Menurut Puspowardoyo dan Siregar (2002),
bahwa langkah awal pemijahan lele dumbo adalah persiapan kolam. Persiapan kolam
ini meliputi pembangunan bak penampungan air, bak penampungan induk, bak
pemijahan, bak penetasan telur, bak perawatan larva dan kolam pendederan.
Lele Dumbo |
a. Bak
penampungan induk
Bentuk bak penampungan induk adalah
segiempat sama sisi (bujur sangkar).
Sebaiknya, bak penampung induk dibuat secara permanen. Volume efektif bak
penampungan induk maksimal 16 m2, yaitu panjang dan lebar bak masing-masing 4 m
dan tinggi bak 1 m. Bagian tengah bak penampungan induk dipasang sekat dari
jeruji besi atau anyaman bilah bambu dan kawat kasa yang kuat sebagai pemisah
antara induk jantan dan induk betina selama dalam penampungan. Kapasitas
maksimal bak penampungan induk adalah 200 kg atau setara dengan 300 ekor induk,
yakni sekitar 225 ekor induk betina dan 75 ekor induk jantan.
Sekat jeruji besi atau bahan lain
dibangun tegak dan melintang dari sisi-sisi yang berseberangan. Pemasangan
sekat ini dimaksudkan agar induk jantan dan induk betina dapat ditampung
semi-terpisah. Artinya, induk jantan dan induk betina terpisah secara fisik,
tetapi masih tercampur dalam media air yang sama. Hal ini sangat membantu dalam
meningkatkan rangsangan seksual antara induk jantan dan induk betina sehingga
dapat mempercepat proses kematangan
kelamin (gonad) dan mengeliminir pemijahan liar yang tidak menguntungan.
Manfaat lain dari penampungan induk semi terpisah adalah memudahkan seleksi
(pemilihan) jenis kelamin induk menjelang dipijahkan. Dengan penampungan
semi-terpisah ini, seleksi induk jantan dan betina dapat dilakukan secara
bergiliran. Induk yang terpilih langsung dipijahkan sedangkan yang tidak
terpilih segera dikembalikan lagi.
b. Kolam
pemijahan
Pemijahan lele dumbo bisa dilakukan di
kolam tembok yang disediakan secara khusus untuk pemijahan. Meskipun demikian,
cara yang lebih murah adalah memanfaatkan plastik terpal yang biasa digunakan
untuk tenda. Plastik terpal tersebut dibentuk menyerupai bak, sehingga dapat
menampung air. Caranya dengan menyusun sejumlah bata atau batako di sekeliling
pinggiran plastik menyerupai tanggul. Ukuran kolam pemijahan, baik tembok
maupun plastik terpal tidak terlalu luas. Untuk satu pasang induk lele dumbo
yang akan dipijahkan, luasnya sekitar 2 m2
(Khairuman, 2002).
Menurut SNI : 01- 6484.3-2000,
menyatakan bahwa untuk wadah kolam pemijahan harus mempunyai kriteria:
1. Konstruksi : tanah atau tembok dengan
pematang yang kuat
2. Seluas : disesuaikan dengan padat
penebaran
3. Kedalaman air : 0,75 m – 1,5 m
4. Wadah dapat dikeringkan
c. Kolam
penetasan telur
Kolam penetasan yang biasa digunakan
para petani adalah kolam yang terbuat dari plastik terpal seperti halnya kolam
pemijahan. Ukuran kolam penetasan harus lebih besar dari pada ukuran bak
pemijahan, karena bak penetasan tersebut sekaligus digunakan sebagai tempat perawatan
atau pemeliharaan larva lele dumbo yang baru menetas. Satu ekor induk lele
dumbo betina yang beratnya 500 gram, memerlukan luas kolam penetasan sekitar 2
x 3 x 0,25 m (Khairuman dan Amri, 2002).
d. Kolam
pendederan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa
untuk memudahkan pengelolaan, pendederan sebaiknya dilakukan di bak tembok.
Disamping itu, bak pendederan sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung.
Caranya dengan memberi pelindung tetap, seperti atap genting dan atap plastik,
atau pelindung sementara seperti atap dari daun kelapa. Pelindung ini selain
berfungsi menjaga agar sinar matahari tidak langsung menerpa kolam pendederan,
juga agar air hujan tidak jatuh langsung ke dalam bak. Dikhawatirkan, jika
tidak terlindung, benih lele akan mengalami kematian total akibat fluktuasi
atau perubahan suhu secara mendadak. Ukuran bak pendederan antara 5-10 m2
dilengkapi pintu pemasukan dan pengeluaran air. Ketinggian air di kolam
pendederan cukup 20-30 cm. Karena lele menyukai tempat yang gelap, sebaiknya
disediakan tempat berlindung seperti tanaman air berupa enceng gondok, potongan
– potongan bambu, atau potongan paralon.
Pemijahan
A. Persiapan
Kolam Pemijahan
Sebelum
kolam digunakan untuk tempat pemijahan, terlebih dahulu kolam harus dikeringkan
selama 2 – 3 hari agar induk yang dipijahkan dapat terangsang. Bila telah
dikeringkan, kolam dapat diisi dengan air. Namun, sebelumnya kolam diberi hapa
dari kain terilin dengan panjang dan lebarnya sesuai ukuran kolam. Bila tidak
ingin diberi hapa, sepertiga bagian dasar bak harus diberi alat penempel telur
berupa ijuk. Agar lele tidak dapat meloncat ke luar, bagian atas kolam diberi
penutup dari kawat kasa (Prihartono et al., 1999).
B. Seleksi
Induk
Induk Lele betina yang matang gonad
mempunyai ciri seperti sebagai berikut perutnya membesar dan lembek, bila
perutnya ditekan kearah anus maka akan keluar telur dan pada induk jantan yang
telah matang gonad bila perutnya ditekan ke arah anus maka akan keluar cairan
putih kental. Induk-induk untuk pemijahan hendaknya dipilih yang benar-benar
telah matang telur dan siap dipijahkan (Suyanto,
1986).
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa
tidak semua induk lele yang dipelihara dapat dipijahkan. Hal ini disebabkan
karena tidak semua induk sudah matang kelamin dan siap dipijahkan. Karenanya,
sebelum pemijahan induk betina maupun jantan dipilih yang sesuai dengan
persyaratan. Untuk dapat membedakan antara induk jantan dan betina seorang
petani terlebih dahulu harus mengetahui perbedaan antara induk betina dan
jantan.
Simanjuntak (1985), menyatakan bahwa
induk jantan dan betina dapat dibedakan dengan mudah terutama ikan lele yang
sudah matang atau dewasa. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan
pengalaman dari para ahli yang sudah lama berkecimpung dalam beternak ikan
lele, tanda-tanda jenis kelamin ikan lele tersebut adalah sebagai berikut :
Ikan Lele
Betina
- Alat kelaminnya berbentuk bulat telur,
terletak di dekat lubang dubur
- Pada waktu musim pemijahan,bentuk
perutnya menjadi lebih besar dari biasanya karena berisi telur dan jika diraba
akan terasa kenyal atau lembek.
- Bila perut dipijat (diurut) dari atas
ke bawah, akan keluar telur berwarna kuning kecoklat-coklatan.
- Ukuran kepala lebih besar
- Kulitnya lebih halus dan licin
- Warna badannya kuning keputih-putihan
atau lebih cerah dari biasanya
-Pada sirip punggungnya tidak dijumpai
titik-titik berwarna hitam
Ikan
Lele Jantan
- Alat kelaminnya meruncing, terletak di dekat lubang dubur
- Pada waktu musim pemijahan, jika perut
diurut (dipijat) akan keluar cairan sperma (mani) berwarna keputih-putihan
seperti lendir
- Ukuran kepalanya lebih kecil
- Warna badannya lebih gelap
- Pada sirip punggungnya terdapat
bintik-bintik berwarna hitam
- Perbedaan alat kelamin ikan lele
betina dan jantan menurut Hernowo dan Rachmatun (2004) yaitu pada ikan lele
jantan alat kelamin tampak jelas, meruncing. Sedangkan pada ikan lele betina
tonjolan alat kelamin membulat dan kemerahan.
Menurut Soetomo (2000), bahwa induk yang
dipilih sebaiknya yang telah biasa dipelihara di kolam. Perawatan ditujukan
agar induk selalu dalam keadaan sehat, mempunyai vitalitas tinggi dan
menghasilkan keturunan yang sehat. Induk yang telah berumur 1 tahun lebih
dengan berat minimal 150 gram dapat dipijahkan sampai ia berumur 5 tahun dengan
interval 2 bulan sekali.
Induk
yang berkualitas perlu dilakukan untuk kegiatan pembesaran. Beberapa kriteria
yang perlu diperhatikan dalam penyediaan induk adalah :
Jenis induk menentukan sifat yang kita
harapkan dari keturunan.
Umur jangan terlalu muda atau terlalu
tua saat induk mulai dipijahkan. Umur yang cukup pada ikan lele untuk mulai
dipijahkan adalah 1 tahun.
Berat mencirikan pertumbuhan dari induk
yang digunakan. Berat minimal intuk ikan lele saat mulai dipijahkan adalah 700
gram. Selain itu berat juga berhubungan dengan jumlah hormon yang digunakan
pada pemijahan dengan penggunaan perangsangan serta penanganannya (Jauhari dan
Maskur, 2006).
Menurut SNI : 01-6484.1-2000, bahwa
persyaratan induk lele adalah :
Kriteria
Kualitatif
Asal : hasil pembesaran benih sebar berasal
dari induk berkelas
Warna : bagian atas kepala berwarna
hijau kehitaman, bagian punggung atas sampai pangkal ekor berwarna hijau
kecoklatan dengan loreng berwarna coklat kehitaman, mulai kepala bagian bawah
sampai ke pangkal ekor berwarna putih keruh.
Bentuk tubuh : bagian kepala pipih horizontal,
bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal.
Kesehatan : anggota atau organ tubuh
lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak
cacat (rusak), tubuh tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak
bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
Gerakan : lamban dan jinak
Kriteria
Kuantitatif
Umur induk jantan 8 – 12 bulan, betina
12 – 15 bulan.
Panjang standar jantan 40 – 45 cm,
betina 38 – 40 cm.
Bobot badan pertama matang gonad jantan
500 – 750 g/ekor, betina 400 – 500
g/ekor.
Fekunditas 50.000 – 100.000 butir/kg
bobot tubuh.
Diameter telur 1,4 – 1,5 mm.
Cara menentukan kematangan gonad adalah
sebagai berikut:
Cara menentukan kematangan gonad ikan
jantan dilakukan dengan melihat urogenitalnya. Ikan jantan yang telah matang
gonad ditandai dengan urogenitalnya yang memerah dan meruncing serta panjang
sudah melampaui pangkal sirip ekor.
Cara menentukan kematangan gonad ikan
betina adalah dengan meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila
diurut ke arah anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan
telur yang berwarna hijau kekuningan.
C. Pengelolaan
Induk
Pemeliharaan dan perawatan calon induk
dan induk–induk lele harus diusahakan agar induk selalu dalam keadaan sehat,
tidak mudah terserang penyakit, vitalitasnya tinggi, supaya dapat menghasilkan
keturunan yang sehat. Untuk tujuan tersebut caranya ialah :
Mengatur air kolam agar sering diganti,
walaupun air pemasukan tidak perlu terlalu deras. Debit air 5 – 6 liter per
menit sudah mencukupi untuk menyegarkan lingkungan hidup ikan lele.
Makanan yang bermutu baik dan dalam
jumlah yang cukup. Makanan bagi lele berupa makanan alami dan makanan tambahan (Rachmatun, 1986).
Menurut Hernowo dan Suyanto (1999),
bahwa induk lele memerlukan pakan berkadar protein tinggi untuk pembentukan
telurnya maka pakan alami saja diperkirakan tidak cukup dan harus diberi pakan
tambahan yang kaya protein hewani. Pakan tersebut dapat berupa pellet buatan
pabrik yang khusus untuk induk. Pakan ini mengandung kadar protein 40%
dilengkapi dengan asam lemak esensial (asal dari minyak ikan) dan
vitamin-vitamin E, D, B kompleks dan C. Karena harganya yang cukup mahal maka
pemberiannya cukup sebagai pelengkap saja, yaitu seminggu sebanyak 5% dari
berat seluruh ikan yang dipelihara. Sementara dalam kesehariannya, induk diberi
pakan tambahan berupa cacahan siput air (bekicot), ataupun sisa-sisa hewan
ternak yang dipotong, misalnya bagian usus ayam potong yang biasanya dibuang saja. Bahkan bangkai
ayam pun dapat diberikan kepada lele.
D. Teknik
Pemijahan
1. Pemijahan
Buatan
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa
untuk merangsang induk lele dumbo agar memijah sesuai dengan yang diharapkan,
sebelumnya induk harus disuntik dengan menggunakan zat perangsang berupa
kelenjar hipofisa atau HCG (human chorionic gonadotropin). Kelenjar hipofisa
dapat diambil dari donor lele dumbo atau menggunakan kelenjar hipofisa dari
ikan mas yang telah matang kelamin dan telah berumur minimum 12 bulan. Jika
menggunakan HCG, di pasaran HCG dapat dibeli dengan merek Ovaprim. Namun, jika
menggunakan Ovaprim, dosisnya sebanyak 0,5 cc/kg induk yang akan dipijahkan. Penyuntikan
dengan menggunakan kelenjar hipofisa
cukup satu dosis. Artinya, ikan donor yang akan diambil kelenjar hipofisanya,
beratnya sama dengan induk lele dumbo yang akan disuntik.
Kegunaan teknik hipofisa yang disusul
dengan fertilisasi buatan itu ialah:
Memungkinkan diperoleh hibrida dari dua
species yang tidak mau kawin dengan sendirinya secara alami.
Memungkinkan dikawinkannya dua induk
dari satu species yang dipelihara pada lingkungan hidup yang berbeda dari alam
aslinya.
Untuk mengadakan pengaturan dalam
memproduksi benih ikan, agar memungkinkan diproduksi benih di luar musim
pemijahan yang lazim/alamiah.
Untuk dapat diproduksi benih ikan
sebanyak yang dikehendaki oleh orang, yaitu telur–telur dapat dibuahi,
ditetaskan, selanjutnya diipuk dan dibesarkan secara terkontrol (terkendali)
bebas dari gangguan hama, penyakit, supaya kelangsungan hidupnya tinggi
(Rachmatun, 1986).
Menurut Prihartono et al., (1999), menyatakan
bahwa pemijahan buatan atau kawin suntik pada lele dumbo ini dibagi dalam
beberapa tahap, yaitu pemeliharaan induk, pemberokan, penyuntikan, penetasan
telur dan pemeliharaan larva.
Penyuntikan dilakukan secara
intramaskular (melalui otot) pada bagian punggung. Setelah disuntik, induk
biasanya akan memijah. Cara memijah dari induk ini dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu induce spawning dan streeping. Induce spawning merupakan pemijahan
yang dilakukan dalam bak berukuran 3 m x 4 m dengan tinggi 1 m. Di dalam bak
tersebut dipasangkan hapa halus. Selanjutnya induk jantan dan betina yang sudah
disuntik dimasukkan ke dalam hapa pada sore hari. Dengan cara ini induk akan
memijah dengan sendirinya.
Penyuntikan harus dilakukan pada pagi
atau sore hari. Penyuntikan dilakukan pada bagian punggung atau bagian daging
lele dumbo yang paling tebal dengan kemiringan lebih kurang 45o sedalam 2 cm (Khairuman dan Amri, 2002).
Sementara pemijahan dengan induce
spawning yaitu induk jantan dan induk betina pada pemijahan ini harus
dipisahkan. Setelah 10 – 12 jam dari
penyuntikan, induk betina siap di streeping
(pengurutan perut ke arah lubang kelamin). Namun sebelumnya, larutan sperma
harus sudah disiapkan dahulu. Telur yang keluar selanjutnya ditampung dalam
wadah plastik dan pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan sperma sambil
diaduk–aduk hingga marata. Pengadukan dilakukan hati–hati dengan bulu ayam.
Bila telur banyak mengandung darah, bilas campuran telur dan sperma tersebut dengan
pemberian sodium klorid. Darah yang sudah terpisah dibuang. Pembilasan ini
dapat dilakukan berulang–ulang sampai bersih sehingga telur siap ditetaskan
(Prihartono et al., 1999).
2. Pemijahan
Alami
Menurut Simanjuntak (1985), bahwa maksud
dari pemijahan secara tradisional ini adalah mengawinkan induk lele di dalam
kolam–kolam khusus untuk pemijahan. Usaha ini dilakukan guna memperoleh benih
ikan lele secara lebih teratur sehingga proses pembudidayaannya pun dapat
berlangsung terus.
Setelah kolam pemijahan siap, induk lele
dumbo yang sudah matang gonad dapat dimasukkan ke dalamnya. Waktu terbaik
memasukkan induk adalah siang atau malam hari. Induk jantan dan betina yang
digunakan harus berukuran sama. Dalam satu bak dapat diisi sebanyak satu pasang
induk (Prihartono et al., 1999).
Menurut Khairuman dan Amri (2002), bahwa
induk lele dumbo jantan dan betina yang telah matang kelamin dilepaskan ke
dalam kolam pemijahan sekitar pukul 10.00. Agar induk lele dumbo yang sedang
dipijahkan tidak meloncat keluar, bagian atas kolam pemijahan ditutup papan,
triplek, atau bilah bambu. Induk akan memiijah pada malam hari menjelang pagi
hari, biasanya pukul 24.00 – 04.00. Selama proses pemijahan berlangsung, secara
bersamaan induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan mengeluarkan
spermanya. Pembuahan akan terjadi di luar tubuh induk atau di dalam air. Salah
satu kelemahan dari cara yang dilakukan petani ini adalah antara lain
ketidakpastian induk untuk memijah. Kadang–kadang dalam satu malam, induk
langsung memijah, kadang–kadang pada malam kedua, bahkan sering kali ditemui
induk tidak mau memijah sama sekali walaupun telah dibiarkan di tempat
pemijahan selama beberapa malam. Ketidakpastian pemijahan tersebut disebabkan
tingkat kematangan induk dan persiapan tempat pemijahan atau manipulasi
lingkungan yang kurang sesuai dengan yang diharapkan oleh induk lele dumbo.
Setelah menetas, anak lele atau larva
dipelihara dalam bak tersebut selama 3 –
4 hari, pada tubuh larva akan terjadi perubahan warna dari coklat sampai
berwarna hitam. Pada kondisi tersebut biasanya anak lele sudah kuat untuk
dipelihara dalam kolam pendederan. Pemijahan lele dumbo secara alami ini dapat
dilakukan lebih dari sepasang induk. Namun, ukuran baknya harus lebih luas.
Luas bak tersebut harus sebanding dengan banyaknya induk yang akan dilepas
(Prihartono et al., 1999).
Penetasan Telur
Setelah induk lele dumbo selesai
memijah, keesokan harinya telur–telur yang telah menempel di kakaban diangkat
secara hati–hati dan dipindahkan ke kolam penetasan. Kakaban diletakkan dengan
posisi rata dan semua permukaan kakaban harus terendam di dalam air. Hal ini
dimaksudkan agar seluruh telur lele dumbo juga ikut terendam. Jika ada telur
tidak terendam air, dapat dipastikan telur tersebut tidak akan menetas. Selama
proses penetasan, harus dilakukan pengontrolan guna mencegah binatang liar,
seperti kodok atau ular, masuk ke dalam kolam penetasan, yang dapat memangsa
telur atau benih lele dumbo yang sedang ditetaskan tersebut (Khairuman dan
Amri, 2002).
Lele dumbo juga sama dengan lele lokal. Masa
hidupnya mengalami 5 fase, yaitu
embrionik (fase 1), larva/benih (fase 2), juvenil (fase 3), dewasa (fase 4), dan masa tua (fase 5). Pada fase 1
dan 2, yaitu fase embrionik sampai membentuk larva/benih adalah saat telur
berbentuk bulat dengan diameter antara 1,3 – 1,6 mm dan menetas setelah 1 – 2
hari. Kuning telur berwarna terang dan segera menetas menjadi embrio
transparan. Untuk telur berdiameter 1,2 mm akan menetas setelah ± 30 jam,
sedangkan yang berukuran 1,6 mm lebih akan menetas dalam waktu ± 18 jam. Dari
mulai pembuahan sampai menetas membutuhkan suhu air antara 25 – 30o C. Pada
fase 1 dan 2 dibutuhkan lingkungan terkontrol. Karena pada fase ini merupakan
tahap paling kritis. Segala hal yang berkenaan dengan lingkungan harus
diperhatikan agar perkembangan benih berlangsung sebagaimana mestinya
(Indrawan, 1996).
Lele dumbo yang telah menetas dapat
dilihat di permukaan dasar kolam penetasan. Benih–benih akan berkumpul di dasar
bak dengan warna hijau, hitam, atau kecoklat–coklatan. Setelah telur–telur lele
dumbo menetas, kakaban harus diangkat secara hati–hati. Jika pengangkatan
kakaban terlambat dilakukan, telur–telur yang tidak menetas akan membusuk dan
menyebabkan kualitas air menurun, yang pada akhirnya membahayakan keselamatan
benih yang baru menetas (Khairuman dan Amri, 2002).
Pemeliharaan
Larva
Indrawan (1996), menyatakan bahwa
setelah menetas benih akan menyerap makanan yang tersimpan dalam kantong kuning
telur yang dibawanya sejak lahir. Lalu setelah umur 2 hari benih akan membentuk
dengan ditandai keluarnya sungut – sungut kecil. Persediaan makanan pada kuning
telur akan segera habis setelah ± 4 hari. Setelah itu benih membutuhkan makanan
dari luar yang sesuai dengan bukaan mulut dan kekuatan pencernaannya. Makanan
yang cocok adalah jenis makanan hidup karena tidak akan mengalami pembusukan.
Pakan tambahan yang paling cocok adalah
pakan alami atau pakan hidup berupa plankton. Salah satunya adalah kutu air
atau lebih dikenal dengan sebutan Daphnia sp. Di samping kutu air, pakan alami
lain yang cocok untuk benih ikan lele dumbo adalah cacing sutera (Khairuman dan
Amri, 2002).
Menurut Soetomo (2000), bahwa ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva, yakni :
1. Faktor air
Faktor–faktor yang perlu diperhatikan
yang berhubungan dengan air antara lain: debit air, suhu, kejernihan, oksigen,
amoniak dan derajat keasaman (pH).
2. Faktor makanan
Faktor yang berhubungan dengan makanan
perlu diperhatikan. Makanan bagi ikan lele yang baru menetas adalah dari
persediaan makanan yang tersimpan dalam kantong kuning telur sampai berumur 5
hari.
Makanan alami Rotifera adalah makanan
yang sangat kecil ukurannya, sehingga dapat dimakan oleh larva dan benih ikan
lele dewasa. Yang kedua adalah makanan alami Daphnia sp. Bibit ikan lele dalam
fase larva membutuhkan makanan alami yang banyak proteinnya, untuk
pertumbuhannya. Daphnia sp adalah makanan alam yang tinggi nilai gizinya.
Dhapnia diberikan pada burayak pada saat benih berumur 2 minggu setelah telur
menetas. Diberikan sebanyak 2 kali/hari.
Firman Pra Setia Nugraha,
S.St.Pi
Penyuluh
Perikanan Kab. Banyuwangi