Rabu, 10 Januari 2018

PRODUKSI MASSAL TUBIFEX SP. SEBAGAI PAKAN ALAMI LARVA IKAN


Suatu upaya manusia guna mengatasi kekurangan pakan yang dapat dimanfaatkan dari alam melalui penangkapan dan perburuan yaitu dengan cara budidaya. Dalam keseluruhan prosesnya, komponen budidaya yang mutlak perlu diperhatikan antara lain adalah penyediaan benih, pengaturan ruang hidup, penyediaan makanan atau pakan, pemberantasan hama dan penyakit, penciptaan lingkungan yang sehat dll.
Kegiatan usaha budidaya ikan antara lain meliputi pembesaran dan pembenihan larva. Dalam usaha pembesaran yang menekankan pada pertumbuhan, maka kualitas benih dan tersedianya pakan alami dan pakan buatan perlu diperhatikan. Sedangkan usaha pembenihan yang menitik beratkan pada kelangsungan hidup atau penurunan tingkat mortalitas harus memperhatikan kualitas induk serta tersedianya pakan alami yang cukup untuk kebutuhan benih ikan
Pakan alami ialah makanan hidup bagi larva dan benih ikan. Pakan alami mencakup fitoplankton, zooplankton dan bentos. Fitoplankton, zooplankton dan bentos berperan sebagai sumber karbohidrat, lemak, protein dengan susunan asam amino yang lengkap serta mineral bagi larva atau benih ikan. Disamping mengandung gizi yang lengkap dan mudah dicerna, pakan alami tidak mencemari lingkungan perairan dan media pemeliharaan
Pakan alami selain gizinya lengkap juga ekonomis dalam hal pengelolaannya. Tetapi mengingat penyediaan pakan alami secara terus menerus sulit mengandalkannya dari alam saja maka perlu adanya penanganan tersendiri melalui kegiata budidaya/kultur pakan alami. Dewasa ini pakan alami yang sudah berhasil dibudidayakan antara lain Infusoria, Chlorella, Daphnia, Moina, Rotifera, Artemia, Cacing rambut dll.
Berbagai jenis pakan alami secara umum cocok untuk makanan larva karena pakan alami mengandung semua unsur zat gizi yang dibutuhkan larva serta sifat dari pakan alami yang bergerak tetapi tidak begitu aktif memungkinkan dan mempermudah larva/benih ikan untuk memangsanya Untuk dapat menyediakan pakan alami dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, salah satu cara adalah dengan mengkulturnya, Adapun jenis pakan alami yang dapat dibudidayakan antara lain cacing Tubifex sp (cacing rambut),  jenis bentos ini mempunyai arti penting dalam dunia budidaya.

Gambar 1. Cacing Tubifex SP.


A. Klasifikasi
Tubifex sp. dikenal dengan nama cacing Sutra atau cacing rambut secara sistematika diklasifikasikan sebagai berikut :
Devisi  : Annelida
Kelas   : Oligochaeta
Ordo    : Haplotaxida
Genus : Tubifex
Spesies : Tubifex sp.

B. Morfologi
Dalam ilmu taksonomi hewan, cacing sutra digolongkan ke dalam kelompok Nematoda, bentuk tubuhnya yang panjang dan sangat halus. Tubifex sp. memiliki warna tubuh yang dominan kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat ramping dengan panjang 1 – 2 cm. panjang tubuh cacing rambut 10 – 30 mm berwarna merah kecoklatan, terdiri dari 30 – 60 segmen (Anonimous, 2003 dalam Laksmi Sulmartiwi, 2004). Cacing rambut mempunyai dinding tebal terdiri dari 2 lapis otot membujur dan melingkar sepanjang tubuhnya. Dari setiap segmen pada bagian punggung dan perut, keluar seta dan ujung sata bercabang dua tanpa rambut. Cacing ini sangat senang hidup berkelompok atau bergerombol karena masing-masing individu berkumpul menjadi koloni yang sulit diurai dan saling berkaitan satu sama lainnya didasar perairan yang banyak mengandung bahan organik terlarut. Tubifex sp. Memiliki kandungan gizi 57% protein dan 13% lemak dalam tubuhnya (www.maswira.blogspod.com). Membenamkan kepala merupakan kebiasaan cacing ini untuk mencari makan. Sementara itu, ekornya yang mengarah ke permukaan air berfungsi untuk bernapas (Sitanggang, 2002 dalam Laksmi Sulmartiwi, 2004).
Pertambahan bobot kering cacing rambut ditentukan oleh kenaikan kadar oksigen, C-organik dan jumlah bakteri, serta penurunan amoniak, BOD, dan N-organik. Oksigen adalah faktor yang penting dalam proses oksidasi baik dalam tubuh hewan maupun dalam proses perombakan bahan organik. C-organik substrat adalah penyusun karbohidrat dan lemak. Didalam tubuh hewan, karbohidrat dan lemak dioksidasi dan menghasilkan energi untuk proses metabolisme. Sedangkan N-organik dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri, bakteri akan merombak senyawa N-organik substrat menghasilkan amoniak.

C. Reproduksi dan Siklus Hidup
Cacing sutra termasuk organisme hemaprodite atau berkelamin ganda yang berkembang biak lewat telur secara eksternal, yakni kelamin jantan dan betina menyatu dalam satu tubuh. Telur yang dibuahi oleh jantan akan membelah menjadi dua sebelum menetas. Hal ini dimungkinkan karena jaringan reproduksinya mampu membentuk gamet jantan dan gamet betina. Habitat dan penyebaran cacing sutra umumnya berada didaerah tropis.
Cacing rambut termasuk dalam hewan hermaprodit dimana dalam satu individu memiliki 2 alat kelamin. Perkembangbiakan cacing ini dilakukan secara pemutusan ruas tubuh dan pembuahan sendiri. Cacing-cacing yang telah dewasa akan menghasilkan telur dan dibuahi oleh cacing lain yang telah dewasa juga.
Cacing ini biasa hidup pada perairan-perairan jernih yang sedikit, dengan dasar banyak bahan organik. Menurut Anonim (1998), cacing rambut dapat hidup di sungai atau danau bersedimen lembek. Cacing dewasa dapat ditemukan dipermukaan sedimen dengan kedalaman 2 cm. Cacing rambut hidup diperairan dengan kondisi dasar berpasir (41,4%), tanah halus (46,0%) dan lempung (11,3%) (Brinkhurst dan Cook, 1974 dalam Laksmi Sulmartiwi, 2004).
Penyebaran cacing rambut ditentukan oleh kadar oksigen, lingkungan dan tipe dasar sedimen. Pada kadar oksigen air 1,7 mg/l dan kecepatan arus 300 sampai 600 ml/menit (Laksmi Sulmartiwi, 2004) pertumbuhan populasi cacing paling tinggi.



METODOLOGI
I.  Alat :
  1. Bak kultur dengan ukuran 36 cm X 66 cm (steorofom)
  2. Ember Plastik (proses pembusukan)
  3. Pipa 1 inci
  4. Plastik pelindung panas
  5. Sarung tangan
  6. Wadah plastik
  7. Selang 2/3 inchi

II.  Bahan :
  1. Pupuk Organik (kotoran ayam) kering           2 Kg
  2. Dedak                                                             1 Kg
  3. Lumpur                                                            4,4 Kg
  4. Pasir halus                                                      2,6 Kg
  5. Tepung Ikan                                                    1,2 Kg
  6. Ragi (Saccharomyces cereviae)                    5 gr

III. Metode :

Pembuatan Bak Kultur
Bak kultur yang digunakan yaitu steorofom dengan ukuran 33 cm x 66 cm, ketinggian air pembuangan dengan dasar wadah 7 cm sampai 8 cm dengan menggunakan pipa 1 inchi, panjang pipa pembuangan 15 cm.

Persiapan Media :
Pencampuran media dengan menggunakan pupuk organik 2 kg, Dedak halus 1 kg, Lumpur 4,4 kg, Pasir halus 2,6 kg, tepung ikan 1,2 kg, seteleh media ini dicampurkan diberikan ragi sebanyak 5 gr dan penambahan aerasi. Dan dilakukan perendaman selama 4 hari setelah itu dipersiapkan ember plastik yang telah direndamkan pupuk organik sebagai sumber makanan bagi cacing tubifex sp. Ember plastik melalui pipa 1 inci menggunakan stop kran sehingga diatur kecapatan alir masuk 600 ml/menit dibiarkan mengalir selama 2 jam. Setelah itu media diadukan kembali menggunakan kayu untuk membuang sisa hasil pembusukan. Pada bagian inlet wadah diberikan aerasi.

Tebar bibit
Setelah 4 hari perendaman ember plastik yang memiliki sumber organik dialiri air secara kontinu dengan bak kultur selama 2 jam untuk membuang sisa-sisa pembusukan setelah itu masukan dalam media bibit Tubifex sp. 200 gr.

Pemeliharaan
Setelah bibit tubifex ditebar dan dialiri air dengan kecapatan 500 sampai 600 ml/menit dengan pemberian earasi dalam bak kultur. Setelah itu di berikan dedak 100 gr setiap 3 hari. Penambahan pupuk organik di ember plastik dilakukan setiap 7 hari dimana pupuk tersebut dibungkus menggunakan kain.

Gambar 2. Budidaya Tubifex SP.

Cara panen
Panen dilakukan menghentikan air masuk dan aerasi, dibiarkan selama 3 jam sampai kelihatan cacing tersebut berkoloni. Cara panen memungutnya dengan tangan menggunakan sarung tangan secara hati-hati kemudian diberikan diwadah plastik dialiri air bersih dengan kecepatan alir 1 liter/menit diamkan selama 1 jam. Kemudian pisahkan kembali cacing tubifex sp. yang dipanen dari sisa sisa lumpur

Masa panen
Panen dilakukan setelah 14 hari masa pemeliharaan diperoleh 300 gr, ditebar kembali 100 gr dan ditambahkan dedak 500 gr, setelah masa pemeliharaan 21 hari masa pemeliharaan diperoleh 400 gr ditebar kembali 100 gr dan hari ke 26 diperoleh 200 gr. Jadi total panen untuk kegiatan ini 700 gr dalam 2178 m2 media.


DAFTAR PUSTAKA

  • Anonim, Manajemen bisnis, Jakarta: Publikasi Departemen Tenaga Kerja RI, 1998
  • Khairuman, dkk ; Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra, agromedia,2008
  • Laksmi Sulmartiwi,dkk; Modifikasi aliran air dalam budidaya tubifex sp sebagai upaya peningkatan mutu warna ikan; Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 5 No. 2 Agustus 2004: 142−149
  • Menegristek Bidang pendayagunaan dan pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pakan Ikan; Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, BAPPENAS.
  • www.maswira.blogspod.com
  • www.ristek.go.id


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Banyuwangi