Kamis, 22 November 2018

Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang


Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kuning telur (yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva sehingga larva tidak perlu diberi pakan.  Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi.  Pemeliharaan larva dilakukan pada hapa penetasan.  Pemberian pakan dapat dilakukan setelah larva berumur 4-5 hari atau saat larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam.  Umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dengan menghasilkan benih berkuran 0,7-1,0 cm dengan berat 0,002 gram (Sunarma, 2004).
Pakan yang dibutuhkan adalah makanan dari luar yang sesuai dengan bukaan  mulut dan kekuatan pencernaannya.  Makanan yang cocok adalah jenis makanan hidup karena tidak akan mengalami pembusukan.  Pakan tambahan yang paling cocok adalah pakan alami atau pakan hidup berupa plankton.  Salah satunya adalah kutu air atau lebih dikenal dengan sebutan Daphnia sp. Di samping kutu air, pakan alami lain yang cocok untuk benih ikan Lele Dumbo adalah cacing sutera (Khairuman dan Amri, 2002).
Menurut Soetomo (2000), ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan larva, yaitu :

a. Faktor yang berhubungan dengan air
Faktor–faktor yang perlu diperhatikan dan berhubungan dengan air antara lain:  debit air, suhu, kejernihan, oksigen, amoniak dan derajat keasaman (pH).

b. Faktor yang berhubungan dengan makanan
Faktor yang berhubungan dengan makanan perlu diperhatikan.  Makanan bagi larva ikan lele yang baru menetas adalah dari persediaan makanan yang tersimpan dalam kantong kuning telur sampai berumur 5 hari.

Larva dan benih ikan lele membutuhkan makanan alami untuk pertumbuhannya.  Makanan alami yang dapat diberikan diantaranya yang pertama adalah Rotifera, yaitu pakan alami yang memiliki ukuran yang kecil dan cocok untuk larva lele.  Sedangkan yang kedua adalah Daphnia sp. yaitu pakan alami yang tinggi nilai gizinya dan dapat diberikan pada saat benih berumur 2 minggu setelah telur menetas dan diberikan sebanyak 2 kali/hari.
Menurut Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi (2006), menjelaskan bahwa pendederan dilakukan pada kolam yang sebelumnya telah dilakukan persiapan terlebih dahulu.  Persiapan dilakukan 1 minggu sebelum penebaran.  Adapun persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : pengeringan, perbaikan pematang, pengolahan tanah dasar dan pembuatan kemalir.  Pengapuran dilakukan dengan melarutkan kapur tohor dengan dosis 250-500 gram/m2.  sedangkan pemupukan dilakukan dengan menggunakan kotoran ayam dengan dosis 500-1000 gram/m2.  Kemudian kolam diisi air setinggi 40 cm, dan setelah 3 hari disemprot dengan menggunakan organophosphat  4 ppm dan dibiarkan selama 4 hari.
Menurut Sunarma (2004), pada pendederan pertama dan pendederan dua benih ikan lele dapat dipelihara dalam bak plastik, bak tembok atau kolam pendederan.  Pakan yang diberikan berupa cacing Tubifex, Daphnia sp., Moina sp. atau pakan buatan dengan dosis 10-15% bobot biomass.  Pendederan tahap pertama dilakukan hingga benih berumur 26 hari dengan padat tebar               100 ekor/m2.  Dosis pemberian pakan 20% dari bobot total dengan frekuensi pemberian pakan  3 kali/hari.  Benih yang akan dihasilkan umumnya berukuran 3-5 cm dengan berat 0,62 gram/ekor.  Sedangkan pendederan tahap kedua umumnya dilakukan sampai benih berumur 40 hari dengan padat penebaran          50 ekor/m2.  Adapun dosis pemberian pakannya adalah 10% dari bobot total dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari.  Benih yang dihasilkan umumnya berukuran 5-8 cm dengan berat 3,89 gram/ekor.

 
Budidaya Ikan Lele

Kualitas Air

Air adalah faktor terpenting dalam budidaya ikan.  Bukan hanya ikan lele, semua jenis ikan yang lain juga memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak.  Untuk itu, kualitas air harus diperhatikan agar kegiatan budidaya berjalan sesuai dengan yang diharapkan (Khairuman dan Amri, 2002).
Berdasarkan SNI : 01-6484.4-2000, bahwa kualitas air media selama proses pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva adalah sebagai berikut :
1. Suhu                   : 2 5 oC-30 oC
2. Nilai pH               : 6,5–8,5
3. Debit air               : 0,5 liter/detik
4. Tinggi air             :  25 – 40 cm
Sedangkan kualitas air media selama proses pendederan adalah sebagai berikut :
1. Suhu                    : 25–30 oC
2. Nilai pH             : 6,5–8,5
3. Laju pergantian  : (10–15)  % per hari
4. Kecerahan           : 25–35 cm
Rukmana (2003), menyatakan bahwa pada umumnya, lele hidup normal di lingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut 4 mg/l.  Kandungan oksigen sering mengalami perubahan secara mendadak, misalnya akibat penguraian bahan organik.  Derajat keasaman atau pH yang baik bagi Lele Dumbo adalah 6,5–9 , pH yang kurang dari 5 sangat buruk bagi Lele Dumbo, karena bisa menyebabkan penggumpalan lendir pada insang, sedangkan pH 9 ke atas akan menyebabkan berkurangnya nafsu makan lele.

Hama dan Penyakit

Penyakit yang sering menyerang ikan lele adalah Ichtyopthirius multifilis atau yang lebih dikenal dengan nama white spot (bintik putih).  Pencegahan dapat dilakukan dengan cara persiapan kolam yang baik, terutama pada saat pengeringan dan pengapuran.  Pengobatan dilakukan dengan cara penebaran garam dapur sebanyak 200 gram/m2 setiap 10 hari selama pemeliharaan atau dengan merendam ikan yang sakit ke dalam larutan oxytetracyclin 2 mg/liter (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sukabumi, 2006).
Sunarma (2004), menyatakan bahwa kegagalan pada kegiatan pembenihan dapat diakibatkan oleh serangan organisme predator (hama) ataupun organisme pathogen (penyakit).  Hama yang umumnya menyerang antara lain :  insekta, ular dan belut serta kodok.  Serangan lebih banyak terjadi apabila pemeliharaan benihnya dilakukan di kolam dengan menggunakan pupuk kandang.  Sedangkan organisme pathogen yang umumnya menyerang adalah Ichtyophtirius multifilis, Trichodina sp., Dactylogyrus sp. dan Aeromonas hydrophilla.
Penangggulangan hama insekta dilakukan dengan pemberian insektisida yang dilakukan pada saat pengisian air sebelum benih ditebar.  Sedangkan penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan manajemen lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur serta mencukupi.    

Pemanenan

Setelah benih dipelihara selama 30-45 hari, benih Lele Dumbo siap dipanen.  Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat suhu rendah.  Pemanenan dimulai dengan mempersiapkan alat-alat panen serta tempat penampungan benih hasil panen.  Setelah semua peralatan siap, kolam dikeringkan secara total sampai air yang tersisa hanya tinggal di caren.  Dalam keadaan ini, benih-benih Lele Dumbo akan terkumpul di dalam caren.  Selanjutnya dengan alat tangkap berupa seser, benih ditangkap dan ditampung di dalam wadah yang telah disediakan.  Benih kemudian disortir atau dipisahkan sesuai dengan ukurannya (Khairuman dan Amri, 2002).

Analisa Finansial

Melakukan suatu kegiatan budidaya, selain mengetahui secara teknis kegiatan budidaya, juga harus mengetahui analisa finansial yang akan dijalankan.  Analisa keuangan bertujuan untuk mengetahui posisi keberhasilan yang dicapai dari suatu usaha selama kegiatan produksi berlangsung dan dapat menilai manfaat investasi itu dengan usaha yang lain dan juga untuk mengontrol investasi yang ditanamkan dalam usaha tersebut.

Laba/Rugi

Penghitungan analisa Rugi Laba merupakan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya (Kasmir dan Jakfar, 2006).  Pendapatan merupakan penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/C Rasio digunakan untuk mengetahui perbandingan atau ratio hasil yang diperoleh terhadap jumlah biaya yang dikeluarkan. B/C adalah perbandingan nilai benefit dengan nilai biaya.  Suatu usaha yang dikatakan menguntungkan jika B/C ratio lebih besar dari 1, semakin besar B/C ratio yang diperoleh maka usaha tersebut semakin menguntungkan.  B/C dalam perhitungannya lebih ditekankan pada kriteria-kriteria investasi atau modal usaha yang pengukurannya diarahkan pada usaha untuk membandingkan, mengukur, serta menghitung tingkat usaha budidaya ikan lele.  Dengan B/C Ratio ini dapat dilihat kelayakan suatu usaha.  Bila nilai 1, berarti usaha tersebut belum memberikan keuntungan, sehingga perlu pembenahan.  Semakin kecil ratio ini, semakin besar kemungkinan perusahaan memperoleh kerugian.  Fungsi nilai B/C ini sebagai pedoman untuk mengetahui seberapa besar suatu jenis ikan harus diproduksi pada musim berikutnya (Rausin, 2001).

Payback Period (PP)

Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu.  Selanjutnya nilai rasioini dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima (Umar, 2003).  Sedangkan menurut Kasmir dan Jakfar (2006), metode payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (period) pengembalian suatu investasi atau usaha.

Analisa Break Even Point (BEP)

Analisa titik pulang pokok atau analisa titik impas ini adalah merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel di dalam suatu kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar, 2003).



DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page 135-161.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.

Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.

Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang (Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004).  Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. 257 Hal.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 356 Hal.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo           Media Pustaka. Jakarta.

Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.

Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya.   Jakarta.

Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J. Trenggana. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.

Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada        Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir         Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.

Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.

Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV. Aneka Ilmu    Anggota IKAPI. Semarang.

Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.

Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

SNI   : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.4-2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Hal. 1-98.

Subandi, M.M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar    Swadaya. Jakarta.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang      (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.    Yogyakarta. Hal. 37-96.

Suyanto, R.S. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama. Edisi 2. 424 Hal.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi

Kamis, 15 November 2018

Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang



Induk Lele Sangkuriang

Tujuan utama kegiatan seleksi adalah untuk meningkatkan produksi, yaitu melalui upaya mempertahankan bahkan meningkatkan sifat-sifat yang mendukung peningkatan produksi, diantaranya adalah peningkatan kecepatan tumbuh dan kemampuan bertahan hidup serta tumbuh baik dalam lingkungan pemeliharaan (Sumantadinata, 1982 dalam Nurhidayat et al., 2004).  Menurut Sunarma (2004), menyatakan bahwa ketersediaan benih untuk proses pembesaran tidak terlepas dari ketersediaan induk yang berkualitas.  Induk yang berkualitas mutlak diperlukan sebagai upaya menjamin keberhasilan pembesaran sampai mencapai ukuran konsumsi.  Untuk itu, pengadaan induk yang berkualitas perlu dilakukan.  Sesuai dengan SNI :  01-6484.1-2000, bahwa persyaratan induk lele dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kriteria kualitatif dan kuantitatif Lele Dumbo

No.
Kriteria Kualitatif
Kriteria Kuantitatif
1.     
Berasal dari hasil pembesaran benih sebar berasal dari induk kelas dan dasar (Grand Parent Stock)
Umur induk jantan 8 – 12 bulan, betina1 2 – 15 bulan
2.     
Warna bagian atas kepala berwarna hijau kehitaman, bagian          punggung atas sampai pangkal ekor berwarna hijau kecoklatan dengan loreng berwarna coklat kehitaman, mulai kepala bagian bawah sampai ke pangkal ekor berwarna putih keruh.
Panjang standar jantan      40 – 45 cm, betina      38 – 40 cm.

3.     
Bentuk tubuh bagian kepala pipih horisontal, bagian badan bulat memanjang dan bagian ekor pipih vertikal.
Bobot badan pertama matang gonad jantan       500 – 750 g/ekor, betina                        400 – 500 g/ekor.

4.     
Anggota atau organ tubuh lengkap, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, alat kelamin tidak cacat (rusak), tubuh tidak ditempeli jasad patogen, insang bersih, tubuh tidak bengkak/memar dan tidak berlumut, tutup insang normal dan tubuh berlendir.
Fekunditas50.000 – 100.000 butir/kg bobot tubuh.

5.     
Gerakan lamban dan jinak
Diameter telur
1,4 – 1,5 mm

Sedangkan induk betina yang siap dipijahkan adalah induk yang sudah matang gonad.  Adapun cara menentukan kematangan gonad pada induk betina berdasarkan SNI :  01-6484.1-2000 adalah sebagai berikut :  Ikan jantan yang telah matang gonad ditandai dengan urogenitalnya yang memerah dan meruncing serta panjang sudah melampaui pangkal sirip ekor, sedangkan untuk ikan betina dengan cara meraba perut yang membesar dan terasa lunak serta bila diurut ke arah anus, ikan betina yang telah matang gonad akan mengeluarkan telur yang berwarna hijau kekuningan.
Namun, secara praktis hal ini dapat diamati dengan cara meletakkan induk pada lantai yang rata dan dengan perabaan pada bagian perut.  Sedangkan untuk induk jantan ditandai dengan warna alat kelamin yang berwarna kemerahan.  Sedangkan menurut Suyanto (2006), induk lele yang telah matang gonad menunjukkan tanda-tanda yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tanda-tanda kematangan gonad pada induk lele

Kriteria
Jantan
Betina
Warna alat kelamin
Alat kelamin terlihat kemerahan
Alat kelamin kemerahan
Bentuk urogenital
Bentuknya meruncing
Bentuknya membulat
Bentuk tulang kepala
Tulang kepala lebih mendatar (pipih)
Tulang kepala agak cembung
Warna tubuh
Warna dasar tubuhnya hitam, maka warna tersebut akan berubah menjadi lebih hitam
Warna tubuhnya lebih cerah daripada warna biasanya  

Perut
Perut tetap ramping dan bila perut diurut ke arah lubang genital maka akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu

Perut membesar dan bila diurut akan mengeluarkan telur berwarna kuning kehijauan

 

Perbedaan Jantan dan Betina Induk Lele


Pengelolaan Induk

Menurut Hardjamulia (1999) dalam Nurhidayat et al. (2004), bahwa pengelolaan induk yang baik harus meliputi penyediaan kolam dengan kualitas air yang memadai, pemberian pakan dalam jumlah dan kualitas yang cukup serta berupaya memelihara keragaman genetiknya.  Induk Lele Dumbo dipelihara dalam kolam atau bak berukuran (3m x 4m) dengan kepadatan 5 kg/m2.  Setiap hari induk diberikan pakan tambahan berupa pelet dengan dosis 4% dari berat tubuh induk lele (Prihartono et al., 2000).  
Menurut Sunarma (2004), induk ikan Lele Sangkuriang yang akan digunakan dalam kegiatan produksi harus berasal dari induk yang bukan satu keturunan dan memiliki karakteristik kualitatif dan kuantitatif yang baik berdasarkan pada morfologi, fekunditas, daya tetas telur, pertumbuhan dan sintasannya.  Karakteristik tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan produksi induk dengan proses seleksi yang ketat.  Persyaratan reproduksi induk betina Lele Sangkuriang antara lain :  umur minimal dipijahkan 1 tahun, berat          0,70-1,0 kg dan panjang standar 25-30 cm.  Sedangkan induk jantan antara lain :  umur   1 tahun, berat 0,5-0,75 kg dan panjang standar 30-35 cm.  
Jumlah induk jantan dan induk betina yang akan dipijahkan disesuaikan dengan rencana produksi dan sistem pemijahan yang digunakan.  Pada sistem pemijahan buatan diperlukan banyak jantan sedangkan pada sistem pemijahan alami dan semi alami jumlah jantan dan betina dapat berimbang.  Induk Lele Sangkuriang sebaiknya dipelihara secara terpisah dalam kolam tanah atau bak tembok dengan padat tebar  5 ekor/m2 dengan air mengalir ataupun tergenang.  Pakan yang diberikan berupa pakan komersil dengan kandungan protein di atas 25% dengan jumlah pakan sebanyak 2-3% dari biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali per hari (Sunarma, 2004). 

Pemberokan Dan Penyuntikan

Kegiatan pemberokan dilakukan dengan tujuan untuk membuang kotoran dan mengurangi kandungan lemak dalam gonad.  Pemberokan dilakukan dalam bak seluas 4-6 m2 dengan tinggi 1 meter selama 1-2 hari.                  
Pada pemijahan semi alami maupun buatan hormon perangsang yang umum digunakan selain ekstrak kelenjar hipofisa adalah ovaprim.  Ekstrak hipofisa yang digunakan dapat berasal dari ikan lele dan ikan mas sebagai ikan donor.  Bila menggunakan larutan hipofisa ikan mas untuk induk betina digunakan sebanyak 2 dosis (1 kg induk membutuhkan 2 kg ikan Mas) sedangkan induk jantan ½ dosis.  Penyuntikan dengan menggunakan ovaprim dilakukan dengan dosis 0,2 ml/kg induk.  Penyutikan dilakukan satu kali secara intramuskular yaitu pada bagian punggung ikan.  Rentang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur 10-14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk (Sunarma, 2004).

 

Pemijahan

Menurut Sunarma (2004), pemijahan ikan Lele Sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :  pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning), dan pemijahan buatan (induced breeding).  Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan induk betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami dalam bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban.  Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami.  Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan. 
Pada pemijahan buatan, induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan perbandingan 3 : 0,7 (telur dari 3 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma dari jantan 0,7 kg).  Pemijahan semi alami dan buatan dapat dilakukan dengan menggunakan hormon perangsang seperti :  ovaprim, ovatide, Luteinizing Hormone Releasing Hormone (LHRH) dan dapat juga menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa.  Rentang waktu antar penyuntikan dan ovulasi telur adalah 10-14 jam tergantung pada suhu inkubasi induk.  Menurut Sunarma (2004), prosedur pemijahan buatan adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan ovulasi telur pada induk betina
b. Pengambilan kantung sperma pada ikan jantan
c. Pengenceran sperma pada larutan fisiologis (NaCl 0,9%) dengan perbandingan 1 : 50-100
d. Pengurutan induk betina untuk mengeluarkan telur
e. Pencampuran telur dan sperma secara merata untuk menigkatkan pembuahan (fertilisasi)
f. Penebaran telur yang sudah terbuahi secara merata pada hapa penetasan

 

Penetasan Telur

Penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan yang sudah terpasang pada bak.  Bak dan hapa tersebut berukuran (2 x 1 x 0,4)m3 dan telah terisi air setinggi 30 cm.  Cara penebaran telur yaitu, telur diambil dengan bulu ayam lalu disebarkan ke seluruh permukaan hapa hingga merata.  Selanjutnya dalam       2-3 hari telur akan menetas dan larvanya tetap berada dalam hapa selama        4-5 hari atau sampai larva berwarna hitam (Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Sukabumi, 2006).  Menurut Najiyati (2003), telur akan menetas menjadi larva setelah 24–36 jam, larva yang baru menetas akan bergerak di dasar kolam atau melayang di sekitar kakaban.  Sedangkan menurut Sunarma (2004), telur Lele Sangkuriang akan menetas setelah 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu 22-25 oC. 
Menurut Khairuman dan Amri (2002), telur akan menetas tergantung dari suhu perairan dan suhu udara.  Jika suhu semakin panas (tinggi), telur akan semakin cepat menetas.  Begitu pula sebaliknya, jika suhu turun atau rendah maka telur akan lama menetasnya.  Kisaran suhu yang baik untuk penetasan telur adalah 27–30 0C.


DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Departement of Fisheries And Allied Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University. Page 135-161.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. 2006. Modul Pelatihan Penguatan Kemampuan Dan Bakat Siswa (Life Skills). Pembenihan Ikan Lele Dumbo “Sangkuriang” (Clarias gariepinus). Pemerintah Kota Sukabumi. Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan. Sukabumi. Hal.1-3.

Direktorat Pembudidayaan. 2005. Budidaya Lele Sangkuriang. Direktorat Pembudidayaan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 1-13.

Direktorat Perbenihan. 2006. Pedoman Praktis Pengawasan Benih Bina. Deskripsi Lele Sangkuriang (Kepmen No. KEP. 26/MEN/2004).  Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Deskripsi 7.

Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Jakarta. 257 Hal.

Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. 185 Hal

Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Hernowo dan S. R. Suyanto. 2004. Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta. 85 Hal.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 356 Hal.

Khairuman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Argo           Media Pustaka. Jakarta.

Muflikhah, N. 1994. Pengaruh Jenis Pemberian Pakan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Mystus nemurus). Buletin Penelitian Perikanan Darat. Volume 12. No. 2. Hal. 37-40.

Najiyati, S. 2003. Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya.   Jakarta.

Nurhidayat, M.A., A. Sunarma dan J. Trenggana. 2004. Rekayasa Uji Keturunan (Progeny Test) Lele Dumbo Hasil Silang Balik (Backcross) dalam Jurnal Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Vol. 1. No. 1. Sukabumi. Hal.18-22.

Nurdjana, M.L. 2006. Sambutan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya pada        Pembukaan Forum Pengembangan Budidaya Lele. Hotel Saphir         Yokyakarta, Tanggal 20 – 22 April 2006.

Prihartono, E.R., J. Rasidik dan U. Arie. 2000. Mengatasi Permasalahan Budidaya Lele Dumbo. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 1-81.

Rukmana, H.R. 2003. Budidaya dan Pascapanen Lele Dumbo. CV. Aneka Ilmu    Anggota IKAPI. Semarang.

Rausin. 2001. Manajemen Pembesaran Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung. Loka Budidaya Laut Batam. Batam. Hal 1-47.

Ryanto. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

SNI   : 01-6484.1-2000. Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           : 01-6484.2-2000. Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.3-2000. Produksi Induk Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Induk Pokok (Parent Stock). Badan Standar Nasional.

           :  01-6484.4-2000. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus x Clarias fuscus) Kelas Benih Sebar. Badan Standar Nasional.

Soetomo, H.A. Moch. 2000. Teknik Budidaya Ikan Lele Dumbo. Sinar Baru Algensindo. Bandung. Hal. 1-98.

Subandi, M.M. 2003. Panduan Menghitung Biaya Usaha Lele Dumbo. Penebar    Swadaya. Jakarta.

Sunarma, A. 2004. Peningkatan Produktifitas Usaha Lele Sangkuriang      (Clarias sp.). Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Sukabumi. Hal.1-6.

Sutisna, D.H dan R. Sutarmanto. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.    Yogyakarta. Hal. 37-96.

Suyanto, R.S. 2006. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 3-38.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprenensif. Gramedia Pustaka Utama. Edisi 2. 424 Hal.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi