Ikan adalah
suatu bahan makanan yang sangat mudah membusuk (perishable
food) sesaat setelah ikan tertangkap, ikan akan segera mati, dan akan
mengalami perubahan-perubahan / kerusakan – kerusakan yang mengakibatkan
pembusukan.
Gambar. Ilustrasi ikan yang telah membusuk |
A. Penyebab Ikan
Membusuk
Istilah pembusukan meliputi 2 (dua) macam perubahan yang terjadi
pada ikan yaitu :
>
|
Hilangnya
secara perlahan-lahan ciri / karakter ikan segar yang diinginkan.
|
|
>
|
Timbulnya bau
yang tidak diinginkan dan rupa maupun tekstur menjadi jelek / tidak menarik.
|
Secara umum
kerusakan – kerusakan ikan dapat digolongkan menjadi :
Kerusakan
biologis
Kerusakan enzimatis |
:
: |
disebabkan
oleh bakteri, jamur, ragi dan serangga;
disebabkan oleh adanya reaksi kimia (oksigen) misalnya ketengikan (rancidity) yang diakibatkan oleh oksidasi lemak; |
Kerusakan
Fisik
|
:
|
disebabkan
oleh kecerobohan dalam handling / processing, misalnya luka-luka
memar pada ikan, patah, kering, dan sebagainya.
|
Diantara
kerusakan tersebut, penyebab utama pembusukan ikan, adalah enzim dan
bakteri.
Enzim
|
:
|
Suatu
substansi organik yang terdapat didalam tubuh ikan yaitu didalam daging ikan
dan isi perut, terutama pada alat-alat pencernaan. Pada waktu ikan masih
hidup enzim berfungsi sebagai katalis-biologi yang membantu proses pencernaan
makanan. Setelah ikan mati, enzim tersebut akan berbuat sebaliknya yaitu
daging ikan yang dicerna.
|
Bakteri
|
:
|
Merupakan
jasad renik (mikroba) yang hanya dapat dilihat dengan microscope. Pada
ikan, bakteri terdapat pada bagian kulit (lender), insang dan pada makanan
didalam perutnya. Selama ikan masih hidup, bakteri tidak berpengaruh buruk
terhadap ikan. Setelah ikan mati, maka bakteri segera meningkatkan
aktifitasnya untuk perkembangan dan menyerang tubuh.
|
B. Tahap – Tahap
Pembusukan
Proses pembusukan ikan berjalan melalui berapa tahap :
Hyperaemia
|
→
|
Terlepasnya
lender dari kelenjar-kelenjarnya didalam kulit, membentuk lapisan bening yang
tebal disekeliling tubuh ikan.
|
Rigor Mortis
|
→
|
Mengejangnya
tubuh ikan setelah mati (rigor = kaku; mortis =
mati; rigor mortiskeadaan kaku setelah mati). Hal ini disebabkan karena
otot-otot yang berkontraksi akibat reaksi-reaksi kimia yang dipengaruhi oleh
enzim.
|
Autolysis
|
→
|
Melemasnya
kembali tubuh ikan setelah mengalami rigor. Daging menjadi lembek
karena kegiatan enzim meningkat. Penguraian daging ikan oleh enzim
menghasilkan bahan yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Bakteri sudah mulai merusak ikan dengan mengurangi protein daging.
|
Bacterial
Decomposition
|
→
|
Pada tahapan
ini bakteri telah terdapat dalam jumlah yang sangat banyak akibat perkembangbiakan
yang sangat banyak terjadi fase-fase sebelaumnya. Aksi bakteri itu dimulai
pada saat hamper bersamaan dengan tahap autolysis, kemudian
berjalan sejajar. Bakteri merusak ikan lebih parah dari kerusakan yang
diakibatkan oleh enzim.
|
C. Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Kecepatan Pembusukan Ikan
Dalam setiap operasi penangkapan, ikan yang tertangkap harus
diperlakukan dengan sebaik-baiknya, karena perlakuan ini merupakan langkah
pertama yang sangat menentukan mutu ikan dalam proses berikutnya. Ikan yang
ditangkap akan segera membusuk, kecepatan pembusukan dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut :
a. Cara penangkapan
Ikan tertangkap dengan payang, pole and line,
dan trawl akan lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan
ditangkap dengan gill net, long line, dan sebagainya.
b. Reaksi ikan menghadapi
kematian
Ikan yang keras menghabiskan banyak tenaganya dalam menghadapi
kematiannya, lebih cepat busuk daripada ikan yang mati dengan tenang atau
cepat.
c. Jenis dan ukuran ikan
Kecepatan pembusukan berbeda pada setiap jenis ikan, karena
perbedaan komposisi kimianya; Ikan yang berukuran kecil cepat membusuk dari
pada ikan yang berukuran besar.
d. Keadaan fisik sebelum
ditangkap
Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat ditangkap, perut dan
dinding perutnya segera diurai oleh enzim isi perut dan akan mengakibatkan
perubahan warna; Ikan yang kondisi fisiknya lemah, misalnya ikan yang sakit,
lapar atau habis bertelur, akan lebih cepat membusuk.
e. Keadaan cuaca
Udara yang panas, suhu air tinggi, laut yang banyak gelombang, akan
mempercepat proses pembusukan.
f. Cara penanganan dan
penyimpanan
Jika ikan dalam keadaan rigor diperlakukan dengan kasar,
misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, dan sebagainya, proses pembusukannya
akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat dicegah atau diperlambat jika
ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang cukup rendah
D. Prinsip Mencegah
Pembusukan Ikan
Kita telah mengetahui bahwa pembusukan ikan terutama disebabkan oleh
enzim dan bakteri. Oleh karena itu untuk mencegah pembusukan, akan sangat
efektif bila kedua penyebab utama itu disingkirkan dar ikan, dibunuh, dan
dicegah kedatangan penyebab lain yang berasal dari luar. Pembusukan itu sendiri
bagaimana pun tidak dapat dicegah atau dihindari. Sampai saat ini manusia baru
berhasil untuk memperlambat atau menunda proses pembusukan itu.
E. Usaha
Mencegah Pembusukan Ikan
Usaha terbaik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan terhadap pembusukan adalah sebagai berikut :
a.
Mengurangi sebanyak mungkin
jumlah enzim dan bakteri pada tubuh ikan
Bakteri terdapat pada bagian kulit dan terutama sekali pada insang dan isi perutnya sedangkan enzim pada daging dan sebagian besar pada perutnya. Jika setelah ditangkap dibuang isi perutnya dan insangnya serta kemudian dicuci bersih, dihilangkan lendir-lendirnya maka berarti sebagian besar bakteri dan enzim telah dibuang.
Bakteri terdapat pada bagian kulit dan terutama sekali pada insang dan isi perutnya sedangkan enzim pada daging dan sebagian besar pada perutnya. Jika setelah ditangkap dibuang isi perutnya dan insangnya serta kemudian dicuci bersih, dihilangkan lendir-lendirnya maka berarti sebagian besar bakteri dan enzim telah dibuang.
b. Membunuh sisa-sisa bakteri dan
enzim atau sekurang-kurangnya menghambat kegiatannya
Bakteri yang tertinggal pada ikan dapat diperangi dengan berbagai
cara yang pada dasarnya dapat dibagi dalam 5 (lima) kategori :
· Penggunaan
suhu rendah;
· Penggunaan
suhu tinggi;
· Pengeringan
(dehidrasi);
· Penggunaan
zat-zat anti septic;
· Penyinaran
atau irradiasi.
Untuk dapat hidup lebih baik, bakteri memerlukan suhu tertentu, tergantung dari jenisnya. Ada tiga macam bakteri berdasarkan pertahanannya terhadap suhu seperti pada table berikut :
Jenis Bakteri
|
Suhu Minimum
|
Suhu Optimum
|
Suhu Maksimum
|
Thermophylic
|
25 – 45 ⁰ C
|
50 – 55 ⁰ C
|
60 – 80 ⁰ C
|
Mesophylic
|
5 – 25 ⁰ C
|
25 – 37 ⁰ C
|
43 ⁰ C
|
Psychropylic
|
0 ⁰ C
|
14 – 20 ⁰ C
|
30 ⁰ C
|
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan bakteri akan mati atau sekurang-kurangnya akan berhenti kegiatannya bila suhu ikan diturunkan sampai dibawah 0 ⁰ C atau dinaikan sampai diatas 100 ⁰ . Penggunaan suhu rendah kita lakukan dengan menggunakan es atau dengan cara pendinginan lainnya.
Sedangkan suhu tinggi dipakai misalnya dalam pengalengan atau
pemindangan. Ikan asin, ikan asap, ikan asam, dan sebagainya akan lebih awet
jika disimpan pada suhu rendah.
Air merupakan kebutuhan yang pokok bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri
selalu menyerap makanannya dalam bentuk larutan, dan untuk itu diperlukan air.
Jadi dalam keadaan kering, bakteri tidak akan dapat makan sehingga akan mati.
Atas dasar inilah maka ikan dapat diawetkan dengan mengurangi kadar airnya,
yaitu dengan cara :
- Pengeringan dengan udara (drying);
- Penggunaan Garam (osmose);
- Pemasakan (perebusan, pengukusan, dan pengetiman);
- Pengeringan dengan pembekuan pada ruang hampa (vacuum freeze drying).
Beberapa zat kimia seperti asam cuka, klor (kaporit), Aureonmycin,
asam benzoate, natrium benzoate, dll, sangat efektif dipakai untuk membunuh
kuman bakteri dan menghentikan enzim. Zat-zat tersebut dapat dipakai untuk
mengawetkan ikan dalam batas-batas tertentu.
Irradiasi adalah penyinaran ikan dengan sinar-sinar tertentu,
misalnya sinar Cobalt-60 yang sangat efektif untuk mematikan bakteri dan
menahan kerja enzim.
c. Melindungi ikan terhadap
kontaminasi bakteri dari luar
Pengawetan tidak akan banyak berarti jika ikan yang telah diawetkan
tidak dilindungi dari penyebab kerusakan baru yang dating dari luar ikan.
Kerusakan ini bermacam-macam pada ikan olahan dan hasil olahannya, antara lain
:
- Pembusukan akibat pencemaran bakteri dari air, pembungkus, dari ikan lain, dan sebagainya;
- Oksidasi lemak yang menimbulkan bau tengik;
- Kerusakan-kerusakan fisik karena serangga, jamur, kecerobohan dalam penanganan, dan sebagainya.
Untuk melindungi ikan terhadap kerusakan-kerusakan ini kita harus
menyelenggarakan sanitasi dan higienis yang baik dalam proses penanganan,
melakukan pembungkusan / pengepakan yang baik, serta usaha-usaha proteksi yang
lain.
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi