Secara
fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80%)
serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium
Chlorida, dan lain-lain. Garam mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang
berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9
dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C ( Burhanuddin, 2001).
Garam
Natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur iodin
(dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) padatan Kristal berwarna putih, berasa
asin, tidak higroskopis, bila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit dan
higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, sebagai
bumbu penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH ( bahan
untuk pembuatan keramik, kaca, dan pupuk ), sebagai zat pengawet ( Mulyono,
2009).
Gambar 1. Garam |
A. Sumber Garam
a)
Air laut, air danau asin
Yang
bersumber air laut terdapat di Mexico, Brazilia, RRC, Australia dan Indonesia
yang mencapai ± 40 %. Adapun yang bersumber dari danau asin terdapat di
Yordania (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake) dan Australia yang
mencapai produksi ± 20 % dari total produk dunia.
b)
Deposit dalam tanah, tambang garam
Terdapat
di Amerika Serikat, Belanda, RRC, Thailand, yang mencapai produksi ± 40 % total
produk dunia.
c)
Sumber air dalam tanah
Sangat
kecil, karena sampai saat ini dinilai kurang ekonomis maka jarang (sama sekali
tidak) dijadikan pilihan usaha. Di Indonesia terdapat sumber air garam di
wilayah Purwodadi, Jawa Tengah (Burhanuddin, 2001).
B. Jenis dan kegunaan
garam
a) Garam Industri
Garam
dengan kadar NaCl yaitu 97 % dengan kandungan impurities (sulfat, magnesium dan
kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil. kebutuhan garam industri
antara lain untuk industri perminyakan, pembuatan soda dan chlor, penyamakan
kulit dan pharmaceutical salt.
b) Garam Konsumsi
Garam dengan kadar
NaCl, yaitu 97 % atas dasar bahan kering (dry basis), kandungan impuritis
(sulfat, magnesium dan kalsium), yaitu 2%, dan kotoran lainnya (lumpur, pasir),
yaitu 1% serta kadar air maksimal yaitu 7%. Kelompok kebutuhan garam konsumsi
antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak
goreng, industri pengasinan dan pengawaten ikan (Burhanuddin, 2001).
c) Garam Pengawetan
Garam biasa ditambahkan
pada proses pengolahan pangan tertentu. Penambahan garam tersebut bertujuan
untuk mendapatkan kondisi tertentu yang memungkinkan enzim atau
mikroorganisme yang tahan garam (halotoleran) bereaksi menghasilkan produk
makanan dengan karakteristik tertentu.
Kadar
garam yang tinggi menyebabkan mikroorganisme yang tidak tahan terhadap garam
akan mati. Kondisi selektif ini memungkinkan mikroorganisme yang tahan garam
dapat tumbuh. Pada kondisi tertentu penambahan garam berfungsi mengawetkan
karena kadar garam yang tinggi menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan
aktivitas air rendah. Kondisi ekstrim ini menyebabkan kebanyakan mikroorganisme
tidak dapat hidup. Pengolahan dengan garam biasanya merupakan kombinasi dengan
pengolahan yang lain seperti fermentasi dan enzimatis. Contoh pengolahan pangan
dengan garam adalah pengolahan acar (pickle), pembuatan kecap ikan, pembuatan
daging kering, dan pembuatan keju ( Estiasih, 2009).
d) Garam Beriodium
Garam meja beriodium
merupakan sumber iodium yang murah dan efisien. Selain itu iodium juga banyak
didapatkan pada makanan laut. Iodium yang dibutuhkan orang dewasa sekitar 1-2
μg/kgBB/hari. Di Amerika Serikat, kebutuhan harian iodium untuk anak-anak
adalah 40-120 μg, dewasa 150 μg, untuk wanita hamil 220 μg, dan wanita menyusui
270 μg. makanan yang banyak mengandung iodium adalah makanan yang berasal dari
laut, sedangkan sayuran dan daging sedikit mengandung iodium.
Cara
yang praktis untuk memenuhi kebutuhan iodium, terutama untuk mereka yang
bertempat tinggal dipegunungan yang jauh dari laut, adalah dengan menambahkan
iodida pada garam dapur, yang sehari-harinya digunakan di meja makan (Gunawan,
2007).
C. Faktor
yang mempengaruhi produksi garam
a. Air Laut
Mutu air
laut (terutama dari segi kadar garamnya (termasuk kontaminasi dengan air
sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan).
b. Keadaan
Cuaca
Panjang
kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita
untuk membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
c. Curah
hujan
Curah hujan
(intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan
indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya
mempengaruhi daya penguapan air laut.
d. Kondisi
udara
Kecepatan
angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan
air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang
mengendap.
e. Tanah
Sifat
porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut kedalam
tanah yang di peminihan ataupun di meja. Bila kecepatan perembesan ini lebih
besar daripada kecepatan penguapannya, apalagi bila terjadi hujan selama
pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam. Jenis tanah mempengaruhi
pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam yang
dihasilkan.
f. Pengaruh
air
Pada kristalisasi garam
konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila konsentrasi air tua belum
mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila
konsentrasi air tua lebih dari 29°Be Magnesium akan banyak mengendap.
I. Teknologi Pembuatan Garam
A. Garam dari air laut
dan air danau asin
Teknologi
proses yang digunakan :
a.
Penguapan melalui teknologi matahari (solar evaporation).
b.
Proses pemisahan NaCl dengan aliran listrik (elektrodialisa).
B. Garam Tambang
Teknologi
proses yang digunakan Langsung dilakukan pencucian terhadap hasil penambangan
(washing plants), kemudian dilakukan pengeringan dengan centrifuge sampai
mencapaikadar air 3 – 5 % (untuk menghasilkan garam bahan baku/garam kasar),
dilanjutkan proses pengeringan lanjutan (drying). Hasil penambangan dilarutkan
dalam air atau dapat juga dicairkan pada saat masih dibawah permukaan tanah.
Kemudian larutan garam tersebut dijernihkan (sesedikit mungkin mengandung
kotoran dan senyawa kimia yang dikehendaki), dan selanjutnya dikristalkan kembali
dalam kolom kristalisasi (crystallization column), hasil rekristalisasi
dikeringkan dikeringkan dan seterusnya seperti pada proses sebelumnya.
(Burhanuddin, 2001).
Kristalisasi
merupakan istilah yang menunjukkan beberapa fenomena yang berbeda berkaitan
dengan pembentukan struktur kristal. Empat tahap pada proses kristalisasi
meliputi pembentukan kondisi lewat jenuh atau lewat dingin, nukleasi atau
pembentukan kristal inti kristal, pertumbuhan kristal, dan rekristalisasi atau
pengaturan kembali struktur kristalin sampai mencapai energi terendah.
Kristalisasi
menunjukkan sejumlah fenomena yang berkaitan dengan pembentukan struktur
matriks kristal. Prinsip pembentukan kristal adalah sebagai berikut:
1.
Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam.
2.
Kondisi lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air dan
lemak.
Untuk
membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi lewat dingin
(untuk lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan dibawah
titik leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan sehingga
dicapai kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula) pada kondisi tidak
seimbang ini, molekul-molekul pada cairan yang mengatur diri dan membentuk
struktur matriks kristal. Kondisi lewat jenuh atau lewat dingin pada produk
pangan diatur melalui proses formulasi atau kondisi lapangan. ( Estiasih,
2009).
C. Teknologi TUF Geomembran
1. Geomembran
Definisinya
yaitu bahan yang berfungsi sebagai tahan iar, terbuat dari HDPE (Hight Desnsity
Polyethylene) atau LDPE (Low Density Polyethylen). Geomembrane terbuat dari
bahan tahan air, tahan terhadap korosi, miyak, asam dan panas tinggi, yang sedang
trend saat ini.
2. Perpaduan dengan Geomembran
Fungsi dari
geomembran utamanya adalah untuk menampung cairan, mengganti beton untuk
penyimpanan air, melindungi tanah dari pencemaran air limbah. Sistem geomembran
ini hanya ditempatkan pada meja penggaraman, hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas dari garamnya tersebut. Dengan menggunakan sistem ulir
yang sudah dipakai oleh petani garam di Kabupaten indramayu, ditambah lagi
dengan menggunakan sistem geomembran pada meja garam, akan menghasilkan garam
yang berkualitas.
Pada proses pembuatan garam menggunakan TUF Geomembran
membutuhkan modifikasi lahan tambak dengan penambahan ulir pada tahap peminihan
dengan tujuan mempercepat proses penuaan air laut sehingga saat tiba
dipetak penampungan sudah mencapai (20 Be°) dan dengan penambahan geomembran
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas garam. Pada teknik TUF ini ulir
dibuat berbentuk petakan kolam tanah yang berkelok-kelok dengan dasar yang tidak
rata untuk membuat arus air secara alami sehingga terjadi proses penguapan yang
dibantu cahaya matahari dan angin. Dengan adanya ullir filter ini diharapkan
dapat mempercepat waktu penuaan air laut sehingga proses produksi lebih singkat
dari 40 hari persiapan lahan sampai produksi menjadi 25 hari. Ketinggian air
pada ulir berkisar 10 – 20 cm, perbandingan luas lahan peminihan dengan lahan
meja garam (65 : 35) meja garam yang memakai geomembran dapat menghindari bocor
mudah dirawat dan dapat segera digunakan pada musim garam tiba.
Secara garis besar lahan dan peralatan pada system TUF
dan Geomembran terdiri dari, Saluran primer, kolam penampungan air muda (Buffer), kolam penguapan,
kolam ulir terdiri dari empat kolam, kolam penampungan air tua (Bunker), kolam
penggorengan, meja garam, kincir, mesin pompa, geomembran (Plastik terpal,
HDPE, LDPE), dan filter yang terdiri dari paralon, ijuk, zeolit, arang batok
serta waring.
Gambar 2. Layout Lahan Garam |
Keterangan
:
1. Saluran Primer (in let)
2. Tempat penampungan pertama
(Buffer) ukuran 20
x 25 M2
3. Kolam penguapan ukuran 20
x 25 M2
4. Kolam penguapan dengan
ulir pertama ukuran 20 x 10 M2
5. Kolam ulir kedua ukuran 20
x 5 M2
6. Kolam ulir ketiga ukuran
10 x 2 M2
7. Kolam ulir keempat ukuran
20 x 2 M2
8. Kolam penampungan air tua (Bunker) ukuran 20 x 20 M2
9. Kolam penggorengan ukuran
30 x 20 M2
10. Meja
garam
II. Proses
Produksi Garam
A. Persiapan
Lahan Produksi
Hal
– hal yang perlu diperhatikan pada persiapan lahan :
a. Penyiapan
saluran pengaliran terdiri dari saluran pemasukan, saluran air muda, saluran
air tua, saluran pemasukan dan pembuangan untuk mengalirkan air laut ke lahan
pembuatan garam
b. Penyiapan
galengan yang berfungsi melindungi areal pergaraman seperti galengan
dikembalikan semula agar memiliki kekuatan maksimum, galengan meliputi :
c. Galengan
sekitar tepi laut
d. Galengan
sekitar saluran pembuangan dan saluran pengangkutan dengan melakukan
pengambilan tanah dari dasar saluran
e. Galengan
peminihan termasuk galengan penghalang dengan mengambil jarak 2 meter dari kaki
galengan, galengan memiliki ukuran lebar 50 cm kemiringan (1 : 1) tinggi
minimal 25 cm lebih tinggi dari tebal air yang ditentukan didalam peminihan.
f. Penyiapan
lahan peminihan dasar tambak dan meja bertujuan untuk mengembalikan bentuk
profil dasar tambak tersebut kebentuk semula, peminihan dan meja garam harus
dibersihkan dari berbagai kotoran / sampah dan dipadatkan
g. Penyiapan
lahan pembuatan ulir yang meliputi empat bagian ulir dan pada setiap saluran
masuknya diberi filter
h. Penyiapan
lahan meja garam meliputi perbaikan tanggul dan pengerasan dasar meja garam
melalui proses pengeringan meja garam dan pengerolan lahan (pemadatan) minimal
dilakukan dua kali sampai dasar lahan benar – benar keras baru kita melakukan
pemasangan geomembran.
i.
Penyiapan bahan untuk pembuatan filterisasi dari paralon dengan komposisi,
ijuk, zeolit dan arang batok lalu ditutup dengan waring.
Gambar 3. Proses Pembuatan Garam |
B. Sistem
TUF dan Geomembran
Berdasarkan
skema gambar diatas proses pembuatan garam dengan metode TUF dan Geomembran
adalah sebagai berikut :
a. Pertama
kali air masuk dari saluran primer lalu menggunakan kincir masuk ke penampungan
pertama (Buffer)
2 – 3 Be° dengan kedalaman air 50 cm
b. Lalu
dari buffer yang salurannya sudah dipasang Filter dialirkan ke meja penguapan 3
– 4 Be° dengan ketinggian air 10 – 15 cm
c. Dari
meja penguapan lalu dialirkan ke meja ulir pertama dengan 4 – 6 Be°
d. Lalu
setelah itu meja ulir pertama yang sudah dipasang filter dialirkan ke meja ulir
kedua dengan 8 – 10 Be°, dari ulir kedua masuk ke ulir ketiga yang sudah
dipasang filter dengan 12 – 15 Be°
e. Selanjutnya
alirkan air ke Bunker (Tempat
penyimpanan air tua) yang sudah dipasang filter biarkan selama 2 – 3 hari,
apabila belum mencapai 20 – 25 Be° air tua dari bunker kita ulir kembali ke
ulir pertama atau mempergunakan meja kristal sebagai ulir lanjutan sebelum
menjadi air tua 20 – 25 Be° (*ketinggian air dalam Bunker 50 cm)
f. Setelah
mencapai 20 – 25 Be° lalu suplai air tua ke meja – meja Kristal melalui meja
penggorengan
g. Lakukan
pengerasan pada meja penggorengan minimal dua kali pemadatan (dengan
guluk/glebek)
h. Alirkan
kepada meja kristal yang salurannya sudah dipasang filter dan geomembran lalu
diamkan selama 10 hari dengan ketinggian air 5 – 10 cm
i. Setelah
10 hari kita lakukan pemanenan
C. Proses
pemaenan garam dengan TUF Geomembran
a. Langkah
pertama sebelum pengerikan yaitu mencincang atau meremukan garam dalam
meja kristal supaya pengerikan lebih mudah
b. Kerikan
pertama pada bagian yang masih ada kandungan air nya agar garam bisa langsung
bersih
c. Pada
meja garam yang tidak ada airnya jangan dikerik karena bila dipaksa dasar lahan
bisa rusak
Gambar 4. Lahan Garam |
D. Proses
pengeringan dan penirisan garam
Pengeringan garam dilakukan dengan maksud agar bitten
garam dapat hilang sehingga kualitas garam menjadi lebih tinggi. Pengeringan
dapat dilakukan dengan membuat gunung – gunungan garam dan dibiarkan sampai
beberapa hari baru kemudian disimoan dalam gudang penyimpanan.
E. Perbedaan Tradisional
dan TUF Geomembran
Tradisional
|
TUF+Geomembran
|
Pembuatan air baku
dengan sistem penguapan air di dalam kolam kolam yang besar
|
Pembuatan air baku
dengan sistem ulir , mempercepat kenaikan boume (setengah dari waktu
pola tradisional)
|
tidak menggunakan
filtrasi atau penyaringan air sehingga air baku yang dihasilkan kotor
|
Terdapat penyaringan
air di setiap tahapannya sehingga menghasilkan air yang jernih dan
bebas kotoran
|
Proses penguapan pada
meja garam lebih lama
|
Proses penguapan pada
meja garam lebih cepat
|
Warna garam lebih
kusam dan kotor, sehingga perlu dilakukan pencucian
|
Memperoleh garam yang
lebih jernih, bersih dan tidak perlu dilakukan pencucian
|
Membutuhkan tenaga
yang besar
|
Tidak membutuhkan
tenaga yang besar
|
Harga garam Rp.
200-300/kg
|
Harga garam Rp.
400-700/kg
|
F.
Permasalahan Produksi Garam Rakyat
Permasalahan yang ada pada
produksi garam rakyat saat ini adalah kurangnya kualitas dan kuantitas
terhadap kebutuhan garam nasional seiring dengan bertambahnya penduduk
dan pesatnya perkembangan industri terhadap kebutuhan garam, hal ini ada
beberapa permasalahan pokok yang perlu diselesaikan secara bersama oleh
instansi yang terkait dengan produksi garam nasional, adapun permasalahan
tersebut diantaranya adalah tentang teknologi dan teknis produksi.
1. Bila
ditinjau dari masalah teknologi
Petani garam dalam proses
pembuatan garam menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu menguapkan
air laut didalam petak pegaraman dengan tenaga sinar matahari tanpa sentuhan
teknologi apapun, sehingga walaupun bahan baku melimpah namun salinitas dan
polutan yang terlarut sangat beragam, disamping itu areal pegaraman
terpencar-pencar dan kepemilikan lahan oleh rakyat sempit, adapun hal – hal
yang lain adalah sebagai berikut :
a. Areal sarana
Luas areal pada pegaraman
rakyat yang dimiliki secara perorangan sangat kecil yaitu berkisar antara 0,5
sampai dengan 5 hektar per unit dengan penataan petak peminihan dengan petak
kristalisasi yang tidak memenuhi persyaratan dimana petak peminihan lebih
sangat luas dibandingkan dengan petak kristalisasi
b. Proses
Secara umum dalam proses
produksi garam rakyat adalah total kristalisasi , dimana air tua yang berada
dimeja peminihahan bila dianggap mencukupi kepekatanya langsung dialirkan
kemeja – meja kristalisasi, tanpa pengontrolan kepekatan larutan air garam yang
memenuhi syarat. Selain hal tersebut juga didalam pemadatan atau pengolahan
meja kristalisasi kurang bagus atau kurang padat sehingga pada saat pemanenan
kemungkinan permukaan meja tanahnya akan ikut terbawa sehingga warna kristal
garam akan menjadi keruh atau coklat.
c. Produktifitas
Produktifitas rata – rata
petani garam berkisar 60 ton sampai 80 ton per hektar permusim
dikarenakan petakan – petakan proses produksi garam masih belum tertata secara
benar atau tetap sama secara turun temurun tanpa sentuhan teknologi
apapun
d. Mutu garam
Garam yang dihasilkan
dalam bentuk kristal yang kecil dan rapuh hal ini dikarenakan pada proses
pelepasan air tua yang belum saatnya serta waktu pemanenan yang terlalu pendek
yakni berkisar 3 s.d 5 hari
2. Masalah
Teknologi Produksi
a. Teknis Produksi
Peralatan dan cara
produksi masih sederhana, saluran air bahan baku tidak tertata sehingga pasokan
air sebagai bahan baku tidak kontinyu, Kemampuan petani garam didalam mengolah
lahan garam untuk peningkatan produksi terpusat di Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan, sedangkan SDM di Indonesia Timur kualitasnya masih harus
ditingkatkan.
b. Iklim
Musim kemarau di pulau
jawa relative pendek yaitu berkisar 4 s.d. 5 bulan pertahun dengan kelembaban
yang tinggi, sehingga produktivitas garam pertahun rendah, sedangkan untuk
Indonesia timur musim kemarau hingga 7 s.d. 8 bulan
c. Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan garam
rakyat rata – rata masih rendah yaitu sekitar 60 s.d 80 ton/ha/musim
d. Kualitas Produk
Kualitas produk tidak
seragam dengan kandungan zat pencemar yang tinggi. Sehingga untuk peningkatan
kualitas atau pemurnian kristal garam melalui pencucian menyebabkan naiknya
biaya, oleh Karena itu garam rakyat cenderung dijual dengan kualitas seadanya.
Sebagai perbandingan garam konsumsi produksi PT. Garam mengandung NaCl 95 % –
97 %, sedangkan garam rakyat mengandung NaCl lebih kecil dari 95%.
e. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana garam
rakyat belum tertata dan kurang memadai. Tata letak pegaraman rakyat umumnya
tidak teratur dan terpencar-pencar, sarana jalan yang menghubungkan petak/lahan
dengan jalan raya sebagai sarana transportasi hampir dikatakan tidak ada atau
tidak memadai. Hal ini menyebabkan biaya angkut ke tepi jalan raya
(transportasi ke atas truk pengangkut) menjadi tinggi sehingga pendapatan
pembudidaya garam pada umumnya menjadi lebih kecil karena dipotong biaya
transport yang cukup besar.
Berdasarkan masalah yang
ada saat ini maka untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam rakyat perlu
ada sentuhan teknologi bagi pembudidaya garam rakyat. Adapun untuk peningkatan
produksi perlu penataan lahan yang ada yaitu merobah lahan dari tradisional
menjadi semi intensif , karena pada lahan tradisional umumnya terdiri dari :
kolam penampung air muda, kolam peminihan, meja kristalisasi sedangkan kolam
penampung air tua hanya ada disekitar meja kristalisasi yang berbentu parit.
Pada lahan semi intensif terdiri dari kolam penampung air muda, kolam
peminihan, kolam ulir , kolam penampung air tua dan meja kristalisasi. Dari
perbedaan tersebut pada lahan semi intensif akan cepat didapat air tua yaitu
dengan penambahan kolam ulir, dan untuk meningkatkan produksi garam
diperluasnya meja kristalisasi hal ini tidak perlu dikawatirkan kekurangan air
tua karena stok air tua sudah tersedia di kolam penampung air tua.
Sedangkan untuk
meningkatkan mutu garam rakyat yang perlu dilaksanakan oleh pembudidaya garam
adalah pengontrolan air tua yang akan dilepas kemeja kristalisasi dimana air
tua yang akan dilepas harus mempunyai kepekatan 25° Be agar didapat kristal
garam yang baik yaitu kristal garam tersebut tidak mudah rapuh dengan waktu
pemanenan minimal 10 hari.
Selain hal tersebut yang
perlu mendapat perhatian adalah kondisi meja kristalisasi, karena pada umumnya
pembudidaya garam rakyat selama musim kemarau ingin memanen garamnya secara
terus menerus, tidak lagi memperhatikan kondisi lapisaan atas meja kristalisasi,
padahal dengan pemanenan yang terus menerus menyebabkan tanah lapisan atas meja
kristalisasi akan rusak, sehingga akan didapat kristal garam yang warnanya
keruh atau kecoklatan. Untuk mencegah hal tersebut maka pada pembudidaya
garam rakyat dalam proses pembuatan garamnya disarankan dengan TEKNOLOGI GEO
MEMBRANE.
DAFTAR PUSTAKA
Aris Kabul, 2011. Ramsol,Dirjen KP3K Kementerian Kelautan
dan Perikanan Republik Indonesia Jakarta.
Pemberdayaan Garam Rakyat.2003. Direktorat Jendral Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan
http://safiiperikananpati.blogspot.com/2013/02/faktor-yang-mempengaruhi-produksi-garam.html, diakses 16
Desember 2014
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan
Kabupaten Banyuwangi