Jumat, 20 Juli 2018

CARA MENDISTRIBUSIKAN HASIL PRODUKSI PEMBIBITAN IKAN GURAME



Salah satu kendala dalam budidaya ikan gurame khususnya pembibitan dalaha untuk mengirim/distibusi hasil kegiatan pembibitan tersebut. Proses pengangkutan bibit ikan dilakukan secermat mungkin untuk meminimalkan tingkat gangguan yang mungkin timbul akibat pengaruh perubahan lingkungan yang tiba-tiba atau karena proses pemuatan yang kurang hati-hati  yang dapat menyebabkan bibit ikan menjadi stress.



Gambar. Distribusi Ikan Gurame

Selain itu untuk menghindari tingkat stress yang lebih tinggi maka pemindahan bibit ikan dari lokasi kolam pemeliharaan sedapat mungkin tidak dilakukan pada saat kondisi terik sinar matahari. Pemindahan bibit ikan hanya dilakukan pada pagi atau sore hari  dan disaat kondisi cuaca masih cukup bagus (tidak hujan). Mengingat jumlah bibit ikan yang dikirim kali ini cukup besar maka proses pengiriman pun dilaksanakan dalam beberapa tahap dimana dalam setiap tahap pengiriman dapat berlangsung 1 atau 2 kali pengangkutan. Pengiriman tahap pertama terdiri dari 2,5 kwintal bibit ikan gurame berukuran 3 - 4 ekor per kilogram yang kemudian  diteruskan dengan pengiriman 4000 ekor bibit gurame ukuran '3 jari' di tahap kedua dan 3000 ekor bibit gurame ukuran 'jempolan' (13-15 ekor/ kg) di tahap ketiga.
Seperti pengiriman bibit ikan sebelumnya, proses pengiriman kali ini pun dilakukan dengan menggunakan drum-drum plastik terbuka berisi air yang berasal dari masing-masing kolam tempat dimana bibit ikan gurame ini semula dipelihara. Untuk menjaga agar bibit ikan yang terkirim tetap dalam keadaan prima saat tiba di tempat tujuan maka kepadatan ikan dalam setiap drum perlu dibatasi. Masing-masing drum hanya diisi 60 - 70 ekor bibit ikan gurame (ukuran 3 - 4 ekor/ kg) sedangkan untuk yang berukuran '3 jari' dapat dimuat hingga 80 - 90 ekor per drum. Pada setiap drum perlu disertakan pula beberapa tanaman apung seperti kangkung air ataupun apu-apu yang dapat membantu menjaga tingkat kelembaban dan kesegaran air selama proses pengiriman.

Jenis tanaman air yang dimasukkan dalam setiap drum selalu disesuaikan dengan jenis tanaman yang ada lingkungan air kolam dimana bibit ikan berasal. Dengan demikian  diharapkan bibit ikan tetap merasa nyaman saat proses pemindahan dan pengangkutan  menuju lokasi kolam yang baru. Untuk mencegah kemungkinan adanya bibit ikan yang melompat keluar dari drum selama berlangsungnya proses pengiriman maka drum-drum plastik tersebut perlu diberi bahan penutup berupa jaring yang diatur sedemikian rupa sehingga permukaan air dalam setiap drum dapat terlindungi dengan baik namun masih dimungkinkan terjadinya pertukaran udara.

Setiba di lokasi tujuan, setiap drum berisi bibit ikan ukuran '3 jari' ini lantas ditimbang dan dicatat berat kotornya kemudian dibawa menuju kolam-kolam tebar yang telah disiapkan. Saat proses penebaran berlangsung jumlah bibit ikan yang dikeluarkan dari setiap drum kembali dicatat guna dicocokkan dengan data pengiriman. Masing-masing drum yang telah dikeluarkan bibit ikannya kemudian ditimbang kembali. Dengan demikian maka berat bibit ikan dalam setiap drum dapat diketahui dengan mengurangkan berat drum berikut air dan tanaman apungnya (setelah bibit ikan dikeluarkan) terhadap berat kotornya mula-mula. Demikian seterusnya hingga seluruh bibit ikan gurame ini selesai ditebarkan.


Penulis :
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

PENTINGNYA SELEKSI BENIH IKAN LELE



Pada setiap kegiatan usaha perikanan seperti usaha pembibitan lele pun diperlukan adanya tahapan seleksi bibit pada setiap interval waktu tertentu. Di kalangan para pembudidaya ikan, aktifitas ini dikenal dengan istilah 'grading'. Prakteknya adalah dengan memisahkan bibit ikan menjadi beberapa golongan berdasarkan ukurannya. Pada dasarnya seleksi bibit memang perlu dilakukan agar tercapai tingkat keseragaman ukuran (sesuai umur ikan) sekaligus untuk mendapatkan bibit yang berkualitas sehat,tidak cacat dan memiliki laju pertumbuhan yang baik. Alasan rasional lainnya adalah bahwa lele tergolong ikan yang bersifat kanibal sehingga jika tidak segera diseleksi dan dipisahkan ruang pemeliharaannya maka lele yang tumbuh lebih cepat (lebih besar) cenderung akan memangsa lele-lele lainnya yang berukuran lebih kecil.



Gambar. Bibit ikan lele

Seleksi bibit lele dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya para pembudidaya memilih cara manual yang cukup praktis menggunakan peralatan sederhana yakni berupa susunan saringan benih lele yang terbuat dari ember plastik berlubang-lubang(perforated). Ember jenis ini biasanya banyak tersedia di pasar-pasar ikan tradisional ataupun di beberapa poultry yang menyediakan peralatan dan perlengkapan budidaya perikanan. Diameter lubang-lubang penyaring pada setiap ember biasanya telah dibuat seragam, sesuai dengan ukuran standar benih lele. Dalam prakteknya terkadang diperlukan 2 sampai 3 susunan ember yang berbeda dalam satu kali proses penyaringan terutama jika ukuran bibit lele yang dikehendaki ternyata cukup bervariasi.

Saat dilakukan proses seleksi bibit, ember-ember penyaring ini disusun berdasarkan ukuran diameter lubang-lubang penyaringnya. Ember dengan ukuran diameter lubang-lubang penyaring terbesar berada pada urutan teratas dan ember dengan ukuran lubang-lubang penyaring yang lebih kecil berada pada urutan berikutnya. Demikian seterusnya hingga ember dengan diameter lubang penyaring paling kecil yang sesuai dengan kebutuhan dan variasi ukuran bibit yang dikehendaki.
Awal seleksi bibit lele biasanya dimulai pada rentang waktu 12 hingga 17 hari setelahfase penetasan telur. Telur-telur yang gagal menetas dan benih yang mati hendaknyadipisahkan sesegera mungkin dari lingkungan bak tetas agar tidak menjadi sumber penyakit bagi benih-benih lainnya. Setelah 4 - 6 hari kemudian atau setelah kantung kuning telur (yolksack) pada setiap larva lele habis terserap maka benih akan terlihat lincah bergerak mencari makanan alami yang ada di sekitarnya. Selama 12-17 hari berikutnya benih lele ini telah dapat diberi makanan alami berupa cacing sutera (tubifex)dan pakan buatan (pellet) yang berbentuk serbuk (halus) yang diberikan secara berangsur-angsur hingga benih lele mencapai ukuran standar 2/2 dan 2/3. Pada saat inilah pertama kalinya seleksi (grading) bibit lele mulai dilakukan. Dalam proses seleksi, bibit lele yang berukuran lebih kecil (kerdil atau 'krucilan') disisihkan dan dipelihara di tempat terpisah, demikian pula halnya dengan bibit yang berukuran lebih besar ('bongsor' atau'longgoran'), bibit yang terserang penyakit atau bahkan bibit yang cacat.

Jika dikehendaki, bibit lele hasil seleksi pertama ini sebenarnya telah dapat dijual namun jika tidak maka bibit lele dapat dipelihara lagi selama lebih kurang 21 hari untuk kemudian dilakukan seleksi (grading) kembali. Seleksi bibit lele pada tahap kedua ini akan menghasilkan dua ukuran standar yakni 3/5 dan 4/6. Sama halnya dengan proses seleksi pertama, masing-masing ukuran standar 3/5 dan 4/6 ini dipisahkan demikian pula dengan bibit yang berukuran 'krucilan' maupun 'longgoran'. Pada segmen pembibitan, seleksi bibit (grading) pada ukuran 3/5 atau 4/6 ini merupakan saat panen karena ukuran bibit inilah yang paling banyak diminati oleh pembudidaya pada segmen pembesaranatau yang menekuni pemeliharaan lele hingga mencapai ukuran konsumsi (8-12 ekor/ kilogram).

Namun ada pula beberapa pembudidaya segmen pembibitan yang memilih memelihara kembali bibit lele berukuran 3/5 atau 4/6 tersebut hingga mencapai ukuran 5/7 dan 7/9selama lebih kurang 15 dan 21 hari masa pemeliharaan.

Pada budidaya ikan lele di segmen pembesaran khususnya  media kolam terpal, proses seleksi (grading) ini tidak perlu lagi dilakukan karena pertumbuhan lele umumnya telah mencapai tingkat keseragaman yang dapat dikatakan relatif merata.

Dengan menerapkan pola budidaya secara intensif pada media kolam terpal berukuran standar 4m x 6m dan 4m x 8m dengan jumlah tebaran bibit berkualitas ukuran standar 4/6 dan 5/7 sebanyak 3000 dan 4000 ekor per kolam maka lele ukuran konsumsi akan dapat dipanen setelah  60 hingga 70 hari masa pemeliharaan.


Penulis : 
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

Rabu, 18 Juli 2018

PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN NILA


Ikan nila merupakan jenis ikan untuk konsumsi dan hidup di air tawar. Ikan ini cenderung sangat mudah dikembangbiakkan serta sangat mudah dipasarkan karena merupakan salah satu jenis iklan yang paling sering dikonsumsi sehari-hari oleh Masyarakat. Dengan teknik budidaya yang sangat mudah, serta pemasarannya yang cukup luas, sehingga budidaya ikan nila sangat layak dilakukan, baik skala rumah tangga maupin skala besar atau perusahaan.



Gambar. Ikan Nila terkena penyakit

Budi daya nila merah telah berkembang di beberapa daerah, bahkan produksinya telah diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Dagingnya putih serta tebal. Rasanya enak, seperti ikan kakap merah. Di beberapa negara Eropa, daging nila merah dimanfaatkan sebagai substitusi bagi daging kakap merah.

Untuk mengetahui jenis penyakit dan Cara pencegahannya, diperlukan diagnose gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan nila merah yang dibudidayakan dapat diamati dengan tenda-tanda berikut.


a) Penyakit Kulit

Gejala :
  • -       Berwarna merah di bagian tertentu.
  • -       Kulit berubah warna menjadi lebih pucat.
  • -       Tubuh berlendir.

Pengendalian :
  • -     Perendaman ikan dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 3o-6o menit dengan dosis 2 g/10 l air. 
  •   -  Pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian.
  • -      Perendaman ikan dengan Negovon (kalium permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5%.

b) Penyakit Pada Insang

Gejala :
  • -       Tutup insang bengkak.
  • -       Lembar insang pucat/keputihan.

Pengendalian :
  • -       Cara pengendalian sama dengan penyakit kulit.

c) Penyakit Pada Organ Dalam

Gejala :
  • -       Perut ikan bengkak.
  • -       Sisik berdiri.
  • -       Ikan tidak gesit.

Pengendalian :
  • -       Cara pengendaliannya sama dengan penyakit kulit.

Adapun secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit pada budi daya ikan nila merah di KJA adalah sebagai berikut.:
  1.  Hindari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
  2.  Berikan pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
  3. Hindari penggunaan pakan yang sudah berjamur.
  4. Pada prinsipnya pencegahan dapat ditinjau berbagai pendekatan lingkungan, inang dan pathogen. 

Pendekatan lingkungan dilakukan dengan menjaga kualitas air supaya tetap mendukung bagi kehidupan ikan, menjaga wadah budidaya tetap bersih dan sehat dan menghindari pengggantian air yang mendadak sehingga tidak menyebabkan ikan menjadi stress. Selain itu penggunaan probiotik/bioremediasi kini sudah banyak dilaksanakan.
Pendekatan inang dilakukan dengan cara penanganan ikan yang baik/tidak kasar, sehingga tidak mengakibatkan ikan menjadi luka/lecet dan tidak stress, pengaturan kepadatan ikan yang disesuaikan dengan ukuran ikan dan daya dukung lahan, pemberian pakan yang tepat mutu (mengandung bahan nutrisi yang diperlukan oleh ikan). Pakan yang diberikan harus sesuai dengan ukuran bukaan mulut ikan (tepat ukuran). Selain itu pemberian pakan harus tepat waktu pemberian artinya kapan waktu yang tepat untuk memberi pakan. Misalnya untuk ikan yang sifatnya nocturnal (misalnya ikan Lele) pakan porsi terbanyak sebaiknya diberikan pada waktu sore atau malam hari. Sedangkan bagi ikan yang non-nocturnal maka pakan bisa diberikan pagi, siang dan sedikit pada waktu sore hari. Guna menjaga kesehatan ikan juga dapat dilakukan dengan menimbulkan kekebalan ikan. Kekebalan pada ikan dapat dibedakan menjadi kekebalan yang specific (humoral) dan kekebalan non-specific (selular/cell-mediated immunity). Kekebalan spesifik artinya kekebalan yang dibentuk hanya efektif untuk mencegah terhadap suatu patogen tertentu. Misalnya pemberian vaksin anti Vibrio pada ikan maka kekebalan yang terbentuk hanya mampu untuk mencegah penyakit akibat infeksi bakteri Vibrio sp. Sedang kekebalan yang non-spesific adalah kekebalan yang dibentuk untuk sebagai anti dari berbagai infeksi. Kekebalan seperti ini biasa diproduksi dengan cara pemberian immunomodulator yaitu antara lain Vitamin C, Lypopolysaccharide (LPS), dan glucan.
Pendekatan patogen, pada prinsipnya kita menjaga supaya virulensi patogen tidak meningkat. Virulensi patogen biasanya berkaitan erat dengan makin memburuknya lingkungan dan juga dengan derajat stres dari inangnya. Jadi supaya patogen tidak meningkat patogenitasnya kita harus menjaga agar kondisi lingkungan tidak semakin buruk dan menjaga agar inang tetap dalam keadaan kondisi yang prima. Kondisi lingkungan yang makin buruk akan memacu perkembangan patogen lebih meningkat.
Pada intinya, mencegah penyakit dapat dilakukan melalui a). Manajemen Budidaya secara menyeluruh, termasuk di dalamnya penerapan padat tebar yang disesuaikan dengan daya dukung lahan, melaksanakan b). Manajemen lingkungan dan c). Manajemen pakan. Manajemen lingkungan yang dimaksud adalah menjaga lingkungan perairan supaya selalu berada dalam kondisi yang kondusif bagi kehidupan ikan dan tidak banyak menimbulkan tekanan. Pakan yang diberikan pada ikan harus tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu pemberian dan tepat ukuran. 

Pemanfaatan Tanaman Obat Tradisional Dalam Pengendalian Penyakit Ikan
Salah satu alternatif penanggulangan penyakit ikan air tawar yang aman adalah dengan menggunakan tanaman obat. Bahan obat lain yang relatif lebih aman untuk lingkungan dan efektif dalam mengobati penyakit ikan dapat menggunakan bermacam-macam tanaman obat tradisional. Indonesia sebagai negara tropis memiliki kekayaan tanaman yang berpotensi menjadi obat. Banyak jenis tanaman yang mengandung senyawa yang bersifat antimikroba. Sejumlah tanaman mengandung senyawa bersifat bakterisidal (pembunuh bakteri), dan bakteristatik (penghambat pertumbuhan bakteri).
Dari beberapa percobaan, fitofarmaka terbukti efektif mengatasi penyakit ikan air tawar dan memiliki beberapa keuntungan, seperti : Pertama, dapat menjadi bahan alami pengganti antibiotik untuk pengendali penyakit yang disebabkan bakteri. Kedua, ramah terhadap lingkungan, mudah hancur/terurai, dan tidak menyebabkan residu pada ikan dan manusia.Ketiga, mudah diperoleh dan tersedia cukup banyak, keempat harganya ekonomis dan cukup murah.
Fitofarmaka yang dapat dijadikan pengganti antibiotik untuk mengatasi penyakit nila adalah bawang putih(Allium sativum), dan daun ketapang (Termmalia cattapa). Hasil penelitian lainnya menginformasikan bahan lain yang dijadikan bahan antibiotik adalah daun sirih (Piper betle L), daun jambu biji (Psidium guajava L), jombang (Taraxacum officinale) dan daun sambiloto (Androgaphis paniculata). Daun sirih diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida, dan fungisida. Tanaman sambiloto bersifat anti bakteri, sedangkan daun jambu biji selain bersifat anti bakteri juga bersifat anti viral.


Penulis :
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi

Senin, 16 Juli 2018

KANDUNGAN GIZI IKAN LELE


Ikan lele adalah salah satu ikan yang berasal dari Taiwan dan pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1985 melalui sebuh perusahaan swasta di Jakarta (Suryanto, 1986). Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia, dalam habitatnya ikan lele sangat fleksibel, dapat dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi, pertumbuhannya sangat pesat, dan dapat hidup pada lingkungan dengan kadar oksigen rendah.



Gambar. Ilustrasi Ikan Lele

Lele atau ikan keli atau catfish, adalah sejenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki “kumis” yang panjang, yang mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Lele, secara ilmiah, terdiri dari banyak spesies. Tidak mengherankan pula apabila lele di Nusantara mempunyai banyak nama daerah. Antara lain: ikan kalang (Sumatra Barat), ikan maut (Gayo dan Aceh), ikan sibakut (Karo), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makassar), ikan cepi (Sulawesi Selatan), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah) atau ikan keli (Malaysia).

Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Nama ilmiahnya, Clarias, berasal dari bahasa Yunani chlaros, yang berarti ‘lincah’, ‘kuat’, merujuk pada kemampuannya untuk tetap hidup dan bergerak di luar air. Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut yang tergolong ke pembuangan.

alam marga dan suku yang berbeda (Ariidae). Habitatnya  di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan AIkan lele bersifat nokturnal, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan.

Banyak jenis lele yang merupakan ikan konsumsi yang disukai orang. Sebagian jenis lele telah dibiakkan orang, namun kebanyakan spesiesnya ditangkap dari populasi liar di alam. Lele dumbo yang populer sebagai ikan ternak, sebetulnya adalah jenis asing yang didatangkan (diintroduksi) dari Afrika.

Lele dikembangbiakkan di Indonesia untuk konsumsi dan juga untuk menjaga kualitas air yang tercemar. Seringkali lele ditaruh di tempat-tempat yang tercemar karena bisa menghilangkan kotoran-kotoran. Lele yang ditaruh di tempat-tempat yang kotor harus diberok terlebih dahulu sebelum siap untuk dikonsumsi. Diberok itu ialah maksudnya dipelihara pada air yang mengalir selama beberapa hari dengan maksud untuk membersihkannya.

Kadangkala lele juga ditaruh di sawah karena memakan hama-hama yang berada di sawah. Lele sering pula ditaruh di kolam-kolam atau tempat-tempat air tergenang lainnya untuk menanggulangi tumbuhnya jentik-jentik nyamuk.

Ikhtisar Kandungan Gizi Ikan Lele
  • Lele (budidaya), 1 fillet (141.5g) (dimasak, panas kering) (5 oz.)
  • Kalori: 217
  • Protein: 26.7g
  • Karbohidrat: 0.0g
  • Total Fat: 11.5g
  • Fiber: 0.0g
  • Excellent sumber: Selenium (20.7mcg), dan Vitamin B12 (4mcg)
  • Sumber yang baik: Kalium (459mg), dan Niacin (3.6mg)

Makanan yang merupakan “sumber yang sangat baik” dari nutrisi tertentu menyediakan 20% atau lebih dari nilai harian yang dianjurkan, berdasarkan Departemen Pertanian Amerika Serikat  (USDA) .
Ketika dimasak (panas kering), lele liar memberikan 0,333 gram omega-3 asam lemak, berasal dari EPA (0.1g), DHA (0.137g), dan ALA (0.096g), per 100 gram ikan lele liar. Ketika dimasak (panas kering), lele bertani memberikan 0,259 gram omega-3 asam lemak, berasal dari EPA (0.049g), DHA (0,128), dan ALA (0.082g), per 100 gram ikan lele bertani.

Penulis :
Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Pertama
Dinas Perikanan dan Pangan Kabupaten Banyuwangi