Bubu adalah alat tangkap
yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat pasif.
Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding barriers”.
Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat
keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap
ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang
dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip
dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut
terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing
basket.(Brandt, 1984).
Gambar 1. Alat tangkap ikan bubu |
Bubu adalah
perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke
beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu (Rumajar,
2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi penangkapan menggunakan bubu
banyak dilakukan di negaranegara yang menengah maupun maju. Untuk skala kecil
dan menengah banyak dilakukan di perairan pantai, hampir seluruh negara yang
masih belum maju perikanannya, sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan
yang maju pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk
menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan
700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan
ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.
Subani dan Barus
(1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu berbentuk
lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan
(kubus), atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara
garis besar bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu.
Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu
(funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak
dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil
tangkapan.
Menurut Brandt
(1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
- Perangkap menyerupai sisir (brush trap);
- Perangkap bentuk pipa (eel tubes);
- Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots).
2. Berdasarkan
sifatnya sebagai penghalang :
- Perangkap yang terdapat dinding / bendungan;
- Perangkap dengan pagar-pagar (fences);
- Perangkap dengan jeruji (grating);
- Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).
3. Berdasarkan
sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh
- Perangkap kotak (box trap);
- Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap);
- Perangkap bertegangan (torsion trap).
4. Berdasarkan
dari bahan pembuatnya
- Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps);
- Perangkap dari alam (smooth tubular);
- Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap).
5. Berdasarkan
ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang
- Perangkap bentuk jambangan bunga (pots);
- Perangkap bentuk kerucut (conice);
- Perangkap berangka besi.
Klasifikasi Bubu
Menurut Cara Operasinya
Dalam
operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu
dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut
kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm,
tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2
m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari
jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang
(Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus
spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus
spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).
2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe bubu
apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa
juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu
apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang
penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu
apung adalah jenis-jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung,
torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari
bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan
jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari
kedalaman air, (Anonim. 2007).
3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut
atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75
m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan
terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam
kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok
berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil
perahu/kapal yang digunakan dalam penangkapan (Anonim. 2007).
Operasi
penangkapan dilakukan sebagai berikut :
- Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut;
- Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line).
Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kemudian kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah, lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan diulur sampai ± antara 60 -150 m (Anonim. 2007).
Disamping ketiga
bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti :
- Bubu Jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap);
- Bubu Ambai : Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil;
- Bubu Apolo :Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus menangkap udang rebon.
Bubu Ambai
Bubu ambai
termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara
7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai
terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian
muka, bagian tengah, bagian belakang dan bagian kantung. Mulut jaring ada yang
berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m.
pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi yang
jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring
ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri
dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100
buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata
jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah
jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).
Bubu Apolo
Bahan jaring
dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut, bagian badan,
kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring
berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan
3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti
oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m. Hasil
tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan menggunakan bubu ambai,
yakni jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).
Konstruksi Bubu
Menurut Subani
dan Barus. (1999), Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages),
silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak,
bulat setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s
splitting or-screen). Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan
(body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.
- Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.
- Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak dapat keluar.
- Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
Gambar 2. Jenis-jenis alat tangkap bubu |
Daerah Penangkapan
1.) Bubu Dasar
(Ground Fish Pots)
Dalam operasi
penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)
2.) Bubu Apung
(Floating Fish Pots)
Dalam operasi
penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan
kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman
air (Anonim, 2006).
3.) Bubu Hanyut
(Drifting Fish Pots)
Dalam operasi
penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan menghanyutkan
ke dalam air (Anonim, 2006).
4.) Bubu Jermal
dan Bubu Apolo
Dalam operasi
penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang surut (tidal
trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera (Anonim, 2006).
5.) Bubu Ambai
Lokasi
penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil dari pantai
(Anonim, 2006).
Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu
Menurut BPPI
(1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di perairan dangkal,
berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena umumnya terbuat dari
bambu. Bubu diletakkan pada celah karang untuk menghadang ikan yang keluar dari
celah karang clan posisi mulutnya harus menghadap ke hilir mudik ikan yang
berada di perairan karang.
Metode
pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu dipasang di daerah
penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti ikan dasar, udang,
kepiting, keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa ditangkap oleh bubu.
Pemasangan bubu ada yang dipasa secara tunggal dan juga ada yang beruntai
(seperti pemasangan, rawai). Ditambahkan menurut Direktorat Jendral Perikanan
(1997), cara pengoperasiaan bubu dapat dimulai antara lain pemberian umpan,
selanjutnya perahu berangkat menuju daerah operasi (fishing Xrouncl) sambil
mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di perairan karang dan merupakan
habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan bubu harus dilakukan dengan
perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan ikan dalam beradaptasi terhadap
perbedaan tekanan air dalam perairan. Cara pertama, bubu dipasang secara
terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu bubu dengan satu pelampung. Cara
kedua dipasang secara bergandengan (umumnya bubu ukuran kecil sampai sedang)
dengan menggunakan tail utama, sehingga cara ini dinamakan "longline
trap". Untuk cara kedua ini dapat dioperasikan beberapa bubu sampai
puluhan bahkan ratusan bubu. Biasanya dioperasikan dengan menggunakan kapal
yang bermesin serta dilengkapi dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar
biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara pemasangan bubu dasar
biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau
bebatuan.
Menurut
Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada
yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari tenggelam.
Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang
direndam satu malam, ada juga yang direndam tiga sampai dengan empat hari.
Sumber :
http://makaira-indica.blogspot.com/2011/11/v-bubu.html
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi