Jumat, 14 Juni 2019

MENGENAL IKAN PATIN JAMBAL (Pangasius djambal)


Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal) merupakan salah satu jenis ikan asli dari perairan Indonesia termasuk ikan unggulan lokal dari Sungai Batanghari Provinsi Jambi yang merupakan sungai terpanjang di Sumatera, memiliki prospek sebagai komoditi ekspor karena dagingnya yang berwarna putih, hampir sama dengan Pangasius bocourti yang merupakan komoditas ekspor dari Taiwan. Populasi ikan Patin Jambal saat ini di alam semakin menurun sebagai akibat tingginya intensitas penangkapan.
Dewasa ini, permintaan pasar untuk ikan tersebut dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan baik di pasar  dalam negeri maupun di pasar luar negeri, bahkan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menempatkan ikan ini sebagai pilihan bagi mereka yang ingin hidup sehat. Selain sebagai ikan konsumsi, ikan ini pada saat ukuran kecil dapat digunakan sebagai ikan hias (Khairuman dan Sudenda, 2002).
Nilai ekonomis yang cukup tinggi  menyebabkan ikan ini mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya. Selain itu ikan ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain responsif terhadap pemberian makanan tambahan, mempunyai pertumbuhan relatif cepat karena dalam umur enam bulan ikan ini bisa mencapai  panjang 35-40 cm, dan sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan yang mengalir untuk membesarkan tubuhnya, bahkan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi syarat untuk membesarkannya (Siregar, 2002).
Tercatat pada tahun 2005 tingkat pemanfaatan budidaya di keramba sebesar 115.000 unit dengan tingkat pemanfaatan 7995 unit (6,9%). Hal tersebut membuka peluang yang sangat besar untuk melakukan budidaya ikan patin jambal. Ikan patin jambal merupakan ikan yang mempunyai peluang ekspor yang besar karena karakteristik dagingnya dan disukai oleh masyarakat luar negeri.

Gambar 1. Ikan Patin Jambal 


Menurut Cholik et al., (2005) klasifikasi Ikan Patin Jambal adalah sebagai   berikut  :
            Phyllum           : Chordata
            Kelas               : Pisces
            Ordo                : Silluriformes
            Famili              : Pangasiidae
            Genus             : Pangasius
            Spesies           : Pangasius djambal

Morfologi
Ikan ini mempunyai rasio panjang standar/panjang kepala 4,12, kepala relatif panjang, melebar ke arah punggung. Mata berukuran sedang pada sisi kepala. Mulut subterminal relatif kecil dan melebar ke samping. Mempunyai gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata. Jarak antara ujung moncong dengan tepi mata lebih panjang. Rasio panjang standar/tinggi badan 3,0. Tubuh relatif memanjang. Warna punggung abu-abu kehitaman, pucat pada bagian perut dan sirip transparan. Perut lebih lebar dibandingkan panjang kepala. Jarak sirip perut ke ujung moncong relatif panjang (DKP Jambi, 2006).


Gambar 2. Morfologi Ikan Patin Jambal terdiri dari : Sungut (a), Sirip dada (b), Sirip punggung (c), Sirip perut (d), Sirip dubur (e), Sirip adifose dan Sirip Ekor (g).

Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan ini termasuk ikan omnivora. Makanan ikan ini diantaranya ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, udang-udang kecil dan mollusca (Susanto dan Amri, 2002). Ikan ini memerlukan makanan sebagai sumber energi yang digunakan untuk  pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Lubis, 2006).
Pemberian pakan tambahan pada proses pembesaran patin  sangat mutlak untuk memacu pertumbuhan. Pakan tambahan itu berupa pelet atau sisa-sisa kegiatan dapur. Jumlah pakan tambahan biasanya 3-4% dari bobot total ikan per hari. Pellet ini ada yang dibuat sendiri (pelet lokal) dan ada pula pelet buatan pabrik (pelet komersil). Pakan tambahan lainnya yang juga bisa diberikan adalah limbah ikan, udang-udangan, moluska dan bekicot. Pemberian pakan jenis ini sesuai dengan pakan ikan patin di alam (Susanto dan Amri, 2002).

Media Pembesaran Ikan Patin
Ikan Patin dapat dibesarkan secara intensif di beberapa media, seperti kolam, jaring apung atau keramba. Pembesaran ikan patin di jaring apung hanya dapat dilakukan di daerah-daerah yang memiliki waduk atau danau yang memenuhi syarat untuk budidaya perikanan. Pembesaran patin di keramba umumnya dilakukan para petani ikan di sungai-sungai yang terdapat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Khairuman dan Sudenda, 2002).
Ada tiga jenis keramba yang biasa digunakan untuk pembesaran ikan patin. Pertama, keramba dasar yang terpasang di dasar perairan. Kedua, keramba di bawah permukaan air. Ketiga, keramba di permukaan air. Sebelum digunakan untuk pembesaran ikan patin, keramba perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Pertama, tentukan terlebih dahulu tempat keramba tersebut akan dipasang. Kedua, perhatikan kondisi keramba sebagai wadah pemeliharaan ikan. Pastikan bahwa konstruksi keramba cukup kuat dan mampu menahan beban arus dan tekanan air. Periksa setiap sisi keramba dari kemungkinan bolong untuk mencegah ikan meloloskan diri. Jika tidak ada yang beres, sebaiknya segera diperbaiki sebelum keramba dioperasikan karena perbaikan di dalam air sulit dilakukan (Khairuman dan Sudenda, 2002).

Rakit
Rakit adalah kerangka yang mengapung di permukaan air dan berfungsi sebagai tempat menggantungkan keramba, kantong, dudukan bangunan dan jalan, serta sangkar. Kerangka rakit dapat dibuat dari bambu, balok kayu, kayu, pipa besi dan besi siku (Jangkaru, 1995).
Tinggi kerangka antara 20 – 30 cm di atas permukaan air dan lebar kerangka antara 30 - 50 cm. Kerangka berfungsi juga sebagai jalan kontrol atau jalan titian. Untuk memperpanjang umur pakai kerangka bambu, jalan kontrol dihampari tanaman air seperti enceng gondok dan apu-apu, agar bambu terlindungi dari panas sinar matahari secara langsung (Jangkaru, 1995).
Pelampung  balok kayu dapat merangkap fungsi sebagai kerangka rakit. Bagian  balok yang mencuat di atas permukaan air terbatas sehingga perlu dipasang tiang sebagai tempat mengikatkan kantong dan tiang tersebut dipakukan dibadan pelampung. Sama halnya dengan kerangka bambu, tiang tersebut tidak saja mencuat di atas permukaan air, tetapi sebagian besar tiang menjorok ke dalam air karena kedua ujungnya berfungsi sebagai peregang kantong. Pemakaian balok sebagai kerangka merangkap pelampung memberikan keuntungan bagi kehidupan ikan dalam kantong karena air bagian permukaan terlindungi dari gelombang. Dengan demikian, pakan tidak cepat keluar dari kantong. Keuntungan tersebut akan lebih terasa jika lokasi keramba jaring apung dalam arus atau gelombang air (Jangkaru, 1995).
Kerangka kayu dapat diikatkan pada pelampung drum, ban atau busa plastik. Kayu yang digunakan sebagai kerangka sebaiknya memiliki daya tahan tinggi terhadap sifat-sifat air. Ukuran kayu disesuaikan dengan beban yang dipikulnya (Jangkaru, 1995).

Kantong Jaring
Bahan kantong jaring harus bersifat tahan dalam air dan dapat menahan beban, terutama pada waktu panen. Salah satu bahan yang memenuhi persyaratan tersebut antara lain jaring polietilen yang umum dipakai untuk jaring trawl. Jaring tanpa simpul lebih baik digunakan daripada jaring bersimpul. Dalam air, simpul sering bergeser sehingga ukuran mata jaring berubah. Simpul juga menjadi tempat menempelnya organisme air seperti alga benang dan sponge. Kedua organisme air tersebut akan berkembang pesat sehingga dapat menutupi mata jaring dan selanjutnya menghalangi sirkulasi air. Selain itu adanya organisme air tersebut akan menambah beban pada jaring (Jangkaru, 1995).
Ukuran benang dan mata jaring ditentukan oleh ukuran dan jumlah ikan yang dipelihara di dalamnya. Untuk ikan ukuran kecil digunakan mata jaring dan benang yang berukuran kecil. Ukuran mata jaring merupakan jarak kedua simpul yang bersilangan pada sebuah mata yang diregangkan. Semakin besar mata jaring  maka semakin jauh jarak kedua simpul. Ukuran mata jaring yang akan dipakai harus disesuaikan dengan ukuran ikan yang dipelihara. Sebagai pedoman ukuran mata jaring harus sama dengan tinggi ikan. Namun dalam prakteknya perlu dikaji lagi ketepatannya karena badan ikan ada yang pipih dan membulat (Jangkaru, 1995).
Bahan berupa jaring polietilen yang tersedia di pasaran digulung dan dijual berdasarkan bobot. Jaring polietilen no. 380 D/9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) sebesar 2 inci (5,08 cm) bisa digunakan sebagai keramba/kantong luar dan no. 380 D/1 dengan ukuran mata jaring 1 inci (2,5 cm) atau 1,5 inci (3,81 cm) digunakan sebagai keramba dalam (Kordi, 2005).

Pelampung
Pelampung berfungsi mengapungkan kantong, kerangka rakit, bangunan gudang, ruang jaga dan pelataran kerja. Bahan yang dapat digunakan sebagai pelampung antara lain bambu, balok kayu, drum, ban bekas dan busa plastik (styrofoam) (Jangkaru, 1995).
Menurut Cahyono (2001), bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pelampung dan daya tahannya dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk pelampung dan daya tahannya.
No
Nama Bahan
Daya Tahan
1
Drum Plastik
> 3 Tahun
2
Drum Besi
0,5 - 1 Tahun
3
Styrofoam
> 5 Tahun
4
Drum besi dibungkus plastik
0,8 - 1 Tahun
5
Fibre glass
> 5  Tahun
6
Bambu
1 - 1,5 Tahun
7
Gelondong Kayu
1 Tahun
Sumber : Cahyono (2001)

Penggunaan drum bekas, baik logam maupun plastik, semakin populer di kalangan petani ikan. Drum bekas dapat dengan mudah diperoleh di pedagang barang bekas dan harganya pun relatif murah. Daya apung drum ditentukan oleh volume udara di dalamnya. Untuk itu harus dipilih drum yang tidak bocor. Teknik pemasangan drum dalam air ditentukan oleh jenis bahan kerangka rakit tempat drum diikatkan. Untuk kerangka yang terbuat dari kayu, maka drum dipasang membujur. Jarak antar drum 2-3 m untuk pelampung dan 1 m untuk bangunan gudang, ruang jaga serta peralatan kerja. Tumpuan drum pada kerangka rakit, terutama untuk drum plastik, harus lebar. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah drum robek akibat gesekan (Jangkaru, 1995). 


DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, B. Budidaya Ikan di Perairan Umum.Kanisius. Yogyakarta. 2001. Hal 16
Cholik F, A. G. Jagatraya, Poernomo, A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa, Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta.Hal 154.
Departemen Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi. 2006. Profil Pengembangan Kawasan Budidaya Patin Ekspor di Provinsi Jambi. Jambi. Hal 6-7.
Direktorat Jendral Perikanan. 2001. Pembesaran Ikan Kerapu Macan di Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan Dan Perikanan Balai Budidaya Laut Lampung. Hal 10.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. Hal 23
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.Hal 56-60
Effendi, MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor. Hal 115
Hardjamulia, A. 2000. Teknologi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius spp.). Makalah pada temu aplikasi paket teknologi pertanian IPPTP. Banjarbaru, tanggal 28-29 februari. Hal 6
Jangkaru, Z. 1993. Pengembangan Perikanan Kolam di Wilayah Beriklim Basah Tanpa Irigasi. Disampaikan pada Simposium Perikanan Indonesia I. Jakarta, 25-27 Agustus 1993. Hal 70
Jangkaru, Z.1995. Pembesaran Ikan Air Tawar di berbagai lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 57-69
Khairuman dan D. Sudenda. 2002. Budidaya Ikan Patin Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Hal 5 dan 58
Kordi K, M. G. H. 2005. Budidaya Ikan Patin. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Hal 26, 88 dan 124
Lesmana. 2001. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 28 
Lubis, E. 2006. Teknik Pembenihan dan Analisa Finansial Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus) di BBAT Jambi. Karya Ilmiah Praktek Akhir Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. Hal  58
Nasution. Z, Dharyati. E dan Rupawan. 1997. Adopsi Teknologi Budidaya Ikan Patin Pada Masyarakat Tani Di Desa Mariana-Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian dan Perikanan Volume III No. 2 Balai Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.Hal 37
Purnamawati. J. 2002. Perananan Kualitas Air terhadap keberhasilan budidaya ikan di kolam. Warta penelitian perikanan Indonesia. Hal 14
Purnomo.K, Kartamihardja E.S, Koeshendradjana S.2003. Pertumbuhan, Mortalitas, dan Kebiasaaan Makan Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Introduksi Di Waduk Wonogiri.  Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 9 No. 3. Balai Riset Perikanan dan Kelautan. Jakarta. Hal 17
Rangkuti, F. 2001. Buissness Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisis Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 59-65
Rochdianto. 2002. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Swadaya. Jakarta. Hal 46
Schimittou H.R, M.C Cremer dan Jiang Zhang.2004. Beberapa Prinsip dan Praktek Budidaya Ikan Pada Kepadatan Tinggi Dalam Keramba Volume Rendah. American Soybean Association. Hal 17
Slembrouck J, Oman Komarudin, Maskur dan Marc Legendre. 2005. Petunjuk Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius Djambal. Karya Pratama. Jakarta. Hal 14.
Suparman, M. 2006. Studi Tentang Usaha Pembesaran Udang Galah (Macrobium roseenbergi) Pada Pembudidaya Udang Galah di Minggir Sleman Yogyakarta Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.Hal 35
Susanto, H dan K, Amri. 2002. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 6 dan 37
Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek Dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.Hal 433-435
Umar, H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 197-20


Firman Pra Setia Nugraha,S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kab. Banyuwangi