yang terusir. Dengan filter
mekanis berarti mengurangi kandungan bahan organik dan koloid dalam air
sehingga memungkinkan oksigen atau udara bebas memasuki rongga dalam air.
Dengan penambahan bahan penyegar berarti memasukkan bahan yang dapat mengikat
gas-gas dalam air sehingga rongga yang ditinggalkan dapat diisi oleh oksigen
atau udara bebas (Jangkaru, 1993).
Laju/Kecepatan
Arus Air
Laju/kecepatan (rate)
pertukaran air di dalam sebuah keramba berbanding langsung dengan laju aliran
air dan jarak linier yang melintasi keramba; oleh karenanya, semakin kecil
keramba semakin besar laju pertukaran air potensialnya. Laju aliran air sebesar
1 m/menit akan berganti air satu kali dalam satu menit dalam keramba dengan
lebar sisi 1-m (1-m3), tetapi hanya satu kali dalam tujuh menit
dalam keramba dengan lebar sisi 7-m (98-m3) Schimittou, et al., (2004). Ditjenkanbud (2001)
mengatakan bahwa kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran adalah antara 15-30
cm/detik.
Pemanenan
Pemanenan pada keramba jaring apung dimulai
dengan melepaskan tali ris disetiap sudut kantong bagian dasar atau mengangkat
pemberat kantong. Ruang gerak ikan disempitkan
dengan cara menggeser sebatang bambu yang ditempatkan diantara mulut
kantong dengan kerangka rakit. Populasi ikan yang sudah terkumpul ditangkap
dengan seser, tangguk atau tangan kosong. Kepadatan ikan dalam kantong jaring diatur sehingga ikan tidak menjadi
panik. Hal ini dilakukan dengan menggeser batang bambu sedikit demi sedikit
sebanding dengan jumlah ikan yang telah diangkat (Jangkaru, 1995).
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyono, B. Budidaya
Ikan di Perairan Umum.Kanisius. Yogyakarta. 2001. Hal 16
Cholik F, A. G. Jagatraya, Poernomo, A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa, Masyarakat Perikanan
Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta.Hal 154.
Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi. 2006. Profil Pengembangan Kawasan Budidaya Patin
Ekspor di Provinsi Jambi. Jambi. Hal 6-7.
Direktorat Jendral Perikanan. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Departemen
Kelautan Dan Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung. Hal 10.
Djarijah, A. S.
2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius.
Yogyakarta. Hal 23
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.Hal 56-60
Effendi, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka
Nusatama. Bogor. Hal 115
Hardjamulia, A. 2000. Teknologi
Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp.). Makalah pada temu aplikasi paket teknologi
pertanian IPPTP. Banjarbaru, tanggal 28-29 februari. Hal 6
Jangkaru,
Z. 1993. Pengembangan Perikanan Kolam di
Wilayah Beriklim Basah Tanpa Irigasi. Disampaikan
pada Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta, 25-27 Agustus 1993. Hal 70
Jangkaru,
Z.1995. Pembesaran Ikan Air Tawar di berbagai lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya.
Jakarta. Hal 57-69
Khairuman
dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Ikan Patin
Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Hal 5 dan 58
Kordi
K, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin.
Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Hal 26, 88 dan 124
Lesmana.
2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air
Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 28
Lubis,
E. 2006. Teknik Pembenihan dan Analisa
Finansial Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus) di BBAT Jambi. Karya
Ilmiah Praktek Akhir Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. Hal 58
Nasution.
Z, Dharyati. E dan Rupawan. 1997. Adopsi
Teknologi Budidaya Ikan Patin Pada Masyarakat Tani Di Desa Mariana-Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian dan Perikanan Volume III No. 2 Balai Riset
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.Hal 37
Purnamawati.
J. 2002. Perananan Kualitas Air terhadap
keberhasilan budidaya ikan di kolam. Warta penelitian perikanan Indonesia.
Hal 14
Purnomo.K,
Kartamihardja E.S, Koeshendradjana S.2003. Pertumbuhan,
Mortalitas, dan Kebiasaaan Makan Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus)
Introduksi Di Waduk Wonogiri. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia Volume 9 No. 3. Balai Riset Perikanan dan
Kelautan. Jakarta. Hal 17
Rangkuti,
F. 2001. Buissness Plan Teknik Membuat
Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hal 59-65
Rochdianto. 2002. Budidaya Ikan di Jaring Terapung.
Swadaya. Jakarta. Hal 46
Schimittou
H.R, M.C Cremer dan Jiang Zhang.2004. Beberapa
Prinsip dan Praktek Budidaya Ikan Pada Kepadatan Tinggi Dalam Keramba Volume
Rendah. American Soybean Association. Hal 17
Slembrouck
J, Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005.
Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin
Indonesia, Pangasius Djambal. Karya Pratama. Jakarta. Hal 14.
Suparman,
M. 2006. Studi Tentang Usaha Pembesaran
Udang Galah (Macrobium roseenbergi) Pada Pembudidaya Udang Galah di Minggir
Sleman Yogyakarta Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.Hal 35
Susanto,
H dan K, Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin.
Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 6 dan 37
Soeharto, I. 1997. Manajemen
Proyek
Dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga.
Jakarta.Hal 433-435
Umar, H. 2003. Studi
Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 197-20
Firman
Pra Setia Nugraha,S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab.
Banyuwangi