Rabu, 06 Februari 2019

Pembenihan Ikan Lele Dumbo


Menurut Puspowardoyo dan Siregar (2002), bahwa langkah awal pemijahan lele dumbo adalah persiapan kolam. Persiapan kolam ini meliputi pembangunan bak penampungan air, bak penampungan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur, bak perawatan larva dan kolam pendederan.
Lele Dumbo


a. Bak penampungan induk
Bentuk bak penampungan induk adalah segiempat sama sisi  (bujur sangkar). Sebaiknya, bak penampung induk dibuat secara permanen. Volume efektif bak penampungan induk maksimal 16 m2, yaitu panjang dan lebar bak masing-masing 4 m dan tinggi bak 1 m. Bagian tengah bak penampungan induk dipasang sekat dari jeruji besi atau anyaman bilah bambu dan kawat kasa yang kuat sebagai pemisah antara induk jantan dan induk betina selama dalam penampungan. Kapasitas maksimal bak penampungan induk adalah 200 kg atau setara dengan 300 ekor induk, yakni sekitar 225 ekor induk betina dan 75 ekor induk jantan.
Sekat jeruji besi atau bahan lain dibangun tegak dan melintang dari sisi-sisi yang berseberangan. Pemasangan sekat ini dimaksudkan agar induk jantan dan induk betina dapat ditampung semi-terpisah. Artinya, induk jantan dan induk betina terpisah secara fisik, tetapi masih tercampur dalam media air yang sama. Hal ini sangat membantu dalam meningkatkan rangsangan seksual antara induk jantan dan induk betina sehingga dapat mempercepat  proses kematangan kelamin (gonad) dan mengeliminir pemijahan liar yang tidak menguntungan. Manfaat lain dari penampungan induk semi terpisah adalah memudahkan seleksi (pemilihan) jenis kelamin induk menjelang dipijahkan. Dengan penampungan semi-terpisah ini, seleksi induk jantan dan betina dapat dilakukan secara bergiliran. Induk yang terpilih langsung dipijahkan sedangkan yang tidak terpilih segera dikembalikan lagi.

b. Kolam pemijahan      
Pemijahan lele dumbo bisa dilakukan di kolam tembok yang disediakan secara khusus untuk pemijahan. Meskipun demikian, cara yang lebih murah adalah memanfaatkan plastik terpal yang biasa digunakan untuk tenda. Plastik terpal tersebut dibentuk menyerupai bak, sehingga dapat menampung air. Caranya dengan menyusun sejumlah bata atau batako di sekeliling pinggiran plastik menyerupai tanggul. Ukuran kolam pemijahan, baik tembok maupun plastik terpal tidak terlalu luas. Untuk satu pasang induk lele dumbo yang akan dipijahkan, luasnya sekitar 2 m2  (Khairuman, 2002).
Menurut SNI : 01- 6484.3-2000, menyatakan bahwa untuk wadah kolam pemijahan harus mempunyai kriteria:
1. Konstruksi : tanah atau tembok dengan pematang yang kuat
2. Seluas : disesuaikan dengan padat penebaran
3. Kedalaman air : 0,75  m – 1,5 m
4. Wadah dapat dikeringkan

c. Kolam penetasan telur
Kolam penetasan yang biasa digunakan para petani adalah kolam yang terbuat dari plastik terpal seperti halnya kolam pemijahan. Ukuran kolam penetasan harus lebih besar dari pada ukuran bak pemijahan, karena bak penetasan tersebut sekaligus digunakan sebagai tempat perawatan atau pemeliharaan larva lele dumbo yang baru menetas. Satu ekor induk lele dumbo betina yang beratnya 500 gram, memerlukan luas kolam penetasan sekitar 2 x 3 x 0,25 m (Khairuman dan Amri, 2002).

d. Kolam pendederan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa untuk memudahkan pengelolaan, pendederan sebaiknya dilakukan di bak tembok. Disamping itu, bak pendederan sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung. Caranya dengan memberi pelindung tetap, seperti atap genting dan atap plastik, atau pelindung sementara seperti atap dari daun kelapa. Pelindung ini selain berfungsi menjaga agar sinar matahari tidak langsung menerpa kolam pendederan, juga agar air hujan tidak jatuh langsung ke dalam bak. Dikhawatirkan, jika tidak terlindung, benih lele akan mengalami kematian total akibat fluktuasi atau perubahan suhu secara mendadak. Ukuran bak pendederan antara 5-10 m2 dilengkapi pintu pemasukan dan pengeluaran air. Ketinggian air di kolam pendederan cukup 20-30 cm. Karena lele menyukai tempat yang gelap, sebaiknya disediakan tempat berlindung seperti tanaman air berupa enceng gondok, potongan – potongan bambu, atau potongan paralon. 

Pemijahan
A. Persiapan Kolam Pemijahan     
            Sebelum kolam digunakan untuk tempat pemijahan, terlebih dahulu kolam harus dikeringkan selama 2 – 3 hari agar induk yang dipijahkan dapat terangsang. Bila telah dikeringkan, kolam dapat diisi dengan air. Namun, sebelumnya kolam diberi hapa dari kain terilin dengan panjang dan lebarnya sesuai ukuran kolam. Bila tidak ingin diberi hapa, sepertiga bagian dasar bak harus diberi alat penempel telur berupa ijuk. Agar lele tidak dapat meloncat ke luar, bagian atas kolam diberi penutup dari kawat kasa (Prihartono et al., 1999).

B. Seleksi Induk
Induk Lele betina yang matang gonad mempunyai ciri seperti sebagai berikut perutnya membesar dan lembek, bila perutnya ditekan kearah anus maka akan keluar telur dan pada induk jantan yang telah matang gonad bila perutnya ditekan ke arah anus maka akan keluar cairan putih kental. Induk-induk untuk pemijahan hendaknya dipilih yang benar-benar telah matang telur  dan siap dipijahkan (Suyanto, 1986).
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa tidak semua induk lele yang dipelihara dapat dipijahkan. Hal ini disebabkan karena tidak semua induk sudah matang kelamin dan siap dipijahkan. Karenanya, sebelum pemijahan induk betina maupun jantan dipilih yang sesuai dengan persyaratan. Untuk dapat membedakan antara induk jantan dan betina seorang petani terlebih dahulu harus mengetahui perbedaan antara induk betina dan jantan.
Simanjuntak (1985), menyatakan bahwa induk jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah terutama ikan lele yang sudah matang atau dewasa. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan pengalaman dari para ahli yang sudah lama berkecimpung dalam beternak ikan lele, tanda-tanda jenis kelamin ikan lele tersebut adalah sebagai berikut :

Ikan Lele Betina
- Alat kelaminnya berbentuk bulat telur, terletak di dekat lubang dubur
- Pada waktu musim pemijahan,bentuk perutnya menjadi lebih besar dari biasanya karena berisi telur dan jika diraba akan terasa kenyal atau lembek.
- Bila perut dipijat (diurut) dari atas ke bawah, akan keluar telur berwarna kuning kecoklat-coklatan.
- Ukuran kepala lebih besar
- Kulitnya lebih halus dan licin
- Warna badannya kuning keputih-putihan atau lebih cerah dari biasanya
-Pada sirip punggungnya tidak dijumpai titik-titik berwarna hitam

Ikan Lele Jantan
- Alat kelaminnya  meruncing, terletak di dekat lubang dubur
- Pada waktu musim pemijahan, jika perut diurut (dipijat) akan keluar cairan sperma (mani) berwarna keputih-putihan seperti lendir
- Ukuran kepalanya lebih kecil
- Warna badannya lebih gelap
- Pada sirip punggungnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam
- Perbedaan alat kelamin ikan lele betina dan jantan menurut Hernowo dan Rachmatun (2004) yaitu pada ikan lele jantan alat kelamin tampak jelas, meruncing. Sedangkan pada ikan lele betina tonjolan alat kelamin membulat dan kemerahan. 

Menurut Soetomo (2000), bahwa induk yang dipilih sebaiknya yang telah biasa dipelihara di kolam. Perawatan ditujukan agar induk selalu dalam keadaan sehat, mempunyai vitalitas tinggi dan menghasilkan keturunan yang sehat. Induk yang telah berumur 1 tahun lebih dengan berat minimal 150 gram dapat dipijahkan sampai ia berumur 5 tahun dengan interval 2 bulan sekali.
            Induk yang berkualitas perlu dilakukan untuk kegiatan pembesaran. Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam penyediaan induk adalah :
Jenis induk menentukan sifat yang kita harapkan dari keturunan.
Umur jangan terlalu muda atau terlalu tua saat induk mulai dipijahkan. Umur yang cukup pada ikan lele untuk mulai dipijahkan adalah 1 tahun.
Berat mencirikan pertumbuhan dari induk yang digunakan. Berat minimal intuk ikan lele saat mulai dipijahkan adalah 700 gram. Selain itu berat juga berhubungan dengan jumlah hormon yang digunakan pada pemijahan dengan penggunaan perangsangan serta penanganannya (Jauhari dan Maskur, 2006).
Menurut SNI : 01-6484.1-2000, bahwa persyaratan induk lele adalah :

Kriteria Kualitatif
Asal : hasil pembesaran benih sebar berasal dari induk berkelas
Warna : bagian atas kepala berwarna hijau kehitaman, bagian punggung atas sampai pangkal ekor berwarna hijau kecoklatan dengan loreng berwarna coklat kehitaman, mulai kepala bagian bawah sampai ke pangkal ekor berwarna putih keruh.
Bentuk tubuh : bagian kepala pipih horizontal, bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal.
Kesehatan : anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
Gerakan : lamban dan jinak

Kriteria Kuantitatif
Umur induk jantan 8 – 12 bulan, betina 12 – 15 bulan.
Panjang standar jantan 40 – 45 cm, betina 38 – 40 cm.
Bobot badan pertama matang gonad jantan 500 – 750 g/ekor, betina  400 – 500 g/ekor.
Fekunditas 50.000 – 100.000 butir/kg bobot tubuh.
Diameter telur 1,4 – 1,5 mm.
Cara menentukan kematangan gonad adalah sebagai berikut:
Cara menentukan kematangan gonad ikan jantan dilakukan dengan melihat urogenitalnya. Ikan jantan yang telah matang gonad ditandai dengan urogenitalnya yang memerah dan meruncing serta panjang sudah melampaui pangkal sirip ekor.
Cara menentukan kematangan gonad ikan betina adalah dengan meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan telur yang berwarna hijau kekuningan.

C. Pengelolaan Induk
Pemeliharaan dan perawatan calon induk dan induk–induk lele harus diusahakan agar induk selalu dalam keadaan sehat, tidak mudah terserang penyakit, vitalitasnya tinggi, supaya dapat menghasilkan keturunan yang sehat. Untuk tujuan tersebut caranya ialah :
Mengatur air kolam agar sering diganti, walaupun air pemasukan tidak perlu terlalu deras. Debit air 5 – 6 liter per menit sudah mencukupi untuk menyegarkan lingkungan hidup ikan lele.
Makanan yang bermutu baik dan dalam jumlah yang cukup. Makanan bagi lele berupa makanan alami dan makanan tambahan            (Rachmatun, 1986).
Menurut Hernowo dan Suyanto (1999), bahwa induk lele memerlukan pakan berkadar protein tinggi untuk pembentukan telurnya maka pakan alami saja diperkirakan tidak cukup dan harus diberi pakan tambahan yang kaya protein hewani. Pakan tersebut dapat berupa pellet buatan pabrik yang khusus untuk induk. Pakan ini mengandung kadar protein 40% dilengkapi dengan asam lemak esensial (asal dari minyak ikan) dan vitamin-vitamin E, D, B kompleks dan C. Karena harganya yang cukup mahal maka pemberiannya cukup sebagai pelengkap saja, yaitu seminggu sebanyak 5% dari berat seluruh ikan yang dipelihara. Sementara dalam kesehariannya, induk diberi pakan tambahan berupa cacahan siput air (bekicot), ataupun sisa-sisa hewan ternak yang dipotong, misalnya bagian usus ayam potong  yang biasanya dibuang saja. Bahkan bangkai ayam pun dapat diberikan kepada lele.

D. Teknik Pemijahan
1. Pemijahan Buatan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa untuk merangsang induk lele dumbo agar memijah sesuai dengan yang diharapkan, sebelumnya induk harus disuntik dengan menggunakan zat perangsang berupa kelenjar hipofisa atau HCG (human chorionic gonadotropin). Kelenjar hipofisa dapat diambil dari donor lele dumbo atau menggunakan kelenjar hipofisa dari ikan mas yang telah matang kelamin dan telah berumur minimum 12 bulan. Jika menggunakan HCG, di pasaran HCG dapat dibeli dengan merek Ovaprim. Namun, jika menggunakan Ovaprim, dosisnya sebanyak 0,5 cc/kg induk yang akan dipijahkan. Penyuntikan dengan menggunakan kelenjar  hipofisa cukup satu dosis. Artinya, ikan donor yang akan diambil kelenjar hipofisanya, beratnya sama dengan induk lele dumbo yang akan disuntik.
Kegunaan teknik hipofisa yang disusul dengan fertilisasi buatan itu ialah:
Memungkinkan diperoleh hibrida dari dua species yang tidak mau kawin dengan sendirinya secara alami.
Memungkinkan dikawinkannya dua induk dari satu species yang dipelihara pada lingkungan hidup yang berbeda dari alam aslinya.
Untuk mengadakan pengaturan dalam memproduksi benih ikan, agar memungkinkan diproduksi benih di luar musim pemijahan yang lazim/alamiah.
Untuk dapat diproduksi benih ikan sebanyak yang dikehendaki oleh orang, yaitu telur–telur dapat dibuahi, ditetaskan, selanjutnya diipuk dan dibesarkan secara terkontrol (terkendali) bebas dari gangguan hama, penyakit, supaya kelangsungan hidupnya tinggi (Rachmatun, 1986).
Menurut Prihartono et al., (1999), menyatakan bahwa pemijahan buatan atau kawin suntik pada lele dumbo ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu pemeliharaan induk, pemberokan, penyuntikan, penetasan telur dan pemeliharaan larva.
Penyuntikan dilakukan secara intramaskular (melalui otot) pada bagian punggung. Setelah disuntik, induk biasanya akan memijah. Cara memijah dari induk ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induce spawning dan streeping. Induce spawning merupakan pemijahan yang dilakukan dalam bak berukuran       3 m x 4 m dengan tinggi 1 m. Di dalam bak tersebut dipasangkan hapa halus. Selanjutnya induk jantan dan betina yang sudah disuntik dimasukkan ke dalam hapa pada sore hari. Dengan cara ini induk akan memijah dengan sendirinya.
Penyuntikan harus dilakukan pada pagi atau sore hari. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung atau bagian daging lele dumbo yang paling tebal dengan kemiringan lebih kurang 45o sedalam 2 cm  (Khairuman dan Amri, 2002).
Sementara pemijahan dengan induce spawning yaitu induk jantan dan induk betina pada pemijahan ini harus dipisahkan.  Setelah 10 – 12 jam dari penyuntikan, induk betina siap di  streeping (pengurutan perut ke arah lubang kelamin). Namun sebelumnya, larutan sperma harus sudah disiapkan dahulu. Telur yang keluar selanjutnya ditampung dalam wadah plastik dan pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan sperma sambil diaduk–aduk hingga marata. Pengadukan dilakukan hati–hati dengan bulu ayam. Bila telur banyak mengandung darah, bilas campuran telur dan sperma tersebut dengan pemberian sodium klorid. Darah yang sudah terpisah dibuang. Pembilasan ini dapat dilakukan berulang–ulang sampai bersih sehingga telur siap ditetaskan (Prihartono et al., 1999).

2. Pemijahan Alami
Menurut Simanjuntak (1985), bahwa maksud dari pemijahan secara tradisional ini adalah mengawinkan induk lele di dalam kolam–kolam khusus untuk pemijahan. Usaha ini dilakukan guna memperoleh benih ikan lele secara lebih teratur sehingga proses pembudidayaannya pun dapat berlangsung terus.
Setelah kolam pemijahan siap, induk lele dumbo yang sudah matang gonad dapat dimasukkan ke dalamnya. Waktu terbaik memasukkan induk adalah siang atau malam hari. Induk jantan dan betina yang digunakan harus berukuran sama. Dalam satu bak dapat diisi sebanyak satu pasang induk (Prihartono et al., 1999).
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa induk lele dumbo jantan dan betina yang telah matang kelamin dilepaskan ke dalam kolam pemijahan sekitar pukul 10.00. Agar induk lele dumbo yang sedang dipijahkan tidak meloncat keluar, bagian atas kolam pemijahan ditutup papan, triplek, atau bilah bambu. Induk akan memiijah pada malam hari menjelang pagi hari, biasanya pukul 24.00 – 04.00. Selama proses pemijahan berlangsung, secara bersamaan induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan mengeluarkan spermanya. Pembuahan akan terjadi di luar tubuh induk atau di dalam air. Salah satu kelemahan dari cara yang dilakukan petani ini adalah antara lain ketidakpastian induk untuk memijah. Kadang–kadang dalam satu malam, induk langsung memijah, kadang–kadang pada malam kedua, bahkan sering kali ditemui induk tidak mau memijah sama sekali walaupun telah dibiarkan di tempat pemijahan selama beberapa malam. Ketidakpastian pemijahan tersebut disebabkan tingkat kematangan induk dan persiapan tempat pemijahan atau manipulasi lingkungan yang kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh induk lele dumbo.
Setelah menetas, anak lele atau larva dipelihara dalam bak tersebut selama  3 – 4 hari, pada tubuh larva akan terjadi perubahan warna dari coklat sampai berwarna hitam. Pada kondisi tersebut biasanya anak lele sudah kuat untuk dipelihara dalam kolam pendederan. Pemijahan lele dumbo secara alami ini dapat dilakukan lebih dari sepasang induk. Namun, ukuran baknya harus lebih luas. Luas bak tersebut harus sebanding dengan banyaknya induk yang akan dilepas (Prihartono et al., 1999).

Penetasan Telur
Setelah induk lele dumbo selesai memijah, keesokan harinya telur–telur yang telah menempel di kakaban diangkat secara hati–hati dan dipindahkan ke kolam penetasan. Kakaban diletakkan dengan posisi rata dan semua permukaan kakaban harus terendam di dalam air. Hal ini dimaksudkan agar seluruh telur lele dumbo juga ikut terendam. Jika ada telur tidak terendam air, dapat dipastikan telur tersebut tidak akan menetas. Selama proses penetasan, harus dilakukan pengontrolan guna mencegah binatang liar, seperti kodok atau ular, masuk ke dalam kolam penetasan, yang dapat memangsa telur atau benih lele dumbo yang sedang ditetaskan tersebut (Khairuman dan Amri, 2002).
Lele dumbo juga sama dengan lele lokal. Masa hidupnya mengalami          5 fase, yaitu embrionik (fase 1), larva/benih (fase 2), juvenil (fase 3), dewasa    (fase 4), dan masa tua (fase 5). Pada fase 1 dan 2, yaitu fase embrionik sampai membentuk larva/benih adalah saat telur berbentuk bulat dengan diameter antara 1,3 – 1,6 mm dan menetas setelah 1 – 2 hari. Kuning telur berwarna terang dan segera menetas menjadi embrio transparan. Untuk telur berdiameter 1,2 mm akan menetas setelah ± 30 jam, sedangkan yang berukuran 1,6 mm lebih akan menetas dalam waktu ± 18 jam. Dari mulai pembuahan sampai menetas membutuhkan suhu air antara 25 – 30o C. Pada fase 1 dan 2 dibutuhkan lingkungan terkontrol. Karena pada fase ini merupakan tahap paling kritis. Segala hal yang berkenaan dengan lingkungan harus diperhatikan agar perkembangan benih berlangsung sebagaimana mestinya (Indrawan, 1996).
Lele dumbo yang telah menetas dapat dilihat di permukaan dasar kolam penetasan. Benih–benih akan berkumpul di dasar bak dengan warna hijau, hitam, atau kecoklat–coklatan. Setelah telur–telur lele dumbo menetas, kakaban harus diangkat secara hati–hati. Jika pengangkatan kakaban terlambat dilakukan, telur–telur yang tidak menetas akan membusuk dan menyebabkan kualitas air menurun, yang pada akhirnya membahayakan keselamatan benih yang baru menetas (Khairuman dan Amri, 2002).

Pemeliharaan Larva
Indrawan (1996), menyatakan bahwa setelah menetas benih akan menyerap makanan yang tersimpan dalam kantong kuning telur yang dibawanya sejak lahir. Lalu setelah umur 2 hari benih akan membentuk dengan ditandai keluarnya sungut – sungut kecil. Persediaan makanan pada kuning telur akan segera habis setelah ± 4 hari. Setelah itu benih membutuhkan makanan dari luar yang sesuai dengan bukaan mulut dan kekuatan pencernaannya. Makanan yang cocok adalah jenis makanan hidup karena tidak akan mengalami pembusukan.
Pakan tambahan yang paling cocok adalah pakan alami atau pakan hidup berupa plankton. Salah satunya adalah kutu air atau lebih dikenal dengan sebutan Daphnia sp. Di samping kutu air, pakan alami lain yang cocok untuk benih ikan lele dumbo adalah cacing sutera (Khairuman dan Amri, 2002).
Menurut Soetomo (2000), bahwa ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva, yakni :
1. Faktor air
Faktor–faktor yang perlu diperhatikan yang berhubungan dengan air antara lain: debit air, suhu, kejernihan, oksigen, amoniak dan derajat keasaman (pH).
2. Faktor makanan
Faktor yang berhubungan dengan makanan perlu diperhatikan. Makanan bagi ikan lele yang baru menetas adalah dari persediaan makanan yang tersimpan dalam kantong kuning telur sampai berumur 5 hari.
Makanan alami Rotifera adalah makanan yang sangat kecil ukurannya, sehingga dapat dimakan oleh larva dan benih ikan lele dewasa. Yang kedua adalah makanan alami Daphnia sp. Bibit ikan lele dalam fase larva membutuhkan makanan alami yang banyak proteinnya, untuk pertumbuhannya. Daphnia sp adalah makanan alam yang tinggi nilai gizinya. Dhapnia diberikan pada burayak pada saat benih berumur 2 minggu setelah telur menetas. Diberikan sebanyak 2 kali/hari.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Banyuwangi