Sabtu, 24 Februari 2018

PERAWATAN ALAT TANGKAP IKAN


Dalam melakukan perawatan alat tangkap merupakan hal yang harus dilakukan oleh nelayan karena perawatan alat yang baik dapat memperpanjang umur alat tangkap sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktifitas alat tangkap ikan.

Gambar 1. Ilustrasi Perawatab Alat Tangkap Ikan

  1. Kerusakan atau penurunan kekuatan alat penangkap ikan disebabkan oleh :
  2. Pengaruh mekanis
  3. Perubahan sifat-sifat bahan karena reaksi kimia
  4. Pengerusakan oleh jasad-jasad renik
  5. Pengaruh alam

Kerusakan tidak dapat dicegah, tetapi hanya dapat menghambat yaitu memelihara dengan jalan mengawetkan agar tahan lama.

PEMELIHARAAN ALAT TANGKAP IKAN
  1. Menyimpan dalam tempat yang aman. Disimpan pada tempat yang bebas dari binatang mengerat dan bebas atau jauh dari sumber api. Perlu disimpan dalam gudang yang baik dan bersih serta jauh dari kemungkinan bahaya kebakaran.
  2. Menghindarkan dari sinar matahari terik. Bahan jaring hendaknya jangan dijemur dari sinar matahari langsung. Bila kena sinar matahari langsung akan menjadi lapuk.
  3. Alat yang baru dipakai hendaknya dicuci dengan air tawar, kemudian ditiriskan di tempat yang sejuk sampai kering. Kemudian baru diangkat dan dimasukkan dalam gudang.
  4. Tempat penyimpanan hendaknya bersih dari bekas minyak, bekas kotoran ikan dll. Hal ini untuk menghindari kerusakan secara kimia maupun jasad renik.
  5. Pemakaian alat dengan hati-hati.
  6. Terutama pada saat setting maupun hauling. Pastikan fishing ground aman dari batu karang, tonggak-tonggak dll.
  7. Bersihkan alat penangkap ikan dari sampah atau kotoran lain yang menempel, terutama gill net dan trawl.
  8. Memperbaiki kerusakan kecil sedini mungkin

Kerusakan awal kebanyakan disebabkan oleh :
  1. Pergesekan alat dengan benda lain (badan kapal dsb).
  2. Tersangkut oleh benda lain (karang, tonggak dll)
  3. Digigit atau kena sirip ikan atau gerakan ikan yang akan melepaskan diri.
  4. Sengaja disobek oleh nelayan (kerusuhan)Kerusakan tersebut biasanya disebut kerusakan mekanis. Hal ini harus segera diperbaiki. Kalau tidak akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah sehingga akan menurunkan hasil tangkapan

CARA PENGAWETAN ALAT TANGKAP IKAN

Tujuan umum pengawetan :
  1. Untuk mempertahankan agar alat dapat tahan lama
  2. Penghematan biaya dan tenaga
  3. Memperlancar operasional

Tujuan khusus pengawetan, yaitu menjaga dan mencegah kerusakan dari kerusakan mekanis, proses kimia, jasad renik dan pengaruh alam (terutama sinar matahari).

Cara pengawetan ada 2, yaitu :
  1. Secara tidak langsung, yaitu dengan jalan pemeliharaan.
  2. Secara langsung, yaitu : a). dengan cara mencegah kontaminasi;  b). dengan cara sterilisasi; c). dengan cara kombinasi.

1. Cara mencegah kontaminasi
Dilakukan dengan cara menyamak alat penangkap ikan dengan bahan penyamak. Tujuan penyamakan, yaitu bahan dapat terlindung oleh bahan penyamak dari kontaminasi bakteri atau jasad renik lainnya. Ada 3 bahan penyamak yang biasa digunakan oleh nelayan :
a. Bahan penyamak nabati : tingi, turi dsb
b. Bahan penyamak hewani : putih telur dan darah
c. Bahan penyamak kimia : ter, coffer dan napthenase

2. Cara sterilisasi
  • Pengawetan secara ini hampir tidak pernah dilakukan oleh nelayan.
  • Tujuannya adalah untuk membunuh mikroorganisme yang melekat pada alat penangkap ikan, agar tidak merusak
  • Cara sterilisasi :
  • Menjemur alat pada panas matahari. Bahan jaring dari serat alam harus dijemur dengan sinar matahari terik, tetapi bahan dari serat sintetis tidak boleh dijemur dengan sinar matahari terik. Penjemuran pada serta alam untuk membunuh atau mencegah aktifitas miokroorganisme yang menempel pada alat jaring.
  • Perebusan. Alat direbus atau dimasukkan pada air yang mendidih, agar mikroorganisme yang menempel akan mati. Setelah direbus, lalu dijemur pada matahari sampai kering

3. Cara kombinasi. Secara tidak sadar cara ini paling banyak dilakukan oleh nelayan.


Sumber : google


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

Jumat, 23 Februari 2018

ALAT TANGKAP YANG DILARANG BERDASARKAN PERMEN KP NOMOR 2 TAHUN 2015


Berdasarkan PERMEN KP No. 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa penggunaan alat tangkap Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dilarang.
Penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan, sehingga perlu dilakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets).
Pukat Hela (trawls) adalah semua jenis alat penangkapan ikan berbentuk jaring berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara ditarik/dihela menggunakan satu kapal yang bergerak. Pukat Hela (trawls) merupakan kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju (SNI 7277.5:2008). Alat pembuka mulut jaring dapat terbuat dari bahan besi, kayu atau lainnya. 

Gambar 1. Ilustrasi Pukat Hela (trawls)


Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dilakukan dengan cara menghela pukat di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju. Pengoperasiannya dilakukan pada kolom maupun dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal termasuk udang dan crustacea lainnya tergantung jenis pukat hela yang digunakan. Pukat hela dasar dioperasikan di dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan demersal, udang dan crustacea lainnya. Pukat hela pertengahan dioperasikan di kolom perairan, umumnya menangkap ikan pelagis.
Pukat Tarik (seine nets) adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar. (SNI 7277.6:2008). Pengoperasian Pukat tarik (seine net) dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dengan menggunakan kapal atau tanpa kapal. 

Gambar 2. Ilustrasi Pukat Tarik (seine net)

Pukat ditarik ke arah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui tali selambar di kedua bagian sayapnya. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pukat tarik yang digunakan. Pukat tarik pantai dioperasikan di daerah pantai untuk menangkap ikan pelagis & demersal yang hidup di daerah pantai. Dogol dan lampara dasar dioperasikan pada dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal. Payang dioperasikan di kolom perairan umumnya menangkap ikan pelagis.

Sumber : PERMEN KP No. 2 Tahun 2015. Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) DI Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

Selasa, 20 Februari 2018

TEKNIK PENGOLAHAN : BAKSO IKAN


Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging atau ikan yang dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau lebih besar dan dimasak dalam air panas hingga bakso tersebut mengapung. Masyarakat lebih mengenal bakso sebagai makanan sepinggan yang dihidangkan dengan pelengkap lain seperti mie, sayuran, pangsit, dan kuah. Makanan ini sangat populer dan digemari oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya penjual mie bakso, mulai dari restoran sampai ke warung-warung kecil dan gerobak dorong. 



Gambar 1. Bakso Ikan

Secara teknis, pengolahan bakso ikan sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Dilihat dari peluang usahanya, pengolahan bakso tampil sebagai sosok bisnis yang menarik. Dilihat dari upaya pemenuhan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sarana pendukung kecukupan gizi yang tepat mengingat produk ini mengandung protein yang cukup tinggi. Kualitas bakso ditentukan oleh bahan baku, berbagai macam tepung yang digunakandan perbandingannya di dalam adonan. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi kualitas bakso diantaranya adalah bahan-bahan tambahan yang digunakan serta cara memasaknya.
Melihat daging yang digunakan sebagai bahan baku mahal, maka penganekaragaman bahan dasar pembuatan bakso perlu diupayakan agar bakso tetap berkualitas dan hargapun dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging adalah mencari bahan pengganti dengan memanfaatkan bahan makanan lain untuk pembuatan bakso. Dalam kesempatan ini alternatif bahan baku yang dipilih adalah ikan.

BAHAN BAKU
Ikan Segar

Gambar 2. Ilustrasi Ikan Segar


ALAT
Berikut adalah peralatan yang digunakan dalam pembuatan bakso :

Gambar 3. Peralatan Pembuatan Bakso Ikan


BAHAN TAMBAHAN

1. Tepung Tapioka
Tepung tapioka digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bakso, tepung yang digunakan dalam pembuatan bakso berfungsi sebagai pengikat dan perekat bahan lain. Kualitas tepung yang digunakan sebagai bahan makanan sangat berpengaruh terhadap makanan yang dihasilkan. Tepung yang baik kualitasnya dapat dilihat berdasarkan ciri-ciri yaitu berwarna putih, tidak berbau apek, teksturnya halus. Agar baksonya lezat, teksturnya bagus, bermutu tinggi, jumlah tepung yang digunakan sebaiknya sekitar 10-20% dari berat daging.

Gambar 4. Contoh Tepung Tapioka


2. Putih Telur
Telur yang digunakan dalam pembuatan bakso ini adalah telur ayam dan bagian telur yang digunakan adalah putih telur yang berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam adonan, pemberi rasa lezat, dan memberi tekstur adonan yang rata dan kalis. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari berat telur. Telur memiliki daya emulsi sehingga menjaga kestabilan adonan.

Gambar 5. Putih Telur


3. Air Es
Air es diperlukan didalam pembuatan bakso karena berfungsimembantu pembentukan adonan dan memperbaiki tekstur bakso.Penggunaan air es juga berfungsi untuk menambahkan airkedalam adonan sehingga adonan tidak kering selama pembentukanmaupun selama perebusan. Penambahan juga berfungsimeningkatkan rendemennya.

Gambar 6. Air Es


BUMBU :
  • Prosentase bumbu berdasarkan berat daging ikan lumat
  • Tapioka   20 %
  • Lada / merica  0,1 %
  • Bawang putih  2 %
  • Garam   3 %
  • Putih telur (untuk 1 kg daging lumat = 2 putih telur)


CARA PEMBUATAN :
  1. Fillet ikan, ambil dagingnya dengan cara dikerok menggunakan sendok;
  2. Gilinglah dengan alat penggiling daging;
  3. Timbanglah beratnya untuk mengetahui prosentase bumbu;
  4. Masukkan garam ke dalam daging ikan lumat sambil diuleni hingga rata. Tambahkan bumbu-bumbu halus merica dan bawang putih, putih telur, campur rata;
  5. Masukkan tapioka sedikit demi sedikit sambil diuleni hingga tercampur rata;
  6. Cetak adonan bentuk bulat;
  7. Masukkan bulatan, bakso tersebut ke dalam air mendidih. Rebus hingga matang (sampai bakso mengapung di permukaan air);
  8. Angkat dan dinginkan.



Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

Kamis, 08 Februari 2018

PENANGANAN RAJUNGAN DI ATAS KAPAL


Penanganan rajungan diatas perahu dilakukan dalam bentuk segar dan perebusan. Perlakuan yang baik adalah menjaga dan membawa rajungan sampai ke pembeli dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sehingga daging rajungan terjaga kualitas kekenyalannya maupun aromanya.



Gambar. Penanganan rajungan diatas kapal

1). Rajungan Segar
Penangkapan Rajungan segar dengan 1 trip > 1 hari memerlukan coolbox untuk menyimpan hasil tangkapan rajungan segar supaya tetap terjaga tingkat kesegarannya, penanganan rajungan dalam bentuk segar (raw materials) di simpan dalam wadah pada suhu sekitar 0 – 4 derajat celsius dan dipertahankan sampai masuk ke miniplant untuk proses perebusan (cooking). Tubuh rajungan diusahakan tetap utuh dan tidak terintrusi air es hingga penyusunan rajungan dalam wadah teratur tidak tergencet, dalam lingkungan dingin, tidak terbuka oleh sinar panas matahari dan bebas dari pengaruh bahan pencemar. Di atas perahu sudah disediakan box sebagai wadah penyimpanan rajungan atau wadah lain yang sama perannya untuk menjaga kesegaran rajungan dan lebih ringan atau lebih mudah dipindahkan. Adapun tahapan penangan rajungan segar adalah sebagai berikut :
·        Jenis-jenis rajungan hasil tangkap Bubu Rajungan yang dipilih adalah ukuran komersial (> 150 gram).
·       Apabila kapal bubu rajungan berukuran kecil (< 5 GT), digunakan cold-box portable ukuran kapasitas mulai dari 50 kg, 100 kg dan 200 kg yang dilengkapi dengan lubang penirisan (drain hole) untuk membuang air lelehan es. Dengan ukuran kecil ini penempatannya di kapal bubu rajungan lebih luwes, yang penting ditempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung.
·       Bak pendinginan (chilling) dan pencuci rajungan ukuran 0,5 – 2 m3, sebagai tempat mencuci sekaligus chilling rajungan setelah dilepas dari Bubu Rajungan saat hauling, dimana bak ini akan diisi air laut yang diberi es. Sebaiknya bak ini bertutup dan berisolasi agar dapat menghemat pemakaian es. Perbandingan es curai dan air laut = 2 : 1.
·       Keranjang plastik. Terbuat dari bahan HDPE yang cukup kuat dengan kapasitas maksimum 25-30 kg rajungan, agar cukup ringan sehingga mudah ditangani secara manual. Keranjang ini didesign sedemikian rupa sehingga air lelehan es dapat mengalir dengan lancar dan dapat ditumpuk tanpa memberikan tekanan produk rajungan yang ada didalamnya. Keranjang ini memiliki dua fungsi yaitu untuk wadah rajungan hasil seleksi, tempat melakukan pencucian sekaligus wadah rajungan selama penyimpanannnya dalam palkah. Jumlahnya disesuaikan agar dapat menampung semua hasil produksi,
·        Terpal.untuk membuat pelindung dari panas matahari bagi area dek kapal Bubu Rajungan.

2). Rajungan Kukus
·         Penanganan rajungan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai perdagangan rajungan ataupun industrial rajungan. Penanganan rajungan pada dasarnya terdiri dari dua tahap, yaitu penanganan di atas kapal dan penanganan di darat. Penanganan rajungan setelah penangkapan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual rajungan yang maksimal. Tahap penanganan ini menentukan nilai jual dan proses pemanfaatan selanjutnya serta mutu produk olahan rajungan yang dihasilkan.
·         Peralatan perebusan hasil tangkap rajungan berfungsi untuk melindungi rajungan dari kemunduran mutu daging rajungan setelah proses penangkapan sehingga memberikan peluang dapat dipertahankannya mutu dan kualitas rajungan dalam keadaan mati ataupun menjamin daging rajungan hasil tangkapan bubu tidak mengalami kemunduran mutu selama proses operasi penangkapan sehingga memberikan nilai jual rajungan yang lebih tinggi.
·         Peralatan perebusan banyak dipergunakan oleh nelayan rajungan, yang merupakan peralatan perebusan yang cukup sederhana baik kontruksi maupun penggunaan bahan peralatan perebusan. Dengan adanya peralatan perebusan diatas kapal nelayan yang cukup sederhana, maka penanganan rajungan diatas kapal bisa ditingkatkan dengan cara melakukan modernisasi peralatan perebusan sehingga higinitas dan sanitasinya dapat terjamin atau dapat lebih tinggi.

Cara perebusan meliputi :

1) Pensortiran
Pensortiran dilakukan terhadap rajungan hasil tangkapan yang akan direbus. Setelah proses pensortiran dilakukan proses pencucian dilakukan untuk mengurangi mikroba yang ada dipermukaan tubuh rajungan.

2) Pencucian
Rajungan yang sudah dikeluarkan dari bubu dicuci dengan air laut hingga bersih dari lumpur atau kotoran-kotoran yang menempel

3) Perebusan
Setelah proses pencucian dilakukan proses perebusan atau pengukusan pada suhu 80⁰ - 90⁰ C selama 20 – 40 menit sesuai dengan ukuran rajungan. Tujuan dari perebusan ini adalah menghentikan aktifitas bakteri pembusuk jamur maupun enzim sehingga dapat memperpanjang daya awet produk olahan dan mempermudah pengelupasan kulit rajungan. Dalam standard penanganan rajungan diatas perahu untuk produk yang sudah direbus harus diperlakukan dengan kriteria sesuai dengan bentuk produk rajungan yang disediakan dari atas perahu. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan standard dalam proses perebusan di atas perahu/kapal yaitu setiap 50 kg rajungan direbus dengan menggunakan air sebanyak 20 liter dan direbus selama  20 – 40 menit. Langkah selanjutnya setelah perebusan agar dianginkan selama 45 menit lalu disimpan di wadah yang dijaga kebersihannya dan terhindar dari kontaminasi bahan atau benda lain sekecil apapun hingga sampai disetor ke miniplant terdekat.

4) Penyimpanan
Rajungan yang telah direbus selanjutnya disimpan di dalam cool box menggunakan es curah (1 basket ½ balok), maksimal 3 basket @ 25 kg


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi