Induk Lele Sangkuriang |
Tujuan utama kegiatan seleksi adalah untuk meningkatkan produksi, yaitu
melalui upaya mempertahankan bahkan meningkatkan sifat-sifat yang mendukung
peningkatan produksi, diantaranya adalah peningkatan kecepatan tumbuh dan
kemampuan bertahan hidup serta tumbuh baik dalam lingkungan pemeliharaan
(Sumantadinata, 1982 dalam Nurhidayat
et al., 2004). Menurut Sunarma (2004), menyatakan bahwa
ketersediaan benih untuk proses pembesaran tidak terlepas dari ketersediaan
induk yang berkualitas. Induk yang
berkualitas mutlak diperlukan sebagai upaya menjamin keberhasilan pembesaran
sampai mencapai ukuran konsumsi. Untuk
itu, pengadaan induk yang berkualitas perlu dilakukan. Sesuai dengan SNI : 01-6484.1-2000, bahwa persyaratan induk lele dapat
dilihat pada Tabel 1.
No.
|
Kriteria Kualitatif
|
Kriteria Kuantitatif
|
1.
|
Berasal dari hasil pembesaran benih sebar
berasal dari induk kelas dan dasar (Grand Parent Stock)
|
Umur induk jantan 8 – 12 bulan,
betina1 2 – 15 bulan
|
2.
|
Warna bagian atas kepala berwarna hijau
kehitaman, bagian punggung
atas sampai pangkal ekor berwarna hijau kecoklatan dengan loreng berwarna
coklat kehitaman, mulai kepala bagian bawah sampai ke pangkal ekor berwarna
putih keruh.
|
Panjang standar jantan 40 – 45
cm, betina 38 – 40 cm.
|
3.
|
Bentuk tubuh bagian kepala pipih horisontal,
bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal.
|
Bobot badan pertama matang gonad jantan 500 – 750 g/ekor, betina 400 – 500 g/ekor.
|
4.
|
Anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak
cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh
tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan
tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
|
Fekunditas50.000 – 100.000 butir/kg bobot tubuh.
|
5.
|
Diameter telur
1,4 – 1,5 mm
|
Sedangkan induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang
gonad. Adapun cara menentukan kematangan
gonad pada induk betina berdasarkan SNI :
01-6484.1-2000 adalah sebagai berikut : Ikan jantan yang telah matang gonad ditandai
dengan urogenitalnya yang memerah dan meruncing serta panjang sudah melampaui
pangkal sirip ekor, sedangkan untuk ikan betina dengan cara meraba perut
yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah anus, ikan betina yang
telah matang gonad akan mengeluarkan telur yang berwarna hijau kekuningan.
Namun, secara praktis hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk
pada lantai yang rata dan dengan perabaan pada bagian perut. Sedangkan untuk induk
jantan ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan. Sedangkan menurut Suyanto (2006), induk lele
yang telah matang gonad menunjukkan tanda-tanda yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Kriteria
|
Jantan
|
Betina
|
Warna alat kelamin
|
Alat kelamin terlihat kemerahan
|
Alat kelamin kemerahan
|
Bentuk urogenital
|
Bentuknya meruncing
|
Bentuknya membulat
|
Bentuk tulang kepala
|
Tulang kepala lebih mendatar
(pipih)
|
Tulang kepala agak cembung
|
Warna tubuh
|
Warna dasar tubuhnya hitam,
maka warna tersebut akan berubah menjadi lebih hitam
|
Warna tubuhnya lebih cerah
daripada warna biasanya
|
Perut tetap ramping dan bila
perut diurut ke arah lubang genital maka akan mengeluarkan cairan berwarna
putih susu
|
Perut membesar dan bila diurut
akan mengeluarkan telur berwarna kuning kehijauan
|
Perbedaan Jantan dan Betina Induk Lele |
Pengelolaan Induk
Menurut Hardjamulia (1999) dalam
Nurhidayat et al. (2004), bahwa
pengelolaan induk yang baik harus meliputi penyediaan kolam dengan kualitas air
yang memadai, pemberian pakan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta
berupaya memelihara keragaman genetiknya. Induk Lele Dumbo
dipelihara dalam kolam atau bak berukuran (3m x 4m) dengan kepadatan 5 kg/m2. Setiap hari induk diberikan pakan tambahan
berupa pelet dengan dosis 4% dari berat tubuh induk lele (Prihartono et al., 2000).
Menurut Sunarma (2004), induk ikan Lele Sangkuriang yang akan digunakan
dalam kegiatan produksi harus berasal dari induk yang bukan satu keturunan dan
memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan pada
morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya. Karakteristik tersebut dapat diperoleh melalui
kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat. Persyaratan reproduksi induk betina Lele
Sangkuriang antara lain : umur minimal dipijahkan
1 tahun, berat 0,70-1,0 kg dan
panjang standar 25-30 cm. Sedangkan
induk jantan antara lain : umur 1 tahun, berat 0,5-0,75 kg dan panjang
standar 30-35 cm.
Jumlah induk jantan dan induk betina yang akan dipijahkan disesuaikan
dengan rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan. Pada sistem pemijahan buatan diperlukan
banyak jantan sedangkan pada sistem pemijahan alami dan semi alami jumlah
jantan dan betina dapat berimbang. Induk
Lele Sangkuriang sebaiknya dipelihara secara terpisah dalam kolam tanah atau
bak tembok dengan padat tebar 5 ekor/m2
dengan air mengalir ataupun tergenang.
Pakan yang diberikan berupa pakan komersil dengan kandungan protein di
atas 25% dengan jumlah pakan sebanyak 2-3% dari biomassa dengan frekuensi
pemberian pakan 3 kali per hari (Sunarma, 2004).
Pemberokan Dan Penyuntikan
Kegiatan pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk membuang kotoran dan
mengurangi kandungan lemak dalam gonad.
Pemberokan dilakukan dalam bak seluas 4-6 m2 dengan tinggi 1
meter selama 1-2 hari.
Pada pemijahan semi alami maupun buatan hormon perangsang yang umum
digunakan selain ekstrak kelenjar hipofisa adalah ovaprim. Ekstrak hipofisa yang digunakan dapat berasal
dari ikan lele dan ikan mas sebagai ikan donor.
Bila menggunakan larutan hipofisa ikan mas untuk induk betina digunakan
sebanyak 2 dosis (1 kg induk membutuhkan 2 kg ikan Mas) sedangkan induk jantan ½
dosis. Penyuntikan dengan menggunakan
ovaprim dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk.
Penyutikan dilakukan satu kali secara intramuskular yaitu pada bagian
punggung ikan. Rentang waktu antara
penyuntikan dengan ovulasi telur 10-14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk (Sunarma,
2004).
Pemijahan
Menurut Sunarma (2004), pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu : pemijahan alami
(natural spawning), pemijahan semi
alami (induced spawning), dan
pemijahan buatan (induced breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih
induk jantan dan induk betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan
secara alami dalam bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara
merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian
dipijahkan secara alami. Pemijahan
buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon
perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.
Pada pemijahan buatan, induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan
perbandingan 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma
dari jantan 0,7 kg). Pemijahan semi
alami dan buatan dapat dilakukan dengan menggunakan hormon perangsang seperti
: ovaprim, ovatide, Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH) dan dapat juga
menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa.
Rentang waktu antar penyuntikan dan ovulasi telur adalah 10-14 jam
tergantung pada suhu inkubasi induk.
Menurut Sunarma (2004), prosedur pemijahan buatan adalah sebagai berikut
:
a. Pemeriksaan ovulasi telur pada induk betina
b. Pengambilan kantung sperma pada ikan jantan
c. Pengenceran sperma pada larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan
perbandingan 1 : 50-100
d. Pengurutan induk betina untuk mengeluarkan telur
e. Pencampuran telur dan sperma secara merata untuk menigkatkan pembuahan
(fertilisasi)
f. Penebaran telur yang sudah terbuahi secara
merata pada hapa penetasan
Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan yang sudah terpasang pada
bak. Bak dan hapa tersebut berukuran (2 x 1 x 0,4)m3 dan telah terisi
air setinggi 30 cm. Cara penebaran telur
yaitu, telur diambil dengan bulu ayam lalu disebarkan ke seluruh permukaan hapa
hingga merata. Selanjutnya dalam 2-3 hari telur akan menetas dan larvanya
tetap berada dalam hapa selama 4-5
hari atau sampai larva berwarna hitam (Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
Sukabumi, 2006). Menurut Najiyati
(2003), telur akan menetas menjadi larva setelah 24–36 jam, larva yang baru
menetas akan bergerak di dasar kolam atau melayang di sekitar kakaban. Sedangkan menurut Sunarma (2004), telur Lele
Sangkuriang akan menetas setelah 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu 22-25 oC.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), telur akan menetas tergantung dari suhu
perairan dan suhu udara. Jika suhu semakin panas (tinggi), telur akan semakin cepat menetas. Begitu pula sebaliknya, jika suhu turun atau
rendah maka telur akan lama menetasnya.
Kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27–30 0C.
DAFTAR
PUSTAKA
Boyd, C.E. 1988. Water
Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied
Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page
135-161.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan
Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang”
(Clarias gariepinus). Pemerintah Kota
Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.
Direktorat
Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele
Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.
Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang
(Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004). Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.
Effendie, H. 2003.
Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Kanisius. Jakarta. 257 Hal.
Effendi, I. 2004. Pengantar
Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal
Effendie, M.I. 1979. Metoda
Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Hernowo
dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam.
Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.
Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta. 356 Hal.
Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo Media Pustaka. Jakarta.
Muflikhah, N. 1994. Pengaruh
Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Baung (Mystus nemurus).
Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.
Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J.
Trenggana. 2004. Rekayasa
Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar.
Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.
Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada Pembukaan
Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.
Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan
Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.
Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV.
Aneka Ilmu Anggota IKAPI. Semarang.
Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka
Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.
Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
SNI
: 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent
Stock). Badan Standar Nasional.
: 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar
Nasional.
:
01-6484.3-2000. Produksi Induk
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent
Stock). Badan Standar Nasional.
:
01-6484.4-2000. Produksi Benih
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus
x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar
Nasional.
Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung.
Hal. 1-98.
Subandi, M.M. 2003. Panduan
Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Sunarma, A. 2004. Peningkatan
Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang (Clarias
sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.
Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 37-96.
Suyanto, R.S. 2006.
Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis
Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama.
Edisi 2. 424 Hal.
Firman
Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten
Banyuwangi