1. Mutu Ikan Segar
Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan
penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang
menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat
kesegarannya. Semakin segar ikan sampai ke tangan pembeli maka harga jual ikan
tersebut akan semakin mahal. Tingkat kesegaran ikan ini sangat terkait dengan
cara penanganan ikan (Junianto, 2003).
Gambar 1. Contoh ikan segar |
Menurut Hadiwiyoto (1993), Penanganan yang tepat merupakan kunci
keberhasilan mempertahankan kesegaran ikan, karena hal tersebut menjadi salah
satu faktor yang sangat penting untuk menentukan nilai jualnya. Untuk
mendapatkan hasil perikanan yang mempunyai kesegaran yang baik perlu
diperhatikan beberapa hal pada pekerjaan pengesan, antara lain adalah :
jumlah es yang digunakan, cara penambahan es pada hasil perikanan,
waktu lamanya pemberian es, ukuran wadah yang digunakan,
menghindari pengesan ikan yang masih kotor dan luka.
Jumlah es yang diberikan akan berbeda sesuai dengan suhu awal ikan
tersebut.Mutu bahan baku yang sesuai menurut SNI 01-2729.1-1992 adalah bahan
baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukkan, bebas
dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang
dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karekteristik
kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :
Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis
ikan segar
Bau : segar spesifik jenis, bau rumput
laut segar.
Daging
: elastis, padat dan kompak
Rasa
: netral agak manis.
Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat
dipertahankan. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati. Dengan demikian, dapat
dilakukan tindakan penanganan yang baik dalam upaya mempertahankan kesegaran
ikan (Junianto, 2003).
2. Parameter Ikan
Segar
Tingkat kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang
bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika
perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum
menyebabkan perubahan-perubahan sifat ikan pada waktu masih hidup. Kesegaran
ikan dapat digolongkan ke dalam 4 kelas mutu (Hadiwiyoto, 1993 dalam Suryawan 2004),
yaitu:
a. Ikan yang kesegarannya
masih baik sekali (prima)
Ikan yang kondisinya baru saja ditangkap dan baru
saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun
insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar. Dalam uji organoleptik, ikan
pada kondisi berada pada nilai 9 yaitu dengan mata cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging cemerlang.
b. Ikan yang kesegarannya
masih baik (advance)
Ikan yang masih dalam keadaan segar, namun tidak sesegar
seperti pada kondisi pertama. Dalam penilaian secara organoleptik, ikan ini
mempunyai nilai antara 7 sampai 8, yaitu dengan bola mata agak cerah, kornea
agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun agak
lunak bila ditekan.
c. Ikan yang kesegarannya
sudah mulai mundur (sedang)
Ikan yang kondisi organ tubuhnya sudah banyak
mengalami perubahan. Nilai organoleptik untuk ikan ini berkisar antara 5 sampai
6, yaitu dengan bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai
berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.
d. Ikan yang sudah tidak
segar lagi (busuk)
Ikan yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Daging ikan
pada kondisi ini sudah lunak dengan sayatan daging tidak cemerlang, bola mata
cekung, insang berubah menjadi coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah
menyebarkan bau busuk. Nilai organoleptik untuk ikan pada kondisi ini, yaitu 1
sampai 4.
3. Kemunduran Mutu
Ikan Segar
Ikan adalah bahan pangan yang mudah sekali rusak terutama dalam
keadaan segar akan cepat sekali mengalami kerusakan sehingga mutunya menjadi
rendah. Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun secara
mikrobiologi. Kerusakan biokimiawi disebabkan oleh adanya enzim-enzim dan
reaksi-reaksi biokimiawi yang masih berlangsung pada tubuh ikan segar.
Kerusakan biokimiawi ini sering kali disebut dengan otolisa, yakni kerusakan
yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Sementara itu kerusakan mikrobiologi
disebabkan karena aktifitas mikroba, terutama bakteri. Di dalam pertumbuhannya
atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroba memerlukan energi yang dapat
diperoleh dari subtrat tempat hidupnya. Daging ikan merupakan subtrat yang baik
sekali untuk bakteri karena dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat
menjadi sumber nitrogen, sumber karbon, dan kebutuhan-kebutuhan nutrien lainnya
untuk kebutuhan hidupnya (Hadiwiyoto, 1993).
Menurut Afriyanto dan Liviawaty (2002), proses pembusukkan dapat
terjadi karena perubahan akibat aktivitas enzim-enzim tertentu yang terdapat di
dalam tubuh, aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain atau karena proses
oksidasi lemak oleh udara. Biasanya aktivitas penyebab pembusukkan di atas
dapat dikurangi atau dihentikan sama sekali apabila suhu lingkungan diturunkan,
misalnya dengan menggunakan suhu rendah. Salah satu cara pengawetan dengan
suhu rendah yaitu dengan menggunakan es batu.
Tahap-tahap perubahan yang terjadi setelah ikan mati dapat dibagi
dalam tiga fase menurut tingkat kesegarannya, yaitu fase pre-rigor,
fase rigor mortis dan fase post rigor. Lamanya waktu perubahan
yang berlangsung pada ikan, tergantung pada jenis ikan, ukuran, kondisi ikan
waktu hidup, cara kematian dan suhu penyimpanan. Fase pre-rigor merupakan
perubahan pertama yang terjadi ketika ikan mati, yang ditandai melemasnya
otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati sehingga ikan mudah dilenturkan.
Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang membawa oksigen
untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun telah mati, di dalam tubuh ikan masih
berlangsung proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali, sehingga
mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa.
Beberapa saat kemudian tubuh ikan menjadi kaku (rigor mortis)
akibat dari berbagai reaksi biasanya proses ini berlangsung selama lima jam.
Selama berada dalam fase ini, ikan masih dalam sangat segar. Ini berarti bahwa
apabila rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama, maka proses
pembusukkan dapat ditekan. Pada fase rigor mortis, PH tubuh ikan menurun
menjadi 6,2 – 6,6 dari PH mula-mula 6,9 – 7,2. Tinggi rendahnya PH awal ikan
sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering
power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh
protein, asam laktat, asam posfat, TMAO, dan basa-basa menguap (Junianto,
2003). Fase rigor mortis diakhiri dengan fasepost rigor yang
merupakan permulaan dari proses pembusukkan. Fase ini meliputi autolisi,
pembusukkan oleh bakteri dan ketengikan. Pada saat ikan masih hidup terdapat
sejumlah bakteri pada kulit, insang dan saluran pencernaan. Bakteri-bakteri ini
tidak dapat menyerang ikan karena adanya kulit dan lendir yang berfungsi
sebagai penghalang. Setelah ikan mati, penghalang tersebut tidak berfungsi lagi
sehingga bakteri dapat menyerang kulit, insang dan saluran
pencernaan. Pembusukkan akan lebih cepat dengan adanya penyinaran langsung dari
sinar matahari (Yunizal dan Wibowo, 1998 dalam Suryawan, 2004).
Tabel 2. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)
PARAMETER
|
IKAN SEGAR
|
IKAN BUSUK
|
Mata
|
Pupil hitam
menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang
|
Pupil mata
kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh
|
Insang
|
Warna merah
tua, tak berlendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor)
|
Warna merah
cokelat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal
|
Tekstur daging
|
Elastis dan
jika ditekan tidak ada bekas jari, serata padat atau kompak
|
Daging
kehilangan elestisitas nya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas
tekanannya lama hilang
|
Keadaan kulit dan lendir
|
Warnanya
sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan
dan baunya segar khas menurut jenisnya
|
Warnanya sudah
pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya
berubah seperti putih susu
|
Keadaan perut dan sayatan daging
|
Perut tidak
pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika ikan dibelah
daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya
|
Perut sobek,
warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang
tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas
|
Bau
|
Spesifik
menurut jenisnya, bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti
putih susu, bola mata cekung dan keruh
|
Bau menusuk
seperti asam asetat dan lama kelamaan berubaha menjadi bau busuk yang menusuk
hidung
|
Gambar 2. Ikan yang telah membusuk |
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten
Banyuwangi