Kamis, 15 November 2018

Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang



Induk Lele Sangkuriang

Tujuan utama kegiatan seleksi adalah untuk meningkatkan produksi, yaitu melalui upaya mempertahankan bahkan meningkatkan sifat-sifat yang mendukung peningkatan produksi, diantaranya adalah peningkatan kecepatan tumbuh dan kemampuan bertahan hidup serta tumbuh baik dalam lingkungan pemeliharaan (Sumantadinata, 1982 dalam Nurhidayat et al., 2004).  Menurut Sunarma (2004), menyatakan bahwa ketersediaan benih untuk proses pembesaran tidak terlepas dari ketersediaan induk yang berkualitas.  Induk yang berkualitas mutlak diperlukan sebagai upaya menjamin keberhasilan pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi.  Untuk itu, pengadaan induk yang berkualitas perlu dilakukan.  Sesuai dengan SNI :  01-6484.1-2000, bahwa persyaratan induk lele dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kriteria kualitatif dan kuantitatif Lele Dumbo

No.
Kriteria Kualitatif
Kriteria Kuantitatif
1.     
Berasal dari hasil pembesaran benih sebar berasal dari induk kelas dan dasar (Grand Parent Stock)
Umur induk jantan 8 – 12 bulan, betina1 2 – 15 bulan
2.     
Warna bagian atas kepala berwarna hijau kehitaman, bagian          punggung atas sampai pangkal ekor berwarna hijau kecoklatan dengan loreng berwarna coklat kehitaman, mulai kepala bagian bawah sampai ke pangkal ekor berwarna putih keruh.
Panjang standar jantan      40 – 45 cm, betina      38 – 40 cm.

3.     
Bentuk tubuh bagian kepala pipih horisontal, bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal.
Bobot badan pertama matang gonad jantan       500 – 750 g/ekor, betina                        400 – 500 g/ekor.

4.     
Anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
Fekunditas50.000 – 100.000 butir/kg bobot tubuh.

5.     
Gerakan lamban dan jinak
Diameter telur
1,4 – 1,5 mm

Sedangkan induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad.  Adapun cara menentukan kematangan gonad pada induk betina berdasarkan SNI :  01-6484.1-2000 adalah sebagai berikut :  Ikan jantan yang telah matang gonad ditandai dengan urogenitalnya yang memerah dan meruncing serta panjang sudah melampaui pangkal sirip ekor, sedangkan untuk ikan betina dengan cara meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan telur yang berwarna hijau kekuningan.
Namun, secara praktis hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk pada lantai yang rata dan dengan perabaan pada bagian perut.  Sedangkan untuk induk jantan ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan.  Sedangkan menurut Suyanto (2006), induk lele yang telah matang gonad menunjukkan tanda-tanda yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tanda-tanda kematangan gonad pada induk lele

Kriteria
Jantan
Betina
Warna alat kelamin
Alat kelamin terlihat kemerahan
Alat kelamin kemerahan
Bentuk urogenital
Bentuknya meruncing
Bentuknya membulat
Bentuk tulang kepala
Tulang kepala lebih mendatar (pipih)
Tulang kepala agak cembung
Warna tubuh
Warna dasar tubuhnya hitam, maka warna tersebut akan berubah menjadi lebih hitam
Warna tubuhnya lebih cerah daripada warna biasanya  

Perut
Perut tetap ramping dan bila perut diurut ke arah lubang genital maka akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu

Perut membesar dan bila diurut akan mengeluarkan telur berwarna kuning kehijauan

 

Perbedaan Jantan dan Betina Induk Lele


Pengelolaan Induk

Menurut Hardjamulia (1999) dalam Nurhidayat et al. (2004), bahwa pengelolaan induk yang baik harus meliputi penyediaan kolam dengan kualitas air yang memadai, pemberian pakan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta berupaya memelihara keragaman genetiknya.  Induk Lele Dumbo dipelihara dalam kolam atau bak berukuran (3m x 4m) dengan kepadatan 5 kg/m2.  Setiap hari induk diberikan pakan tambahan berupa pelet dengan dosis 4% dari berat tubuh induk lele (Prihartono et al., 2000).  
Menurut Sunarma (2004), induk ikan Lele Sangkuriang yang akan digunakan dalam kegiatan produksi harus berasal dari induk yang bukan satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya.  Karakteristik tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat.  Persyaratan reproduksi induk betina Lele Sangkuriang antara lain :  umur minimal dipijahkan 1 tahun, berat          0,70-1,0 kg dan panjang standar 25-30 cm.  Sedangkan induk jantan antara lain :  umur   1 tahun, berat 0,5-0,75 kg dan panjang standar 30-35 cm.  
Jumlah induk jantan dan induk betina yang akan dipijahkan disesuaikan dengan rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan.  Pada sistem pemijahan buatan diperlukan banyak jantan sedangkan pada sistem pemijahan alami dan semi alami jumlah jantan dan betina dapat berimbang.  Induk Lele Sangkuriang sebaiknya dipelihara secara terpisah dalam kolam tanah atau bak tembok dengan padat tebar  5 ekor/m2 dengan air mengalir ataupun tergenang.  Pakan yang diberikan berupa pakan komersil dengan kandungan protein di atas 25% dengan jumlah pakan sebanyak 2-3% dari biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari (Sunarma, 2004). 

Pemberokan Dan Penyuntikan

Kegiatan pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk membuang kotoran dan mengurangi kandungan lemak dalam gonad.  Pemberokan dilakukan dalam bak seluas 4-6 m2 dengan tinggi 1 meter selama 1-2 hari.                  
Pada pemijahan semi alami maupun buatan hormon perangsang yang umum digunakan selain ekstrak kelenjar hipofisa adalah ovaprim.  Ekstrak hipofisa yang digunakan dapat berasal dari ikan lele dan ikan mas sebagai ikan donor.  Bila menggunakan larutan hipofisa ikan mas untuk induk betina digunakan sebanyak 2 dosis (1 kg induk membutuhkan 2 kg ikan Mas) sedangkan induk jantan ½ dosis.  Penyuntikan dengan menggunakan ovaprim dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk.  Penyutikan dilakukan satu kali secara intramuskular yaitu pada bagian punggung ikan.  Rentang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur 10-14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk (Sunarma, 2004).

 

Pemijahan

Menurut Sunarma (2004), pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :  pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning), dan pemijahan buatan (induced breeding).  Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan induk betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami dalam bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban.  Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami.  Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan. 
Pada pemijahan buatan, induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan perbandingan 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma dari jantan 0,7 kg).  Pemijahan semi alami dan buatan dapat dilakukan dengan menggunakan hormon perangsang seperti :  ovaprim, ovatide, Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH) dan dapat juga menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa.  Rentang waktu antar penyuntikan dan ovulasi telur adalah 10-14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk.  Menurut Sunarma (2004), prosedur pemijahan buatan adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan ovulasi telur pada induk betina
b. Pengambilan kantung sperma pada ikan jantan
c. Pengenceran sperma pada larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan 1 : 50-100
d. Pengurutan induk betina untuk mengeluarkan telur
e. Pencampuran telur dan sperma secara merata untuk menigkatkan pembuahan (fertilisasi)
f. Penebaran telur yang sudah terbuahi secara merata pada hapa penetasan

 

Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan yang sudah terpasang pada bak.  Bak dan hapa tersebut berukuran (2 x 1 x 0,4)m3 dan telah terisi air setinggi 30 cm.  Cara penebaran telur yaitu, telur diambil dengan bulu ayam lalu disebarkan ke seluruh permukaan hapa hingga merata.  Selanjutnya dalam       2-3 hari telur akan menetas dan larvanya tetap berada dalam hapa selama        4-5 hari atau sampai larva berwarna hitam (Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Sukabumi, 2006).  Menurut Najiyati (2003), telur akan menetas menjadi larva setelah 24–36 jam, larva yang baru menetas akan bergerak di dasar kolam atau melayang di sekitar kakaban.  Sedangkan menurut Sunarma (2004), telur Lele Sangkuriang akan menetas setelah 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu 22-25 oC. 
Menurut Khairuman dan Amri (2002), telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara.  Jika suhu semakin panas (tinggi), telur akan semakin cepat menetas.  Begitu pula sebaliknya, jika suhu turun atau rendah maka telur akan lama menetasnya.  Kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27–30 0C.


DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page 135-161.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.

Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.

Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang (Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004).  Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. 257 Hal.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 356 Hal.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo           Media Pustaka. Jakarta.

Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.

Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya.   Jakarta.

Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J. Trenggana. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.

Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada        Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir         Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.

Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.

Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV. Aneka Ilmu    Anggota IKAPI. Semarang.

Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.

Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

SNI   : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.4-2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Hal. 1-98.

Subandi, M.M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar    Swadaya. Jakarta.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang      (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.    Yogyakarta. Hal. 37-96.

Suyanto, R.S. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama. Edisi 2. 424 Hal.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi

Kamis, 01 November 2018

Mengenal Ikan Jelawat



Dilihat dari segi morfologi bentuk tubuh ikan jelawat memanjang seperti torpedo yang menandakan sebagai perenang cepat, kepala sebelah atas agak mendatar, mulut berukuran sedang, garis leteral tidak terputus dan sisiknya sedang. Tubuh bagian punggung berwarna kelabu kehijauan dan bagian perut putih keperakan. Pada bagian sirip dada dan perut terdapat warna merah. Di alam ikan jelawat dapat mencapai berat 15 kg atau lebih perekornya.
Webert & Beauport (1981) dalam Ondara dan Sunarno (1988) mengklasifikasikan  ikan jelawat sebagai berikut.
Ordo          :Ostariaophysi
Sub Ordo  :Cyprinidae
Kelas         :Teleostei
Sub Kelas :Cyprinidae
Famili        :Cyprinidae
Sub Famili :Cyprinidae
Genus       :Leptobarbus
Spesies     :Leptobarbus hoevani  Blkr 
Sedangkan nama lokal di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung yaitu lemak/klemak, manjuhan di Kalimantan Tengah, sultan di Malaysia dan Pla Ba di Thailand. Namun saat berukuran kecil antara 10 - 20 cm di namakan jelejar di Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung.
Ikan Jelawat

Habitat
Dijelaskan oleh Atmaja Hardjamulia (1992), ikan jelawat banyak ditemui dimuara-muara sungai dan daerah genangan air kawasan tengah hingga hilir, bahkan muara sungai. Habitat yang disukainya adalah anak-anak sungai yang berlubuk dan berhutan dibagian pinggirnya. Buah-buahan serta biji-bijian dan dedaunan yang lembut  dari pohon dipinggir perairan menjadi sumber makanannya. Selain itu, tumbuhan air juga merupakan makanan ikan jelawat ukuran besar. Untuk anakannya banyak dijumpai di daerah genangan, dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada saat air menyusut, anakan ikan jelawat secara bergerombol beruaya kearah bagian hulu dari sungai. Ikan jelawat dapat hidup pada pH 5 – 7, oksigen terlarut 5 – 7 ppm dan suhu 25 - 37°C serta diperairan subur hingga sedang. 
Di Indonesia ikan jelawat tersebar diperairan – perairan sungai dan daerah genangan atau rawa di Kalimantan dan Sumatera. Penyebarannya juga merata di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam, Thailand, Malaysia dan Kamboja.
Kebiasaan Makan dan Makanan
Secara umum ikan jelawat bersifat omnivora atau pemakan segala. Namun sebenarnya ia lebih cenderung herbivora. Vaas, Sachlan dan Wirraatmaja dalam Atmaja Hardjamulia (1992) menyebutkan, didalam usus ditemukan biji-bijian, buah-buahan dan tumbuhan air. Sedang didalam usus benih jelawat ditemukan berbagai jenis plankton, algae dan larva serangga air.
Dalam lingkungan pemeliharaan yang terkontrol, ikan jelawat juga menyantap makanan buatan berbentuk pellet. Bahkan mau memakan singkong, daun singkong dan usus ayam.
Dari bentuk mulut dapat diketahui bahwa ikan jelawat menyenangi makanan yang melayang. Cara makannya dengan menyambar meski terkadang gerakannya dalam mengambil makanan agak lambat. Namun demikian jenis ikan ini biasa pula mengambil makanan yang berada di dasar perairan.
Tingkat Kematangan Gonad dan Reproduksi
Dihabitatnya di alam, ikan jelawat biasanya melakukan pemijahan pada musim penghujan, yaitu pada saat air menaik dan menggenangi daerah sekitarnya. Dalam kondisi demikian, secara bergerombol ikan jelawat beruaya kearah muara sungai. Dibagian muara sungai tersebut pemijahan terjadi yang biasanya pagi hari diiringi rintikan air hujan.
Selama musim penghujan ikan jelawat mampu memijah 2 – 3 kali pemijahan. Telur ikan jelawat bersipat melayang, telur yang dibuahi tersebut di bawa arus ke bagian hilir dan menetas dalam perjalanan tersebut. Telur yang menetas dan menjadi larva tersebut memasuki perairan atau daerah genangan yang berada di sepanjang sungai tersebut.
Salah satu faktor penunjang keberhasilan pemijahan adalah tersedianya induk yang matang gonad. Induk tersebut dapat diperoleh dengan dua cara, cara pertama ialah dengan menangkapnya di alam pada saat musim pemijahan. Cara kedua adalah dengan memeliharanya di kolam secara terkontrol. Cara pertama biasanya faktor keberhasilannya rendah, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh stress dari ikan, apalagi ikan jelawat bersifat agresif sehingga pada waktu ditangkap dapat menimbulkan kerusakan fisik [Atmaja Hardjamulia, 1992].
Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan menyangkut kondisi induk ikan jelawat agar dapat dipijahkan dengan baik yaitu kematangan gonad dari ikan yang siap dipijahkan, biasanya mulai berumur 3 tahun, ukuran ikan besar dengan harapan telur yang dihasilkan banyak dan kualitas larva baik, kondisi ikan sehat tanpa ada luka atau cacat.
Biasanya induk ikan sudah siap dipijahkan setelah 3 – 6 bulan dalam kondisi pemeliharaan secara terkontrol dan intensif. Kualitas air yang optimal untuk oksigen terlarut lebih dari 3 ppm, pH 6 – 7, kesuburan sedang, bebas dari bahan cemaran, suhu air 23 – 31°C dan kecerahan air 70 cm.
Effendi [1979], menjelaskan bahwa Tingkat Kematangan Gonad  [TKG] adalah tahap tertentu perkembangan sebelum dan sesudah ikan memijah. Tahapan ini dimulai dari dara, dara berkembang, perkembangan I dan II, bunting, mijah, salin,spent dan pulih salin.
Tanda-tanda induk betina jelawat yang matang gonad dan siap memijah yaitu perut membesar di bagian bawah tubuh dan berwarna putih keperakan, apabila ditekan terasa lunak, lubang cloaca berwarna kemerahan, gerakan agak lamban. Sedang induk jantan bila diurut bagian perut kearah belakang akan mengeluarkan cairan sperma.
Vitamin E Dalam Pematangan Gonad
Dalam penguasaan teknologi pembenihan, pematangan gonad (khususnya ovari) merupakan kendala yang sering terjadi. Terutama pada jenis-jenis ikan perairan umum seperti jelawat, patin, botia dan sebagainya. Diperkirakan kesulitan ini dikarenakan jenis-jenis ikan tersebut  dipelihara diluar habitat aslinya serta mudah mengalami stres. Karena itulah diduga terjadi hambatan terhadap peningkatan hormon gonadhotropin sehingga ovari sulit berkembang untuk mencapai tingkat matang gonad. Kondisi ini terus berlangsung sampai ikan tersebut dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang berbeda.
Pematangan gonad merupakan kerja dari hormon gonadotropin  yang dihasilkan kelenjar hifofisa, disamping adanya nutrien dan vitamin yang diperlukan yang terdapat dalam makanan atau pakan. Produksi GtH dikontrol oleh “gonadotropin releasing hormone” (GnRH) dan dopamin yang diproduksi oleh hipotalmus. GnRH berfungsi untuk merangsang gonaddotrofin menghasilkan GtH, sedangkan dofamin berfungsi sebagai “a gonadotrofin release-inhibitory”.
Vitamin yang sangat penting dan berperan dalam upaya mendapatkan induk dengan tingkat kematangan gonad yang tinggi adalah vitamin E. Vitamin E sangat berperan untuk meningkatkan peremeabilitas membran sel telur, sehingga nutrien dari pakan dapat masuk ke dalam sel dengan baik dan mendapat gizi yang cukup sekaligus juga  dapat meningkatkan kualitas telur. (Hardjamulia et al, 2000).

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mujiman, 1989. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Atmaja Hardjamulia, 1992. Informasi Teknologi Budidaya Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor

Atmaja Hardjamulia, Ningrum Suhenda, Jojo Subagja, 2000. Teknologi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius Spp). Makalah pada Temu Aplikasi Paket Teknologi Pertanian di IPPTP Banjarbaru.

Anonim, 1985. Pembenihan Ikan Jelawat Dengan Induced Breeding. Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Tawar. Sukabumi

Hidayat dan Rakhman, 2000. Rekayasa larutan Pembuahan, Larutan Garam dan Larutan Urea Terhadap Peningkatan Derajat Pembuahan dan Perkembangan Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Laporan Penelitian. Universitas Ahmad Yani Banjarbaru.
Khairul Anwar, Abdul Halim Sunaryadi, Kosim, George Fauzan, Sarhadin, 2003. Pemberian Vitamin E Dalam Proses Pematangan Gonad Pada Pemijahan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr) Secara Buatan. Laporan Perekayasaan Loka Budidaya Air Tawar Mandiangin Kalimantan Selatan Tahun 2003..

M. Ikhsan Effendi, 1979. Metode Biologi Perikanan. Penerbit Cikuray. Bogor.

Ondara dan MTD Sunarno, 1988. Upaya Pembenihan Ikan Jelawat (Leptobarbus hoeveni Blkr). Prosiding Seminar Nasional Ikan dan Udang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Universitas Padjajaran. Bandung.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama Kab. Banyuwangi


Selasa, 23 Oktober 2018

Mengenal Ikan Koi


Ikan Koi dan ikan Mas mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat karena berasal dari famili, genus dan spesies yang sama. Menurut Hikmat (2002 ), sistematika ikan koi adalah sebagai berikut :
            Phyllum           : Chordata
            Subphyllum     : Vertebrata
            Superclass      : Pisces
            Class               : Osteichthyes
            Subclass         : Actinopterygii
            Ordo                : Cypriniformes
            Subordo          : Cyprinoidea
            Family             : Cypridae
            Subfamily        : Cyprinidae
            Genus             : Cyprinus
            Species           : Cyprinus carpio

Ikan Koi mempunyai bentuk tubuh seperti torpedo yang mempunyai seperangkat alat gerak berupa sirip. Sirip-sirip yang terdapat pada koi terdiri dari sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang sirip perut, sebuah sirip anus dan sebuah sirip ekor. Untuk bisa berfungsi sebagai alat gerak, sirip ini terdiri dari jari-jari keras, jari-jari lunak dan selaput sirip. Jari-jari keras adalah jari-jari sirip yang kaku dan patah jika dibengkokan, jari-jari lunak akan lentur dan tidak patah jika dibengkokkan yang letaknya berada dibelakang jari-jari keras, sedangkan selaput sirip merupakan sayap yang memungkinkan koi mempunyai tenaga dorong yang lebih kuat ketika berenang. Sirip dada dan sirip ekor hanya mempunyai jari-jari lunak, sirip punggung terdiri dari 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari lunak, sirip perut terdiri dari 9 jari-jari lunak dan sirip anus mempunyai 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak (Susanto, 2002).
Gambar 1. Ikan Koi

Pada sisi badan di bagian tengah antara kepala dan ekor, terdapat gurat sisi (linea lateralis) yang berguna untuk merasakan getaran suara.  Garis ini terbentuk dari urat yang berada di sebelah bagian dalam sisik yang membayang hingga ke sebelah luar. Selain itu pada bagaian tubuh ikan koi juga dilindungi atau tertutup oleh selaput yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan epidermis dan lapisan endodermis. Lapisan epidermis terdiri dari sel-sel getah yang menghasilkan lendir (mucus) pada permukaan badan, cairan ini berfungsi untuk melindungi permukaan badan atau menahan parasit yang menyerang koi. Lapisan endodermis terdiri dari serat-serat yang penuh dengan sel, pangkal sisik dan sel warna. Empat macam sel warna yang berbeda memproduksi melanophore (hitam), xantophore (kuning), erythrophore (merah) dan guanophore (putih) (Hikmat, 2002)
Koi hidup pada iklim sedang di perairan tawar, mereka cocok hidup pada 8-300C. Koi tidak tahan mengalami goncangan penurunan suhu yang drastis dan tiba-tiba, penurunan suhu hingga 50C dalam tempo yang singkat dapat menyebabkan koi koleps. Jika tubuhnya diselimuti lapisan putih, hingga suhu mencapai  7 0C biasanya koi akan beristirahat di dasar kolam dan masih bisa bertahan hidup pada suhu 2-30C (Susanto, 2002). Koi merupakan ikan air tawar yang masih dapat hidup pada air dengan salinitas 10 ppt, selain itu juga termasuk ikan omnivora atau pemakan segala (Hikmat, 2002). 
Amri dan Khairuman (2002), menyatakan bahwa ikan Mas dan Koi adalah jenis ikan air tawar yang berkerabat sangat sangat dekat karena merupakan spesies yang sama tetapi berbeda ras atau strain, begitu juga dalam siklus hidupnya sama dengan ikan Mas. Perkembangan di dalam gonad yakni ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur, dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma. Embrio akan tumbuh dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Dua sampai tiga hari telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva dengan ukuran berkisar antara 0,5-0,6 mm dengan bobot antara 18-20 mg. Larva kemudian akan berubah menjadi kebul (larva stadia akhir) dalam waktu 4-5 hari, setelah 2-3 minggu kebul akan menjadi burayak (stadia benih) yamg mempunyai ukuran panjang 1-3 cm dan bobot 0,1-0,5 gram. Dalam waktu 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan (benih besar) yang mempunyai ukuran panjang 3-5 cm dengan bobot 0,5-2,5 gram, dan dalam waktu tiga bulan putihan akan tumbuh menjadi gelondongan (ikan remaja) yang mempunyai bobot 100 gram dan gelondongan tersebut akan tumbuh terus sampai menjadi induk.
Fekunditas adalah jumlah telur yang terlepas pada ovarium sebelum berlangsungnya pemijahan (Sutisna dan Sutarmanto, 1995). Fekunditas sangat mempengaruhi terhadap jumlah anakan yang dihasilkan. Pada umumnya fekunditas berhubungan dengan berat badan, umur, ukuran telur, dan cara penjagaan (parental care).  Satu ekor induk betina Koi dapat meghasilkan telur 200.000-400.000 butir telur (Utami, 1995).

Varietas Koi  
Menurut Kuroki dalam Susanto (2002), terdapat beberapa macam varietas Koi, diantaranya adalah :
  1. Kohaku adalah  varietas koi berwarna putih dengan bercak merah dibandannya.
  2. Taisho-Sanke adalah varietas koi mempunyai warna badan putih dengan bercak merah pada bagian badannya.
  3. Showa-sanke adalah verietas koi yang berwarna hitam dengan bercak putih dan merah dibadannya,
  4. Utsurimono adalah veriatas koi yang mempunyai warna hitam dengan bercak putih berbentuk kerucut di bagian badannya.
  5. Bekko adalah veriatas koi yang mempunyai warna putih, merah dan kuning.
  6. Asagi adalah varietas koi yang mempunyai badan berwarna biru atau kuning kebiruan.
  7. Shusui koi yang mempunyai sisik besar-besar, kulitnya lembut dan mempunyai tanda merah ditubuhnya.
  8. Koromo adalah koi yang mempunyai warna hitam.
  9. Kawarimono koi yang mempunyai warna hitam, kuning, hitam putih dan hijau.
  10. Ogon koi yang badannya berwarna emas (golden).
  11. Hikarimoyo mempunyai warna emas dan perak dengan kepala jernih.
  12. Kinginrin koi yang mempunyai tanda perak di badannya.
  13. Tancho koi yang mempunyai warna putih dengan tanda merah hanya pada bagian kepalanya.
Pada awalnya para pecinta ikan hias hanya mengenal satu macam warna koi yang polos, yaitu hitam (Karisugoi dan Sumigoi), putih (Shiromuji), kuning (Kigoi), merah (Hihoi, Hemigoi, Akagoi), keemasan (Kingoi) dan putih keperakan (Gingooi). Dari koi berwarna polos tersebut kemudian muncul koi dengan pola kombinasi dua warna, tiga warna dan multiwarna. Di kalangan para penggemar koi dikenal berbagai varietas Koi yang mempunyai nama tersendiri, pembagian varietas atau pemberian nama tersebut berdasarkan pada keindahan warna ikan koi tersebut.

Kolam Pemijahan
Kolam pemijahan terpisah dengan kolam pemeliharaan, kolam pemijahan harus mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air tersendiri. Luas kolam untuk pemijahan ukurannya dapat bervariasi, untuk kolam sempit dapat menggunakan ukuran 3-6 m2 dengan kedalaman 0,5 m  dan untuk kolam luas dapat menggunakan ukuran 6-10 m2. Lokasi kolam pemijahan harus cukup mendapatkan sinar matahari, tidak terlalu ribut dan terlindung dari jangkauan hewan lain (Hardjo, 2004).

Kolam penetasan
Selain kolam pemijahan harus disediakan juga kolam penetasan telur dan pemeliharaan benih. Penetasan dapat dilakukan dikolam pemijahan atau di tempat terpisah. Setelah telur menetas dan sudah dapat berenang kemudian dipindahkan ke kolam pemeliharaan benih. Susanto (2002), menyatakan bahwa kolam penetasan dapat dibuat secara terpisah dengan kolam pemijahan.



DAFTAR PUSTAKA


Afrianto, D. dan E. Liviawati. 1990.  Budidaya Mas Koki dan Pemasarannya. Kanisius. Yogyakarta.  

Afrianto, D. dan E. Liviawati. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Jakarta.  

Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Amri, K. dan Khairuman. 2002. Menanggulangi Penyakit Pada Ikan Mas    dan      Koi. Agromedia. Jakarta.

Bachtiar, Y. 2004. Ikan Hias Air Tawar Untuk Ekspor.  Agromedia. Jakarta.

Ditjenkanbud (Direktorat Jendaral Perikanan Budidaya). 2006. Kebijakan dan       Program Prioritas Tahun 2007. Ditjen     Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan

Effendi, M.I. 1979.  Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Effendy, H. 1993. Mengenal Bebeberapa jenis Koi. Kanisius. Jakarta.

Hikmat, K. 2002. Koi Siikan Panjang Umur. Agromedia. Jakarta.

Hardjo, B. 2004. Pemijahan Ikan Koi Secara Alami. http://www. Blitar koi. Info Pusat informasi dan penjualan.go.id.
\
Khairuman, Dodi Sutenda dan Bambang Gunadi. 2002. Budidya Ikan Mas Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Pasaribu, A. 1993. Analisa Budidaya Udang intensif dan Semi Intensif. Budidaya Pantai Maros Sulawesi Selatan.

Putranto, A. 1995. Budidaya Produktif Ikan Mas. Karya Anda. Surabaya.

Ria, A. 1995. Seleksi Induk Koi dari Tiga Tipe Pola. Pusat Informasi Pertanian (PIP). DEPTAN.

Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Rausin. 2003. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Keramba Jaring  Apung.
Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.

Soeharto. 1999. Manajemen Proyek dari konseptual Sampai Operasional. Erlangga.
Sudarsono dan Sudjiharno. 1998. Analisa Usaha Skala Menengah. Pembenihan Ikan Kerapu macan. Ditjenkan. Balai Budidaya Laut Lampung.

Sukamajaya, Suharjo dan Aminudin. 2004. Pengembanagan Rekayasa Reproduksi Benih Ikan Hias Koi (Cyprinus carpio). BBAT  Sukabumi.

Sutisna, D. H. dan Ratno Sudarmanto. 1995.  Pembenihan Ikan Air  Tawar.         
Kanisius. Jakarta.

Susanto, H. 2002 . KOI. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suseno, D. 2002. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Utami. 1995. Pembenihan Ikan Koi Juara. Pusat Informasi Pertanian (PIP).  DEPTAN


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Banyuwangi


Selasa, 02 Oktober 2018

MENGENAL KEMASASAN PRODUK


Pengemasan adalah suatu proses pembungkusan, pewadahan atau pengepakan suatu produk dengan menggunakan bahan tertentu sehingga produk yang ada di dalamnya bisa tertampung dan terlindungi. Sedangkan kemasan produk adalah bagian pembungkus dari suatu produk yang ada di dalamnya. Pengemasan ini merupakan salah satu cara untuk mengawetkan atau memperpanjang umur dari produk-produk pangan atau makanan yang terdapat didalamnya.
Teknologi Pengemasan terus berkembang dari waktu ke waktu dari mulai proses pengemasan yang sederhana atau tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti dedaunan atau anyaman bambu sampai teknologi modern seperti saat ini. Dalam teknologi pengemasan modern misalnya jaman dulu orang membuat tempe di bungkus dengan daun pisang atau daun jati, membungkus gula aren dengan daun kelapa atau daun pisang kering. Teknologi pengemasan yang semakin maju dan modern telah hampir meniadakan penggunaan bahan pengemas tradisional. diantara contoh-contoh pengemasan modern diantaranya menggunakan bahan plastik, kaleng/logam, kertas komposit, dan lain sebagainya.
Pengemasan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan mutlak diperlukan dalam persaingan dunia usaha seperti saat ini. Saat ini kemasan merupakan faktor yang sangat penting karena fungsin dan kegunaanya dalam meningkatkan mutu produk dan daya jual dari produk.
Kemasan produk dan labelnya selain berfungsi sebagai pengaman produk yang terdapat di dalamnya juga berfungsi sebagai media promosi dan informasi dari produk yang bersangkutan. Kemasan produk yang baik dan menarik akan memberikan nilai tersendiri sebagai daya tarik bagi konsumen. Namun demikian, sampai saat ini kemasan produk masih merupakan masalah bagi para pengelola usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Permasalahan tentang kemasan produk dan labelnya kadang-kadang menjadi kendala bagi perkembangan atau kemajuan suatu usaha. Banyak persoalan yang muncul ketika suatu usaha ingin memiliki suatau kemasan produk yang baik, berkualitas dan memenuhi standar nasional yang ada. Persoalan-persoalan yang sering dihadapi seperti bahan pengemas, desain bentuk kemasan, desain label, sampai pada persoalan yang paling utama yaitu biaya pembuatan kemasan itu sendiri.
Bagi para pengelola UMKM dengan segala keterbatasan modal usaha sebaiknya permasalahan tentang kemasan bisa ditangani dengan kreativitasnya. Kemasan yang baik dan menarik tidak selalu identik dengan harga kemasan yang mahal. Dengan bahan pengemas yang biasa-biasa saja, asalkan dirancang sedemikian rupa baik bentuk maupun desain labelnya pastilah akan tercipta sebuah kemasan yang tidak kalah bersaing dengan kemasan-kemasan modern.

Gambar 1. Contoh Kemasan Produk Hasil Perikanan


Fungsi dan Kegunaan Kemasan
Kemasan merupakan faktor penting dalam sebuah usaha pengolahan makanan karena fungsi dan kegunaan dari kemasan itu sendiri. Secara umum fungsi kemasan adalah sebagai bahan pelindung atau pengaman produk dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada makanan yang terdapat di dalamnya. Namun demikian selain itu kemasan masih memiliki fungsi-fungsi atau kegunaan lain yang tidak kalah pentingnya seperti mempermudah distribusi atau pengontrolan produk dan bahkan saat ini ada fungsi yang sangat penting yaitu kemasan sebagai media atau sarana informasi dan promosi dari produk yang ditawarkan yang ada di dalam kemasan. Secara lebih terperinci berikut ini adalah sekilas penjelasan singkat tentang fungsi dan peranan kemasan dalam usaha pengolahan makanan :

1. Sebagai wadah, perantara produk selama pendistribusian dari produsen ke konsumen.
2. Sebagai Pelindung, kemasan di harapkan dapat melindungi produk yang ada di dalamnya dari berbagai faktor penyebab kerusakan baik yang disebabkan oleh faktor biologi, kimia maupun fisika.
3. Memudahkan pengiriman dan pendistribusian, dengan pengemasan yang baik suatu produk akan lebih mudah didistribusikan.
4. Memudahkan penyimpanan, Suatu produk yang telah dikemas dengan baik akan lebih mudah untuk di simpan.
5. Memudahkan penghitungan, dengan pengemasan jumlah atau kuantitas produk lebih mudah di hitung.
6. Sarana informasi dan promosi
7. dan lain sebagainya.

Untuk fungsi nomor 6 merupakan fungsi tambahan, namun demikian saat ini justru fungsi kemasan sebagai media informasi dan promosi ini menjadi sangat penting. melalui kemasan yang telah di beri label dapat disampaikan informasi-informasi mengenai produk yang terdapat di dalamnya seperti komposisi produk, kandungan gizi, khasiat atau manfaat produk dan lain sebagainya. serta dengan perancangan kemasan yang baik dan menarik, dengan bentuk kemasan yang unik, disertai dengan gambar-gambar yang menarik hal ini akan dapat meningkatkan nilai jual dari produk yang ada di dalamnya. Kemasan yang menarik dapat menarik perhatian dan menimbulkan rasa penasaran bagi konsumen untuk membeli produk tersebut. sehingga dengan demikian kemasan yang unik dan menarik akan dapat mendongkrak pasar produk tersebut.

Penggolongan Kemasan
Menurut Julianti dan Nurminah (2006), Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal atau beberapa cara yaitu sebagai berikut :

1. Klasifikasi kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian :
a. Kemasan sekali pakai (disposable) , yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah dipakai, seperti kemasan produk instant, permen, dll.
b. Kemasan yang dapat dipakai berulangkali (multitrip) dan biasanya dikembalikan ke produsen, contoh : botol minuman, botol kecap, botol sirup.
c. Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposable), tapi digunakan untuk kepentingan lain oleh konsumen, misalnya botol untuk tempatair minum dirumah, kaleng susu untuk tempat gula, kaleng biskuit untuk tempat kerupuk, wadah jam untuk merica dan lain-lain.
2. Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan) :
a. Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung bersentuhan dengan produk yang di bungkusnya.
b. Kemasan sekunder, yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya akan tetapi membungkus produk yang telah dikemas dengan kemasan primer
c. Kemasar tersier dan kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer atau sekunder.
3. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat kekauan bahan kemasan :
a. Kemasan fleksibel yaitu bahan kemasan yang mudah dilenturkan tanpa adanya retak atau patah. Misalnya plastik, kertas dan foil.
b. Kemasan kaku yaitu bahan kemas yang bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila dibengkokkan relatif lebih tebal dari kemasan fleksibel. Misalnya kayu, gelas dan logam.
c. Kemasan semi kaku/semi fleksibel yaitu bahan kemas yan memiliki sifat-sifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku. Misalnya botol plastik (susu, kecap, saus), dan wadah bahan yang berbentuk pasta.
4. Klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan:
a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas) yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara atau uap air sehingga selama masih hermetis wadah ini tidak dapat dilalui oleh bakteri, kapang, ragi dan debu. Misalnya kaleng, botol gelas yang ditutup secara hermetis.
b. Kemasan tahan cahaya yaitu wadah yang tidak bersifat transparan, misalnya kemasan logam, kertas dan foil. Kemasan ini cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan hasil fermentasi.
c. Kemasan tahan suhu tinggi, yaitu kemasan untuk bahan yang memerlukan proses pemanasan, pasteurisasi dan sterilisasi. Umumnya terbuat dari logam dan gelas.
5. Klasifikasi kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai (perakitan) :
a. Wadah siap pakai yaitu bahan kemasan yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah sempurna. Contoh : botol, wadah kaleng dan sebagainya.
b. Wadah siap dirakit / wadah lipatan yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum diisi. Misalnya kaleng dalam bentuk lembaran (flat) dan silinder fleksibel, wadah yang terbuat dari kertas, foil atau plastik.

Jenis-jenis bahan Kemasan
bahan atau material kemasan ada bermacam macam jenis dan masing-masing jenis bahan pengemas memiliki sifat, keuntungan dan kelemahan yang berbeda-beda. Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pula ilmu pengetahuan dalam bidang pengemasan khususnya material atau bahan kemasan. Bahan-bahan pengemas yang ada saat ini dimulai dari yang sederhana sampai bahan-bahan canggih yang dihasilkan dengan teknologi yang canggih pula. Semakin baik kualitas atau semakin canggih bahan kemasan tentu akan berbanding lurus dengan harga atau biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan atau menggunakannya. Bahan-bahan kemasan yang ada saat ini diantaranya adalah kertas, plastik, gelas, kaleng/logam dan kemasan komposit yang merupakan perpaduan dari dua atau lebih bahan pengemas.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi