Rabu, 30 Januari 2019

Sistem Budidaya Ikan di Air tawar


Sistem budi daya ikan air tawar di Indonesia telah berkembang cukup pesat, dari penggunaan wadah budi daya hingga sistem pengelolaan, maupun biota yang dibudidayakan. Sebelumnya, budi daya ikan air tawar hanya menggunakan wa­dah budi daya berupa kolam air mengalir atau kolam air tenang (KAT), kolam tadah hujan (KTH), keramba, dan hampang. Kemudian menyusul kolam air deras (KAD) dan keramba jaring apung (KJA). Sejak tahun 2009 salah satu wadah budi daya ikan air tawar yang merupakan inovasi baru adalah kolam terpal (KT).
Sejak pertengahan tahun 1990-an, wadah budi daya yang juga digunakan untuk budi daya ikan dan komoditas air tawar lainnya adalah tambak. Tambak air pa­yau (salinitas 5-20 ppt) sebelumnya merupakan wadah budi daya ikan laut, terutama bandeng dan udang windu (Penaeus monodon). Namun, tambak juga digunakan untuk budi daya biota air tawar yang tergolong euryhaline (toleran terhadap perubahan salinitas yang luas). Saat ini beberapa biota air tawar yang dibudidayakan di tambak antara lain ikan nila, mujair, sidat, patin, dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii).
Sistem pengelolaan budi daya air tawar pun terus mengalami perkembangan, dari sistem budi daya ekstensif (tradisional), semi intensif hingga super intensif. Untuk pemanfaatan lahan dan diversifikasi produksi, maka berkembang pula sistem budi daya polikultur maupun sistem budi daya terpadu (mina padi, mina kangkung, mina itik, mina ayam).

EKSTENSIF
Pengelolaan usaha budi daya perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat sederhana dengan padat penebaran yang rendah. Sistem budi daya air tawar ekstensif diterapkan pada KAT, KTH, keramba, dan hampang. Padat penebaran pada KAT dan KTH adalah 0,1 - 1 ekor/m2. Pada KAT yang subur, padat penebar­an mencapai 2 ekor/m2. Karena itu, hasil panen pada KAT dan KTH yang dikelola secara ekstensif baru mampu menghasilkan ikan 400 - 800 kg/ha/tahun. Semen­tara padat penebaran pada keramba dan hampang lebih tinggi, mencapai 5 ekor/m3. Ini karena, terutama keramba ditempatkan di sungai atau saluran iriga­si yang airnya mengalir.
Sistem budi daya ekstensif sepenuhnya diserahkan kepada alam. Ikan budi daya memperoleh makanan yang ada di dalam wadah yang terangkut oleh aliran air. Makanan tambahan yang diberikan berupa sisa-sisa dapur. Karena itu, pertum­buhan ikan budi daya sangat lambat dan kelangsungan hidup sangat rendah. Pertumbuhan ikan juga tidak seragam karena berasal dari bibit ikan yang tidak seragam. Umumnya bibit berasal dari hasil penangkapan di alam sehingga se­ring bercampur dengan ikan lain.

EKSTENSIF PLUS
Sistem ekstensif plus atau tradisional plus merupakan perbaikan dari sistem eks­tensif. Pada pertengahan tahun 1970-an, dikenal istilah "panca usaha" tambak atau panca usaha kolam, yaitu lima macam kegiatan pokok yang harus dilaksa-nakan oleh pembudi daya agar usaha budi daya di kolam/tambak dapat berhasil dengan baik. Kelima macam kegiatan tersebut terdiri dari (1) perbaikan saluran dan pengairan; (2) pengolahan tanah dasar; (3) pemakaian pupuk; (4) pem-berantasan hama; dan (5) penyediaan benih yang cukup.
Seiring pengelolaan kolam dan penyediaan benih, padat penebaran kolam da­pat ditingkatkan hingga mencapai 3 ekor/m2. Karena itu, hasil panen dapat di­tingkatkan antara 1.500 - 2.000 kg/ha/tahun.
Ikan diberi pakan tambahan berupa sisa-sisa dapur atau dengan pemupukan su-sulan untuk menumbuhkan pakan di dalam kolam. Pertumbuhan ikan budi daya lebih cepat dan kelangsungan hidup lebih tinggi dari kolam yang dikelola secara ekstensif.

SEMI INTENSIF
Sistem budi daya ikan air tawar semi intensif merupakan perbaikan dari sistem ekstensif dan ekstensif plus. Untuk meningkatkan produksi budi daya kolam dan tambak, pembudidaya tidak hanya melaksanakan lima macam kegiatan pokok atau panca usaha yang diperkenalkan pada tahun 1970-an, melainkan sampai tujuh macam. Ketujuh macam kegiatan tersebut merupakan penyempurnaan dari lima macam kegiatan (panca usaha) terdahulu. Lebih lanjut, ketujuh macam kegiatan tersebut dinamakan "sapta usaha" budi daya kolam/tambak, yang me­liputi (1) perbaikan konstruksi tambak/kolam; (2) pengaturan air; (3) pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberian pakan tambahan; (4) pemberantasan hama; (5) penebaran benih; (6) pemasaran hasil; dan (7) tata laksana usaha.
Kegiatan-kegiatan tersebut meningkatkan pengelolaan kolam yang dikenal se­bagai sistem budi daya semi intensif. Padat penebaran kolam ditingkatkan hing­ga mencapai antara 3-10 ekor/m2. Karena itu, hasil panen dapat ditingkatkan hingga mencapai 5.000 kg/ha/tahun.
Ikan budi daya diberi pakan tambahan sebanyak 1 - 2 kali sehari. Karena itu, per­tumbuhan ikan budi daya dapat dipacu, termasuk kelangsungan hidup ikan budi daya lebih tinggi.
INTENSIF
Sistem budi daya ikan air tawar secara intensif merupakan sistem budi daya de­ngan penerapan ilmu dan teknologi. Sistem budi daya ikan air tawar intensif di­lakukan pada lokasi yang sesuai, wadah khusus, dan ikan-ikan yang bernilai eko­nomi tinggi. Wadah budi daya yang сосок untuk budi daya ikan intensif antara lain KAT, KAD, KJA, keramba, KT, dan tambak. Sedangkan ikan-ikan budi daya yang сосок untuk dibudidayakan secara intensif antara lain ikan mas, nila, lele, gurami, patin, bawal air tawar, baung, jelawat, betutu, gabus, betok, belut, sidat, dan belida.
Padat penebaran untuk KAT antara 10 - 20 ekor/m2, 100 - 200 ekor/m2 untuk KAD, 500 - 1.000 ekor/m3 untuk KJA, 100 - 200 ekor/m2 pada KT, 100 - 250 ekor untuk keramba, dan 5-10 ekor /m2 pada tambak. Karena itu, hasil panen sangat tinggi, mencapai > 10.000 kg/panen.
Budi daya ikan air tawar intensif menggunakan bibit unggul, pemberian pakan 2 - 4 kali sehari, dan kontrol kualitas air yang ketat. Pertumbuhan ikan dapat di­pacu dan kelangsungan hidup sangat tinggi.

SUPER INTENSIF
Budi daya perairan super intensif di Indonesia mulai diterapkan pada budi daya sidat. Selain padat penebaran yang sangat tinggi, penerapan teknologi seperti aerator, kontrol kualitas air yang sangat ketat dengan menggunakan komputer, dan penggunaan pompa air untuk penggantian air. Aktivitas budi daya dikon-trol dan dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional.
Pada budi daya sidat di KAD dan tambak padat penebaran sangat tinggi yang merupakan sistem budi daya super intensif. Padat penebaran pada KAD antara 500 - 700 ekor/m2 untuk benih ukuran 8-10 g/ekor, sedangkan pada tambak, padat 300 - 500 ekor/m2 untuk benih ukuran 8-10 g/ekor.
Pemberian pakan dalam budi daya super intensif antara 4-6 kali setiap hari. Pakan yang digunakan merupakan pakan berkualitas tinggi, yang biasanya me­ngandung protein tinggi. Karena itu, kualitas air cepat sekali mengalami penu­runan, baik karena sisa pakan maupun kotoran biota budi daya. Untuk mengon-trol dan menjaga kualitas air tetap optimal, maka digunakan peralatan budi daya yang canggih dan dikelola oleh tenaga profesional.
Budidaya Ikan Super Intensif


MONOKULTUR
Budi daya ikan air tawar sistem monokultur (mono = satu) adalah sistem budi daya ikan tawar dengan hanya menebar satu jenis ikan pada wadah budi daya, tanpa dicampur dengan jenis ikan lain. Keuntungan sistem budi daya ikan secara monokultur adalah (a) penggunaan pakan lebih efisien, terutama pada budi daya sistem semi intensif, intensif, dan super intensif; (b) jika ikan diserang pe­nyakit, lebih mudah ditanggulangi; dan (c) tidak terjadi kompetisi dalam peman­faatan pakan dan ruang.
Namun sistem budi daya ikan secara monokultur juga memiliki kelemahan, ya­itu: (a) pemanfaan ruang tidak optimal. Jika ikan yang dibudidayakan adalah ikan demersal (ikan yang aktif di dasar perairan), maka ruang di bagian perte-ngahan dan permukaan tidak termanfaatkan; (b) tidak ada diversifikasi komodi­tas budi daya; dan (c) terdapat sisa pakan yang tidak termanfaatkan. Jika ikan yang dibudidayakan adalah ikan karnivora, fitoplankton tidak termanfaatkan sehingga menimbulkan penyuburan di dalam kolam.
Sistem budi daya monokultur dapat diterapkan pada semua sistem budi daya ekstensif, ekstensif plus, semi intensif, intensif, dan super intensif. Namun, un­tuk budi daya ikan yang dikelola secara semi intensif, intensif, dan super intensif sebaiknya menerapkan sistem monokultur. Tingkat pengelolaan budi daya ikan lebih sulit pada sistem budi daya yang menerapkan padat penebaran tinggi (semi intensif, intensif, dan super intensif), karena itu sebaiknya hanya menebar satu jenis ikan atau monokultur.

MONOSEKS KULTUR
Budi daya ikan air tawar sistem monoseks kultur (mono = satu, seks = jenis kela­min) adalah sistem budi daya ikan air tawar dengan hanya menebar satu jenis kelamin (jantan atau betina) ikan pada wadah budi daya, misalnya budi daya ikan nila tunggal kelamin jantan. Tujuan penerapan sistem monoseks adalah untuk peningkatan produksi. Setidaknya ada tiga faktor yang bisa dicapai dalam penerapan sistem budi daya monoseks atau tunggal kelamin, yaitu (a) dengan penerapan sistem monoseks, jenis kelamin yang dipilih adalah yang pertumbuh-annya cepat, misalnya pada ikan nila, jenis kelamin jantan yang pertumbuhannya lebih cepat, sedangkan pada ikan mas jenis kelamin betina; (b) dengan penerap­an sistem monoseks maka tidak akan terjadi perkawinan di dalam wadah peme­liharaan, sehingga pertumbuhan biota peliharaan dapat dipacu. Ikan-ikan yang mudah memijah seperti nila dan mujair bila dipelihara ikan jantan dan betina secara bersama, wadah pemeliharaan akan penuh dengan anak-anak ikan. Di samping itu, perkawinan menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi sangat lam-bat; (c) pada budi daya ikan hias penerapan monoseks adalah untuk menghasil­kan ikan yang lebih menarik, misalnya pada cupang (Betta splendens), ikan jan­tan jauh lebih menarik daripada ikan betina. Begitu juga pada ikan tetra kongo (Mkralestes interruptus), ikan jantan memiliki harga jual lebih tinggi dibanding­kan betina.
Sistem monoseks bisa diterapkan bila produksi benih tunggal kelamin dapat di­lakukan. Saat ini teknologi produksi benih tunggal kelamin mulai berkembang yang populer dengan sebutan sex reversal. Beberapa jenis ikan budi daya telah berhasil diproduksi dengan cara ini misalnya ikan nila, mas, cupang, tetra kongo, guppy (Poeciiia reticulata), dan rainbow irian (Glosolepis incisus).
Sistem budi daya monoseks kultur dapat diterapkan pada semua sistem budi daya, ekstensif, ekstensif plus, semi intensif, intensif, dan super intensif. Di Indo­nesia, ikan yang sudah umum dibudidayakan secara monoseks jantan adalah nila.

POLIKULTUR
Budi daya ikan air tawar sistem polikultur (poli = banyak) adalah sistem budi daya dengan menebar lebih dari satu ikan dalam suatu wadah budi daya secara bersama-sama, misalnya budi daya ikan mas dan tawes secara bersama-sama di dalam satu kolam.
Penerapan sistem budi daya polikultur mempunyai beberapa keunggulan, yaitu (a) optimalisasi pemanfaatan ruang pada wadah budi daya, sehingga tidak ada ruang yang kosong; (b) pemanfaatan pakan di dalam wadah budi daya. Jenis makanan yang dimakan oleh biota budi daya terbatas, seperti sebagai herbivora atau karnivora. Karenanya jika di dalam wadah budi daya ditebari ikan karnivora, maka makanan berupa tumbuhan tidak dimanfaatkan; (c) upaya peningkatan produksi dengan memanen lebih dari satu jenis komoditas; (d) jika terjadi se-rangan penyakit spesifik sebagaimana serangan KVH pada ikan mas, pembudi­daya masih memanen komoditas lain yang tidak diserang penyakit. Sebagaima­na terjadi di Danau Toba, Sumatera Utara, serangan KFTV hanya terjadi pada ikan mas. Ikan-ikan lain yang dipelihara di danau tersebut seperti nila, patin, dan jambal siam tidak diserang virus KHV.
Pada polikultur ikan nila dan ikan lele, selain pembagian pakan dan ruang budi daya, ikan lele juga dapat mencegah perkawinan ikan nila. Sebagaimana dike-tahui, ikan nila dikenal sebagai "tukang kawin". Dalam waktu singkat ikan nila mulai memijah di dalam kolam dengan membuat sarang di dasar kolam. Karena ikan lele hidup di dasar perairan dan mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan ketika mencari makan, maka bila ikan nila dipelihara bersama lele akan sulit melakukan pemijahan. Selain bagian dasar perairan merupakan habi­tat lele, sarang nila pun akan dirusak oleh ikan lele.
Sekalipun ikan lele adalah karnivora dan pemangsa, lele hanya dapat memangsa ikan-ikan berukuran kecil. Sehingga jika lele dipelihara dengan ikan nila yang ukurannya lebih besar, selain lele mengalami kesulitan menangkap nila, dengan terbiasanya lele memakan pelet maka ikan inipun tidak memangsa nila.
Penerapan polikultur dilakukan secara bersama dalam satu wadah, tanpa ada sekat atau pembatas. Cara lainnya adalah membuat sekat sehingga suatu biota tidak dapat berpindah ke ruang Iain yang menjadi tempat biota lain. Pada budi daya ikan di KJA cara ini dapat diterapkan. Wadah pemeliharaan KJA dibuat ber-tingkat, di mana bagian atas sebagai wadah utama menjadi tempat pemelihara­an biota utama, sedangkan bagian bawah menjadi wadah pemeliharaan biota sampingan. Antara keramba atas dan bawah dibatasi dengan jaring sehingga biota yang ditempatkan di atas tidak dapat berpindah ke bawah dan sebaliknya. KJA bertingkat yang ditempatkan di waduk dan danau diterapkan budi daya ikan mas pada bagian atas dan ikan nila. Sisa pakan yang tidak termakan atau belum sempat termakan oleh ikan mas akan jatuh ke wadah bagian bawah se­hingga dimanfaatkan oleh ikan nila.
Penerapan polikultur pada KJA bertingkat harus diperhatikan kemampuan biota budi daya dalam beradaptasi dengan kedalaman perairan dan kelarutan oksi­gen. Pada polikultur ikan mas dan nila, ikan nila ditempatkan pada keramba ba­wah karena lebih mampu beradaptasi dengan kelarutan oksigen yang lebih rendah. Namun, ikan-ikan labirin yang mampu hidup pada oksigen rendah dan menghirup udara di permukaan seperti gurami dan lele, tidak сосок dipelihara pada keramba bawah karena sewaktu-waktu ikan-ikan tersebut harus muncul di permukaan untuk menghirup oksigen.
Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penerapan polikultur adalah habitat biota dan kebiasaan makan. Biota yang mempunyai habitat sama seperti ikan iele dan ikan betutu yang sama-sama merupakan penghuni dasar perairan tidak layak di-polikultur. Selain terjadi persaingan dalam memperebutkan ruang, ruang budi daya di bagian pertengahan hingga ke permukaan tetap kosong karena memoli-kultur ikan yang habitatnya sama.
Polikultur juga tidak сосок menebar ikan yang mempunyai jenis makanan yang sama. Ikan lele dan betutu, selain mempunyai habitat sama, keduanya adalah ikan karnivora yang bersifat pemangsa (predator). Karena itu, keduanya juga akan bersaing dalam memperebutkan pakan serta saling memangsa. Sekalipun bukan karnivora, biota yang mempunyai kebiasaan makan dan jenis makanan yang sama seperti ikan mas dan nilem secara teoretis tidak layak dipolikultur, karena akan terjadi persaingan dalam memperebutkan makanan dan ruang. Namun demikian, pada budi daya intensif—yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian pakan optimal, polikultur dapat diterapkan pada ikan yang mempunyai habitat dan jenis makanan yang sama.

MINA PADI
Salah satu usaha perikanan terpadu adalah mina padi (mina = ikan). Mina padi adalah budi daya ikan air tawar yang dilakukan di sawah. Dalam usaha mina padi dapat diterapkan tiga cara pengelolaan, yaitu (a) pemeliharaan ikan bersama padi; (b) ikan sebagai penyelang; dan (c) ikan sebagai palawija.
Kelebihan dari budi daya ikan di sawah antara lain (a) banyak makanan alami yang merupakan pakan bergizi tinggi bagi ikan budi daya; (b) kotoran ikan men­jadi pupuk bagi tanaman padi; (c) ikan budi daya dapat berlindung dari hama dan sinar matahari pada tanaman padi; (d) pertumbuhan gulma dapat ditekan karena ikan dapat memakan tumbuh-tumbuhan kecil; (e) ikan tertentu menjadi pengendali hama padi, misalnya ikan betok yang dapat memangsa hama we-reng pada padi; (f) perilaku ikan (terutama ikan mas) yang mencari makan dengan membolak-balik tanah dapat memperbaiki struktur tanah; dan (g) pe­manfaatan lahan sawah untuk meningkatkan produktivitas usaha, yaitu pertani­an dan perikanan. Sedangkan kelemahan budi daya ikan di sawah adalah (a) waktu pemeliharaan yang pendek, hanya antara 1 - 4 bulan; (b) penggunaan pestisida untuk pemberantasan hama padi yang dapat membahayakan ikan budi daya; (c) pemberian pakan tambahan tidak efisien, terutama pada sawah yang luas; (d) pada sawah yang berukuran luas, pemanenan ikan budi daya agak sulit.
Budi daya ikan di sawah dilakukan untuk memproduksi benih (pendederan) dan ikan konsumsi. Pendederan ikan di sawah sangat baik, selain karena waktu yang pendek (1-4 bulan), pakan alami di sawah cukup tersedia untuk benih. Pakan alami merupakan makanan bergizi tinggi bagi benih. Untuk kegiatan pembe­saran sebaiknya memilih ikan-ikan yang dipelihara dalam waktu pendek seperti lele, nila, dan mas.

MINA AYAM
Mina ayam adalah salah satu usaha perikanan terpadu. Sistem pengelolaan usaha mina ayam tidak berbeda dengan pengelolaan usaha budi daya ikan di ko­lam, sedangkan pemeliharaan ayam seperti yang umumnya dilakukan. Kandang ayam dibuat di atas kolam atau di pinggir kolam sehingga kotoran ayam dan sisa pakan ayam terjatuh ke dalam kolam ikan.
Kelebihan dari usaha perikanan terpadu mina ayam antara lain (a) memanfaat-kan lahan kosong di atas kolam; (b) memanfaatkan kotoran ayam sebagai pu­puk untuk kolam; (c) sisa makanan ayam yang jatuh ke dalam kolam dimanfaat­kan sebagai makanan ikan; dan (d) pemanfaatan lahan untuk diversifikasi usaha perikanan dan peternakan. Kekurangan usaha perikanan terpadu mina ayam antara lain (a) kotoran ayam yang belum kering yang jatuh ke kolam menyebab­kan bau; (b) jika sisa kotoran ayam dan sisa pakan yang jatuh ke kolam berlebih-an dapat menyebabkan penyuburan koiam sehingga terjadi ledakan plankton (blooming plankton); (c) ikan budi daya biasanya berbau karena kotoran ayam maupun karena penyuburan di dalam kolam; dan (d) ikan hasil panen harus diberok terlebih dahulu untuk pembersihan.
Budi daya ikan sistem mina ayam dilakukan untuk memproduksi benih (pende­deran) maupun ikan konsumsi (pembesaran). Kegiatan pendederan pada kolam sistem mina ayam sangat baik karena jumlah pakan alami yang banyak.

MINA ITIK
Mina itik adalah salah satu usaha perikanan terpadu. Secara prinsip, pengelolaan usaha mina itik tidak berbeda dengan mina ayam. Kandang itik dibangun di atas kolam atau di pinggir kolam sehingga kotoran itik dan sisa pakan untuk itik da­pat jatuh ke kolam yang akan menjadi pupuk dan makanan bagi ikan budi daya. Sedangkan itik peliharaan dapat dilepas ke kolam untuk bermain-main.
Kelebihan usaha perikanan terpadu mina itik antara lain (a) memanfaatkan lahan kosong di atas kolam; (b) memanfaatkan kotoran itik sebagai pupuk un­tuk kolam; (c) sisa makanan itik yang jatuh ke dalam kolam dimanfaatkan seba­gai makanan ikan; dan (d) pemanfaatan lahan untuk diversifikasi usaha perikan­an dan peternakan. Sedangkan kekurangan usaha perikanan terpadu mina itik antara lain (a) kotoran itik yang belum kering yang jatuh ke kolam menyebabkan bau; (b) jika sisa kotoran itik dan sisa pakan yang jatuh ke kolam berlebihan dapat menyebabkan penyuburan kolam sehingga terjadi ledakan plankton (blooming plankton); (c) ikan budi daya biasanya berbau karena kotoran itik maupun karena penyuburan di dalam kolam; dan (d) ikan hasil panen harus di-berok terlebih dahulu untuk pembersihan.
Budi daya ikan sistem mina itik dapat ditujukan untuk memproduksi benih (pen­dederan) maupun ikan konsumsi (pembesaran). Kegiatan pendederan pada ko­lam sistem mina itik sangat baik karena jumlah pakan alami yang banyak. Pakan alami umumnya bergizi tinggi sehingga sangat baik bagi benih.

MINA KANGKUNG
Mina kangkung adalah salah satu usaha perikanan terpadu (perikanan dan per­tanian), khususnyp ikan dan sayur kangkung. Usaha mina kangkung dapat di­terapkan pada kolam air mengalir dan kolam tadah hujan. Kangkung yang di-tanam pada usaha ini adalah kangkung air (ipomea aquatica).
Kelebihan usaha perikanan terpadu mina kangkung antara lain (a) memanfaat­kan lahan di atas kolam; (b) tanaman kangkung dapat menjadi penstabil suhu ketika panas terik; (c) tanaman kangkung menjadi tempat berlindung bagi ikan; (d) akar dan daun tanaman kangkung menjadi tempat menempelnya berbagai organisme yang menjadi makanan bagi ikan budi daya; (e) kotoran ikan dan sisa pakan menjadi pupuk bagi tanaman kangkung; (f) pemanfaatan lahan untuk diversifikasi usaha: perikanan dan pertanian. Sedangkan kelemahan usaha per­ikanan terpadu mina kangkung antara lain (a) jika tanaman kangkung terlalu pa­dat dapat menghalangi penyinaran ke dalam kolam; (b) pada malam hari tanam­an kangkung memanfaatkan oksigen sehingga kandungan oksigen di dalam per­airan kolam menjadi sangat rendah; dan (c) tidak dapat memelihara ikan-ikan herbivora (pemakan tumbuhan), karena akan memakan tanaman kangkung.
Budi daya ikan sistem mina kangkung dapat ditujukan untuk memproduksi be­nih (pendederan) maupun ikan konsumsi (pembesaran). Usaha mina kangkung сосок untuk pendederan, karena benih yang masih lemah dapat berlindung pada tanaman kangkung.

AKUAPONIK
Usaha perikanan terpadu yang tergolong baru adalah akuaponik, yaitu sistem akuakultur (budi daya perairan) yang diusahakan secara terpadu dengan per­tanian. Namun berbeda dengan mina padi, akuaponik memanfaatkan pema­tang kolam sebagai lahan pertanian. Tanaman pertanian, terutama buah, sayur, dan obat ditanam di pematang kolam, baik secara langsung maupun dengan menggunakan pot.
Salah satu usaha akuaponik yang sangat populer saat ini adalah budi daya ikan di kolam terpal yang dipadukan dengan penanaman sayur dengan mengguna­kan pot. Tanaman sayur di dalam pot dijejer di atas pematang atau di bagian luar pematang. Kelebihan usaha perikanan terpadu sistem akuaponik antara lain (a) memanfaatkan lahan kosong pada kolam, khususnya pada pematang dan di sekeliling pematang; (b) tanaman sayur dan buah menjadi pelindung bagi kolam dari panas terik; (c) air kotor dari kolam dimanfaatkan untuk pemupukan dan penyiraman tanaman; (d) pemanfaatan lahan untuk diversifikasi usaha: perikan­an dan pertanian. Sedangkan kekurangan usaha perikanan terpadu sistem akua­ponik antara lain (a) tanaman yang ditanam langsung pada pematang, akar-akarnya kemungkinan menembus ke dalam kolam sehingga dapat menyebab­kan kebocoran kolam; (b) akar tanaman yang membusuk dapat menjadi tempat bersarang hama; dan (c) tanaman ukuran besar dapat menjadi tempat bersem-bunyi bagi hama pemangsa ikan, seperti burung.
Budi daya ikan sistem akuaponik dapat ditujukan untuk memproduksi benih (pendederan) maupun ikan konsumsi (pembesaran). Tanaman pertanian (buah, sayur, dan obat) tidak memengaruhi ikan budi daya di dalam kolam, karena ta­naman ini ditanam pada pematang kolam atau pada pot yang kemudian dijejer di atas pematang atau di sisi pematang.

PRODUKSI IKAN ORGANIK
Usaha perikanan budi daya yang mulai populer pada awal tahun 2000-an adalah produksi ikan organik. Produksi ikan organik adalah sistem budi daya ikan tanpa menggunakan bahan-bahan kimia, baik dari pupuk, pakan, maupun obat-obat-an, sehingga ikan yang dihasilkan bebas dari bahan-bahan kimia. Pupuk yang digunakan adalah pupuk organik, seperti kompos, kotoran hewan (sapi, kerbau, kuda, ayam, itik, burung puyuh, kelelawar), dan hijauan (tanaman). Selain itu, saat ini telah digunakan produk organik yang dikenal sebagai probiotik. Pakan yang digunakan adalah pakan alami yang ditumbuhkan di dalam wadah budi daya atau pakan alami yang diambil dari alam. Demikian pula obat-obatan yang digunakan merupakan bahan alami.
Kelebihan usaha perikanan organik antara lain (a) ikan budi daya yang dihasilkan bebas dari bahan kimia; (b) budi daya ikan yang dilakukan mengurangi penggu­naan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia yang terus-menerus ditengarai me­nyebabkan mutasi genetik pada beberapa penyakit virus sehingga pengobatan ikan yang terserang virus dengan bahan kimia tidak efektif; (c) budi daya ikan organik lebih lestari dan berkelanjutan; dan (d) ikan organik mempunyai harga lebih tinggi. Sedangkan kekurangan usaha perikanan organik antara lain (a) pro­duksi ikan pada sistem organik lebih rendah daripada sistem konvensional; (b) waktu yang dibutuhkan untuk produksi ikan organik lebih lama dari pada sistem konvensional; dan (c) ikan yang diproduksi secara organik hanya dijangkau oleh masyarakat kelas menengah ke atas, karena harganya cukup mahal.
Ikan yang mula-mula diproduksi secara organik adalah bandeng. Produksi ban­deng organik dilakukan di tambak, di mana bandeng dipolikultur dengan udang (udang windu, udang putih, udang vanname) dan rumput laut. Dengan demiki­an, bandeng, udang, dan rumput laut yang dipolikultur di tambak merupakan sistem budi daya organik. Saat ini komoditas selain bandeng yang diproduksi se­cara organik, khususnya budi daya air tawar adalah ikan gurami dan belut.

Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi