Rabu, 07 Maret 2018

MUTU ATAU KUALITAS BAHAN BAKU IKAN



1.      Mutu Ikan Segar
Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya. Semakin segar ikan sampai ke tangan pembeli maka harga jual ikan tersebut akan semakin mahal. Tingkat kesegaran ikan ini sangat terkait dengan cara penanganan ikan (Junianto, 2003).

Gambar 1. Contoh ikan segar


Menurut Hadiwiyoto (1993), Penanganan yang tepat merupakan kunci keberhasilan mempertahankan kesegaran ikan, karena hal tersebut menjadi salah satu faktor yang sangat penting untuk menentukan nilai jualnya. Untuk mendapatkan hasil perikanan yang mempunyai kesegaran yang baik perlu diperhatikan beberapa hal pada pekerjaan pengesan, antara lain adalah :  jumlah es yang digunakan,  cara penambahan es pada hasil perikanan,  waktu lamanya pemberian es,  ukuran wadah yang digunakan,  menghindari pengesan ikan yang masih kotor dan luka.

Jumlah es yang diberikan akan berbeda sesuai dengan suhu awal ikan tersebut.Mutu bahan baku yang sesuai menurut SNI 01-2729.1-1992 adalah bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukkan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karekteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :
Rupa dan warna         : bersih, warna daging spesifik jenis ikan segar
Bau                             : segar spesifik jenis, bau rumput laut  segar.
Daging                        : elastis, padat dan kompak
Rasa                            : netral agak manis.

Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan. Oleh karenanya, sangat penting untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati. Dengan demikian, dapat dilakukan tindakan penanganan yang baik dalam upaya mempertahankan kesegaran ikan (Junianto, 2003).

2.      Parameter Ikan Segar
Tingkat kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang bermutu baik dan buruk. Ikan dikatakan masih segar jika perubahan-perubahan biokimia, mikrobiologi dan fisika yang terjadi belum menyebabkan perubahan-perubahan sifat ikan pada waktu masih hidup. Kesegaran ikan dapat digolongkan ke dalam 4 kelas mutu (Hadiwiyoto, 1993 dalam Suryawan 2004), yaitu:

a.       Ikan yang kesegarannya masih baik sekali (prima)
Ikan yang kondisinya baru saja ditangkap dan baru saja mengalami kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata, maupun insangnya masih benar-benar dalam keadaan segar. Dalam uji organoleptik, ikan pada kondisi berada pada nilai 9 yaitu dengan mata cerah, bola mata menonjol, kornea jernih, insang berwarna merah dan jernih, sayatan daging cemerlang.

b.      Ikan yang kesegarannya masih baik (advance)
Ikan yang masih dalam keadaan segar, namun tidak sesegar seperti pada kondisi pertama. Dalam penilaian secara organoleptik, ikan ini mempunyai nilai antara 7 sampai 8, yaitu dengan bola mata agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak kusam, warna daging masih cemerlang namun agak lunak bila ditekan.

c.       Ikan yang kesegarannya sudah mulai mundur (sedang)
Ikan yang kondisi organ tubuhnya sudah banyak mengalami perubahan. Nilai organoleptik untuk ikan ini berkisar antara 5 sampai 6, yaitu dengan bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna insang mulai berubah menjadi merah muda, warna sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.

d.      Ikan yang sudah tidak segar lagi (busuk)
Ikan yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Daging ikan pada kondisi ini sudah lunak dengan sayatan daging tidak cemerlang, bola mata cekung, insang berubah menjadi coklat tua, sisik mudah lepas dan sudah menyebarkan bau busuk. Nilai organoleptik untuk ikan pada kondisi ini, yaitu 1 sampai 4.

3.      Kemunduran Mutu Ikan Segar
Ikan adalah bahan pangan yang mudah sekali rusak terutama dalam keadaan segar akan cepat sekali mengalami kerusakan sehingga mutunya menjadi rendah. Kerusakan ini dapat terjadi secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Kerusakan biokimiawi disebabkan oleh adanya enzim-enzim dan reaksi-reaksi biokimiawi yang masih berlangsung pada tubuh ikan segar. Kerusakan biokimiawi ini sering kali disebut dengan otolisa, yakni kerusakan yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Sementara itu kerusakan mikrobiologi disebabkan karena aktifitas mikroba, terutama bakteri. Di dalam pertumbuhannya atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mikroba memerlukan energi yang dapat diperoleh dari subtrat tempat hidupnya. Daging ikan merupakan subtrat yang baik sekali untuk bakteri karena dapat menyediakan senyawa-senyawa yang dapat menjadi sumber nitrogen, sumber karbon, dan kebutuhan-kebutuhan nutrien lainnya untuk kebutuhan hidupnya (Hadiwiyoto, 1993).
Menurut Afriyanto dan Liviawaty (2002), proses pembusukkan dapat terjadi karena perubahan akibat aktivitas enzim-enzim tertentu yang terdapat di dalam tubuh, aktivitas bakteri dan mikroorganisme lain atau karena proses oksidasi lemak oleh udara. Biasanya aktivitas penyebab pembusukkan di atas dapat dikurangi atau dihentikan sama sekali apabila suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah. Salah satu cara pengawetan dengan suhu rendah yaitu dengan menggunakan es batu.
Tahap-tahap perubahan yang terjadi setelah ikan mati dapat dibagi dalam tiga fase menurut tingkat kesegarannya, yaitu fase pre-rigor, fase rigor mortis dan fase post rigor. Lamanya waktu perubahan yang berlangsung pada ikan, tergantung pada jenis ikan, ukuran, kondisi ikan waktu hidup, cara kematian dan suhu penyimpanan. Fase pre-rigor merupakan perubahan pertama yang terjadi ketika ikan mati, yang ditandai melemasnya otot-otot ikan sesaat setelah ikan mati sehingga ikan mudah dilenturkan. Perubahan ini terjadi karena terhentinya peredaran darah yang membawa oksigen untuk kegiatan metabolismenya. Meskipun telah mati, di dalam tubuh ikan masih berlangsung proses enzimatis. Proses ini berjalan tanpa kendali, sehingga mengakibatkan perubahan biokimia yang luar biasa.

Beberapa saat kemudian tubuh ikan menjadi kaku (rigor mortis) akibat dari berbagai reaksi biasanya proses ini berlangsung selama lima jam. Selama berada dalam fase ini, ikan masih dalam sangat segar. Ini berarti bahwa apabila rigor mortis dapat dipertahankan lebih lama, maka proses pembusukkan dapat ditekan. Pada fase rigor mortis, PH tubuh ikan menurun menjadi 6,2 – 6,6 dari PH mula-mula 6,9 – 7,2. Tinggi rendahnya PH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam posfat, TMAO, dan basa-basa menguap (Junianto, 2003). Fase rigor mortis diakhiri dengan fasepost rigor yang merupakan permulaan dari proses pembusukkan. Fase ini meliputi autolisi, pembusukkan oleh bakteri dan ketengikan. Pada saat ikan masih hidup terdapat sejumlah bakteri pada kulit, insang dan saluran pencernaan. Bakteri-bakteri ini tidak dapat menyerang ikan karena adanya kulit dan lendir yang berfungsi sebagai penghalang. Setelah ikan mati, penghalang tersebut tidak berfungsi lagi sehingga bakteri dapat menyerang  kulit, insang dan saluran pencernaan. Pembusukkan akan lebih cepat dengan adanya penyinaran langsung dari sinar matahari (Yunizal dan Wibowo, 1998 dalam Suryawan, 2004).

Tabel 2. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)
PARAMETER
IKAN SEGAR
IKAN BUSUK
Mata
Pupil hitam menonjol dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang
Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh
Insang
Warna merah tua, tak berlendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor)
Warna merah cokelat sampai keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal
Tekstur daging
Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari, serata padat atau kompak
Daging kehilangan elestisitas nya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas tekanannya lama hilang
Keadaan kulit dan lendir
Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya segar khas menurut jenisnya
Warnanya sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu
Keadaan perut dan sayatan daging
Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya
Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas
Bau
Spesifik menurut jenisnya, bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh
Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubaha menjadi bau busuk yang menusuk hidung


Gambar 2. Ikan yang telah membusuk



Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi