Jumat, 21 Desember 2018

Mengenal Ikan Gabus


Gabus adalah ikan air tawar yang telah lama dikenal sebagai ikan konsumsi. Ikan yang memiliki kepala mirip ular ini, sebelumnya dikenal sebagai hama dalam budi daya ikan dan udang di kolam dan tambak-tambak bersalinitas rendah, ka­rena gabus merupakan predator (pemangsa). Namun, saat ini gabus menjadi salah satu ikan budi daya.
 
Ikan Gabus

Klasifikasi, Morfologi, dan Jenisnya
Nama gabus dipakai untuk menyebut ikan dari famili Channidae. Suku ikan air tawar yang hidup di kawasan tropis Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur. Bagian badan dari ikan-ikan ini hampir bundar di bagian depan dan pipih tegak ke arah belakang. Kadang-kadang disebut sebagai ikan berkepala ular (snake head) karena kepalanya lebar dan bersisik besar, mulutnya bersudut tajam, sirip punggung dan sirip dubur panjang dan tingginya hampir sama.
Semua jenis anggotanya mampu menghirup udara dari atmosfer karena memi­liki organ napas tambahan pada bagian atas insangnya, yang disebut diverticula, yang merupakan tulang rawan terletak pada daerah pharink. Dengan organ ini, ikan-ikan dari suku ini mampu bergerak dalam jarak jauh pada musim kemarau untuk mencari sumber air yang lebih menetap.
Spesies Channa micropeltes yang dikenal sebagai toman merupakan jenis yang berukuran besar akan menyerang ара saja yang mendekati anak-anaknya. Ikan-ikan muda sering bersama-sama dan membentuk kelompok yang besar.
Jenis-jenis yang tergolong dalam famili ini antara lain Channa bankanensis, C. cyanospilos, C. gachua, C. lucius, C. marulioides, C. melanopterus, C. meiasoma, G micropeltes, С Pleurophthalmus, dan С striata. Dari jenis-jenis tersebut, yang dikenal sebagai ikan konsumsi penting adalah С striata atau biasa disebut gabus, C. pleurophthalmus dan C. micropeltes yang sering disebut ikan bogo dan toman.
Nama famili Channidae ini hendaknya dibedakan dari Chanidae, yaitu ikan ban­deng (Chanos chanos). Nama yang lebih tua, yaitu Ophiocephalidae dan Ophi-cephalidae (atau spesiesnya Ophiocephaius) sekarang tidak digunakan lagi. Hal ini tidak berarti bahwa nama terdahulu itu salah, tetapi dengan berjalannya waktu, terjadi beberapa penemuan iimiah baru dan perubahan dalam hubungan kekerabatannya lebih dipahami, yang kemudian para ahli memberikan nama baru sesuai dengan temuan-temuan tersebut. Secara taksonomi, gabus diklasi-fikasikan sebagai berikut:
Fillum                    : Chordata
Kelas                     : Osteichthyes
Sub Kelas              : Actinopterygii
Ordo                      : Perciformes
Famili                    : Channidae
Genus                    : Channa
Spesies                  : Channa striata (Gabus), C. micropeltes (Toman), C. Pleurophthal­mus (Bogo)

Ikan dalam genera Channa diperkirakan mempunyai 10 spesies. Namun hanya sedikit yang dikenal dan ditangkap. Gabus merupakan salah satu spesies Channa yang dikenal sebagai ikan konsumsi penting.
Bentuk tubuh Gabus (Channa striata/Ohiocephalus sriatus) hampir bulat panjang, makin ke belakang makin menjadi gepeng, punggungnya cembung, perutnya rata, sirip punggungnya lebih panjang daripada sirip dubur. Tubuhnya ditutupi oleh sisik berwarna hitam dengan sedikit belang pada bagian punggung, se­dangkan perutnya berwarna putih. Sirip punggungnya terdapat 38 - 43 jari-jari lunak, sirip duburnya disokong 23 - 27 jari-jari lunak, sirip dada membulat yang disokong 15 - 17 jari-jari lunak. Gurat sisik (linea lateralis) sempurna dengan 52 -57 sisik. Sisi badan mempunyai pita warna berbentuk '<* mengarah ke depan, bagian atas umumnya tidak jelas pada ikan dewasa, tidak ada gigi bentuk taring pada vomer dan palatine, 4-5 sisik antara gurat sisi dan pangkal jari-jari sirip punggung bagian depan.
Ada dua varietas gabus, yaitu yang cepat tumbuh dan lambat tumbuh. Gabus yang cepat tumbuh umumnya hidup di sekitar danau dan mempunyai warna sisik punggung abu-abu muda, bagian dada berwarna putih keperak-perakan, dan pada umur yang sama, panjang total dan lebar badannya lebih besar dari varietas yang lambat tumbuh (Choesaeri, 1981).
Gabus dapat mencapai ukuran panjang 100 cm. Hidup di sungai, muara sungai yang berair payau sampai 8 ppt, danau, dan rawa-rawa. Nama daerahnya sangat banyak seperti gabus, deleg, bodo, gapo, bace, haruan, sepunkat, dan sebagai­nya.

Habitat, Kebiasaan Hidup, dan Penyebaran
Ikan-ikan dari genera Channa hidup di sungai, danau, waduk, rawa-rawa, dan berbagai genangan air lainnya. Ikan gabus (Channa striata) juga hidup di muara sungai yang berair payau sampai salinitas 8 ppt (part per thousand).
Ikan-ikan dari suku ini, termasuk gabus, hidup berdiam di bagian perairan yang tenang, kadang-kadang bersembunyi di balik vegetasi atau pohon yang turn-bang. Pada perairan yang mulai mengering dan ikan tidak menemukan sumber air lain, ikan akan mengubur diri di dalam lumpur.
Sebagai ikan yang mampu mengambil oksigen langsung dari udara, gabus dapat hidup di perairan minim oksigen, bahkan pada perairan yang tercemar sekali­pun. Karena itu gabus dapat dipelihara di kolam air tergenang, seperti kolam tadah hujan (KTH) dan kolam terpal (KT). Namun, gabus hanya tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada perairan dengan kualitas air optimum. Tabel 13.1 menyajikan kriteria kualitas air untuk budi daya ikan gabus.
Ikan-ikan genera Channa tersebar di Malaysia, IndoChina, Philipina, Sundaland, India, Thailand, dan Indonesia. Di Indonesia, ikan-ikan ini ditemukan di Kaliman­tan, Sumatera, Bali, Sulawesi, Jawa, Madura, Flores, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua.

Makanan dan Kebiasaan Makan
Semua spesies bersifat predator (pemangsa) yang memakan cacing, katak, anak-anak ikan, udang, siput, ketam, dan sebagainya. Gabus juga dapat mema­kan hewan darat yang jatuh atau dibuang ke air. Penulis menyaksikan seekor gabus yang panjangnya mencapai 40 cm, ketika dibedah di dalam perutnya terdapat seekor tikus ukuran sedang. Di Makassar (Sulawesi Selatan), gabus se­ring dipancing dengan menggunakan umpan anak kodok.
Petani ikan dan nelayan di Kalimantan, khususnya daerah Kalimantan Timur ba­nyak memelihara ikan gabus dalam keramba/haba. Benih gabus yang dipelihara berasal dari hasil tangkapan di sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang. Ukuran ikan yang ditangkap masih sangat kecil, yaitu masih diasuh induknya. Benih tersebut dipelihara sampai mencapai bobot 10 g/ekor dengan pemberian pakan berupa gilingan daging ikan-ikan kecil. Setelah berukuran 10 g/ekor, ikan-ikan tersebut ditebar kembali dalam keramba hingga mencapai ukuran 700 -1.000 g/ekordengan masa pemeliharaan berkisar antara 10 -12 bulan.
Pemeliharaan gabus dengan menggunakan keramba yang diapungkan dengan balok kayu bulat, dengan menebar benih gabus ukuran 10 g/ekor dan kepadatan 1.000 ekor/keramba dan diberi pakan ikan-ikan kecil yang berasal dari hasil tangkapan nelayan. Setelah pemeliharaan 8 bulan, ikan dapat mencapai ukuran rata-rata 1 kg/ekor (Sadili dan Koeshendrajana, 1989).
Makanan untuk ikan gabus yang dipelihara berupa ikan-ikan kecil. Jenis ikan yang tertangkap untuk makanan ikan gabus terdiri dari 15 jenis (Zehrfeld et ah, 4985), enam jenis di antaranya termasuk jenis ikan bernilai ekonomis, yaitu benih jelawat (Leptobarbus hoeveni), kendia (Thynich-thys voilanti), repang (Puntius nini), puyau (Osteoch/lus hasseiti), sepat (Trichogaster spp), dan biawan (Helos-toma temmincki). Pemeliharaan gabus dengan pakan ikan-ikan kecil ini diduga akan mengakibatkan terjadinya penurunan ketersediaan jenis ikan yang bernilai ekonomis (Suryanti et а/.,1997).
Gabus budi daya diberi pakan berupa ikan-ikan kecil atau potongan daging ikan sebanyak 5 - 10% bobot total ikan dengan frekuensi pemberian 2-3 kali sehari. Percobaan pembesaran toman di dalam sangkar dengan menebar benih ukuran rata-rata 5,8 g/ekor dan diberi pakan berupa ikan rucah. Setelah 14 bulan tum­buh menjadi rata-rata 1.035 g/ekor (Ondara, 1978). Secara teknis di tingkat nela­yan, pembesaran toman telah berkembang, namun secara ekonomi usaha ini belum menguntungkan karena harga pakan masih relatif tinggi (Nasution dan Said, 1990). Hal ini karena pembesaran toman dan gabus, masih mengandalkan pakan berupa ikan-ikan rucah. Oleh karenanya masih perlu diteliti tentang peng­gunaan pakan yang lebih murah, termasuk pakan buatan, sehingga budi daya gabus dan toman menguntungkan.
Karena itu, untuk memberi alternatif pakan gabus dan toman selain ikan rucah, seiring dengan makin sulitnya memperoleh ikan-ikan kecil untuk pakan ikan gabus, telah dilakukan percobaan pemberian pakan buatan. Penelitian yang di­lakukan oleh Suryanti et ah (1997), dengan mengujikan pakan buatan yang me­ngandung protein 30%, 35%, dan 40% dengan pemberian pakan 3% dan 5% bobot biomassa, diketahui bahwa di antara ketiga kadar protein, kadar 35% merupakan protein yang menghasilkan pertumbuhan bobot tertinggi dan jumlah ransum 5%. Sedangkan nilai konversi pakan yang terbaik adalah pada tingkat pakan 35%, baik pada ransum harian 3% (2,62) maupun 5% (4,58).
Nilai konversi pakan pada kadar protein 35% lebih baik dibandingkan pada kadar protein 30% dan 40%. Tingginya nilai konversi pakan pada ikan yang diberi pakan dengan kadar protein rendah (30%) dan kadar protein yang lebih tinggi (40%) menunjukkan penggunaan pakan yang kurang efisien. Dibanding dengan kon­ versi pakan yang diberi ikan rucah, nilai konversi pada kadar protein 35% relatif lebih baik. Hal ini berarti tingkat konsumsi ikan tersebut cukup baik sehingga dalam penggunaan pakannya lebih efisien. Tingkat sintasan ikan yang diberi pa­kan ikan rucah relatif lebih rendah dibanding ikan gabus yang diberi pelet. Hal ini diduga dosis pakan ikan rucah (9%) yang diberikan kurang mencukupi kebutuh­an ikan tersebut (Suryanti et al.,1997). Menurut Adnyana (1979) pemberian dosis pakan (rucah) yang paling efektif dalam pertumbuhan ikan gabus adalah 10% dari bobot tubuhnya karena pemberian pakan di bawah 10% tidak akan mem-berikan pertumbuhan bobot dan panjang yang berarti. Sedangkan pemberian pakan di atas 10% akan menyebabkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pakan yang tidak termakan yang mengakibatkan terjadinya pembusukan.
Dibandingkan dengan pertambahan bobot gabus yang diberi ikan rucah (52,69 g), pertambahan bobot ikan yang diberi pelet masih rendah. Secara visual ikan yang diberi pelet ini masih mempunyai kekurangan, yaitu mempunyai kandung­an lemak tinggi, terutama di bagian perut, sehingga tekstur dagingnya tidak se­perti gabus yang diberi pakan ikan rucah, yaitu kenyal. Karena itu, perlu dilaku­kan penelitian lebih lanjut dan kemungkinan dengan perbaikan mutu pakan atau aspek lain (Suryanti et al.,1997).

Reproduksi
Di perairan umum gabus memijah pada musim hujan dengan membuat sarang busa di antara vegetasi di tepi-tepi perairan rawa-rawa atau pada bagian sungai yang berarus lambat. Telur-telur yang dibuahi ditaruh di dalam sarang dan akan menetas 2 hari atau 32 - 36 jam setelah pembuahan. Spesies Channa gachua yang hidup di sungai-sungai dan di pegunungan menyimpan telur di dalam mu­lutnya.
Anak-anak gabus bergerombol dan selalu dijaga oleh induknya. Benih ini me-nempati bagian perairan yang agak dalam. Ketika menjaga anak-anaknya, induk gabus sangat galak dan menyerang ара saja di dekatnya.
Gabus mulai matang kelamin pada usia > 8 bulan dan ukuran > 700 g/ekor. Jantan dan betina ikan gabus bisa dibedakan dengan mudah. Caranya dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Jantan ditandai dengan kepala lonjong, warna tubuh lebih gelap, lubang kelamin memerah dan apabila diurut keluar cairan putih bening. Betina ditandai dengan kepala membulat, warna tubuh lebih terang, perut membesar dan lembek, bila diurut keluar telur. Telur ikan gabus bersifat terapung. Seekor induk betina ukuran 1 kg dapat menghasilkan 10.000 -11.000 butir telur.


Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi




Senin, 03 Desember 2018

Penanggulangan Hama dalam Budidaya


Hama adalah organisme yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan budi daya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hama dapat berupa preda­tor (pemangsa), kompetitor (penyaing), dan perusak sarana budi daya. Untuk menanggulangi serangan hama lebih ditekankan pada sistem pengendalian hama terpadu, yaitu pemberantasan hama yang berhasil tetapi tidak mengaki­batkan kerusakan ekosistem. Dengan kata lain, apabila masih ada cara yang dapat dilakukan dan ternyata memberikan hasil baik, tidak perlu menggunakan obat-obatan, apalagi obat-obatan buatan pabrik (pestisida anorganik). Pembe­rian obat-obatan sering menimbulkan masalah baru yang merugikan, misalnya lahir-nya generasi penyakit yang tahan terhadap obat-obatan yang diberikan.

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI
Tindakan pencegahan dengan mempersiapkan wadah budi daya yang optimal berupa pengeringan dan pengapuran kolam/tambak yang cukup, pintu air di­lengkapi filter, jaring keramba tidak bocor, akan memberikan andil yang sangat besar dalam usaha penanggulangan hama. Apabila upaya penanggulangan ha­ma seperti itu tidak memberikan hasil yang baik, terutama pada kolam/tambak yang sulit dikeringkan, maka dapat dilakukan upaya penanggulangan dengan menggunakan pestisida alami (pestisida organik). Beberapa pestisida organik yang efektif digunakan untuk penanggulangan hama dikemukakan berikut.

1. Akar Tuba
Tumbuhan tuba (Derric eleptica) atau huit banyak ditanam oleh petani di ping-giran kebun atau tumbuh bebas di hutan. Tumbuhan ini mengandung racun rotenon yang dapat dimanfaatkan untuk memberantas hama dan penyakit di kolam/tambak. Pada dosis tertentu, rotenon ini mempunyai efek racun sangat keras terhadap ikan dan cukup keras terhadap beberapa jenis hewan lainnya. Keuntungan penggunaan rotenon sebagai bahan pembasmi hama di kolam/ tambak adalah daya racunnya yang efektif dan waktu yang diperlukan untuk menghilangkan daya racunnya (proses detoksikasinya) sangat pendek, yaitu sekitar 4 hari setelah ditebarkan.
Penggunaan rotenon sangat baik untuk memberantas hama ikan yang ada di dalam kolam/tambak, baik bersifat predator maupun kompetitor. Akar tuba dari tumbuhan yang sudah berumur 2 tahun mengandung rotenon antara 1 - 17%, tetapi akar tuba yang disimpan terlalu lama kemampuan racunnya ber-kurang. Apabila hendak disimpan dalam waktu yang cukup lama harus dibuat menjadi tepung yang disebut derris.
Cara membuatnya, akar tuba dihancurkan hingga halus, diberi air secukupnya, lalu diperas dan disaring. Airnya ditampung di dalam wadah yang tidak berkarat. Larutan dibiarkan beberapa saat agar mengendap. Air tuba yang bening lang­sung digunakan untuk memberantas hama di kolam/tambak. Sedangkan tepung endapan dihamparkan pada tampah dan diangin-anginkan hingga kering. Te­pung derris yang telah kering dimasukkan ke dalam botol dan disimpan di tempat yang aman.
Apabila hendak digunakan, tepung derris dilarutkan dalam air, kemudian di-ciprat-cipratkan di dalam kolam/tambak sampai merata. Tepung derris mengan­dung 5-8% rotenon. Dosis yang dianjurkan ialah antara 1 - 4 ppm (0,8 - 3,2 kg/ha) pada kedalaman air 5 - 8 cm.
Apabila hendak langsung digunakan untuk pemberantasan hama, akar tuba diiris kecil-kecil dan direndam dalam air selama 24 jam. Pada hari  berikutnya akar tuba ditumbuk hingga halus dan ditambah air secukupnya sambil diremas-remas hingga membentuk larutan yang cukup encer dengan warna putih kecokelat-cokelatan. Larutan dipercik-percikkan ke dalam kolam/tambak yang airnya se-tinggi 5 - 10 cm hingga merata. Waktu pemberantasan dilakukan pada pagi hari ketika cuaca cerah dan tidak akan turun hujan. Dosis yang dianjurkan adalah 4 - ю kg/ha. Setelah itu, kolam/tambak dibiarkan 2-4 hari baru dilakukan penge­ringan dan pencucian.

2. Tembakau
Tanaman tembakau (Nicotiana tobacum) menghasilkan daun yang bisa diolah menjadi tembakau sebagai bahan baku cerutu dan rokok. Yang berkualitas ren­dah atau sortiran pabrik masih dapat dimanfaatkan sebagai pestisida organik yang mempunyai daya bunuh yang ampuh terhadap hama seperti, ikan liar, ikan buas, ketam, siput, belut dan cacing. Hal ini karena tembakau mengandung racun nikotin sebanyak 0,1 - 0,5%. Oleh karena itu, dosis yang dianjurkan adalah 200 - 400 kg/ha untuk serbuk tembakau kualitas rendah. Sedangkan untuk tembakau berkualitas tinggi (tembakau komersial) dipergunakan dosis 12 - 15 kg/ha.
Cara membuat pestisida tersebut sangat sederhana, yaitu tembakau dirajang lagi hingga menjadi serbuk. Serbuk tembakau disebar merata di dalam kolam/ tambak yang airnya setinggi 5-10 cm. Kolam/tambak dibiarkan 3-7 hari agar racun nikotin yang ada dalam serbuk tembakau dapat larut merata dan meresap ke seluruh bagian kolam/tambak sehingga hama terbunuh seluruhnya. Setelah itu, kolam/tambak dikeringkan dan dicuci bersih.
Tembakau Sebagai Pestisida Alami


3. Biji Teh
Tanaman teh (Camellia sinensis) bila dipelihara terus akan berbuah yang me­ngandung biji. Biji teh mengandung saponin yang mempunyai daya bunuh cu­kup baik terhadap hama di kolam/ tambak seperti ikan liar, ikan buas, cacing, kepiting, dan siput. Biji teh belum banyak diproduksi di Indonesia sehingga di­datangkan dari negara lain. Tepung biji teh atau teh komersial mengandung racun saponin antara 10 - 13%. Penggunaan biji teh sebagai racun untuk membe­rantas hama terdiri dari dua bentuk, yaitu bentuk bungkil biji dan tepung biji teh.
Cara pemakaian biji teh atau teh komersial untuk memberantas hama sangat sederhana. Pertama-tama biji teh dikeringkan dahulu kemudian ditumbuk sam­pai halus. Selanjutnya, biji teh direndam dalam air selama 24 jam, agar sebagian besar saponinnya larut. Air rendaman saponin ini kemudian dipercikkan secara merata ke seluruh permukaan kolam/tambak. Biji teh yang dibeli dalam bentuk bungkus maupun tepung dapat langsung ditebarkan ke seluruh permukan kolam/tambak, sebab sisa bungkil atau tepung biji teh akan berfungsi sebagai pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan kolam/tambak.
Tinggi permukaan air kolam/tambak yang hendak diberi perlakuan dengan biji saponin hendaknya diusahakan antara 8-30 cm. Jika menggunakan bungkil biji teh, tinggi permukaan air adalah 10 cm, sedangkan jika menggunakan tepung biji teh tinggi permukaan air ditingkatkan hingga 30 cm. Dosis yang dianjurkan adalah 150 - 200 kg/ha untuk tepung biji teh, sedangkan untuk bungkil biji teh dan teh komersial cukup 15 - 20 kg/ha. Setelah 4-5 hari kolam/tambak dikering­kan dan dicuci bersih dengan cara memasukkan air baru yang bersih dan segar.

4. Ketepeng
Tumbuhan ketepeng (Cassia alata) tumbuh liar di pekarangan rumah atau lahan yang tidak terurus. Tumbuhan ini mengandung asam aloeemodin, asam kroso-fant, resin, krisofanol, dan seng. Daun tumbuhan ini dapat digunakan untuk memberantas hama di kolam.
Caranya, daun tanaman diremas-remas dalam ember, lalu disaring. Hasil saring­an dimasukkan ke dalam kolam pada kedalaman air kolam sekitar 15 cm. Untuk luas kolam 100 m2 dibutuhkan daun ketepeng sebanyak 4 kg. Dua hari kemudian kolam dibersihkan dengan cara mengganti air kolam sebanyak 2-3 kali.

5. Gamal
Tanaman gamal atau liridiyah (Ciyriceridia sephium) tumbuh liar di pekarangan rumah atau di lahan-lahan yang tidak terurus. Daun tanaman ini dapat diguna­kan untuk pemberantasan hama di kolam. Daun gamal mengandung saponin, flavanoid, dan polifenol.
Caranya, ambil daun gamal sebanyak 6 kg untuk kolam seluas 100 m2. Daun tersebut diremas-remas di ember, lalu disaring. Hasil saringan dimasukkan ke dalam kolam pada kedalaman air sekitar 15 cm. Dua hari kemudian kolam diber­sihkan dengan mengganti air baru sebanyak 2-3 kali.

6. Nanas
Tanaman nanas (Ananas comosus) adalah tanaman umum yang dapat tumbuh di berbagai tempat, dari dataran rendah hingga tinggi. Nanas ditanam di kebun, pekarangan rumah hingga di dalam pot sebagai bunga yang ditempatkan di dalam rumah.
Pada daun, buah, dan akar nanas mengandung saponin, flavanoid, dan polife-nol. Buah nanas dapat digunakan untuk pemberantasan hama di kolam/tambak, terutama kepiting. Caranya, buah nanas dicacah sampai lembut, lalu cacahan ini diaduk-adukkan ke tanah dengan radius 0,5 m di sekitar lubang kepiting, sehing­ga kepiting yang bersembunyi di dalamnya akan mati. Nanas yang ditanam di tanggul/pematang kolam dapat mencegah kepiting datang.

7. Tefrosia
Tanaman tefrosia (Tephrosia vogelii) tumbuh pada ketinggian 300 - 1.200 m dpi. Tefrosia mengandung tephorosin dan deguelin yang merupakan senyawa iso­mer dan rotenon. Daun tefrosia mengandung 5% rotenon.
Untuk memberantas hama di kolam, terutama keong mas, dapat digunakan daun tanaman ini. Caranya, daun tefrosia dihaluskan, lalu dicampur dengan air dan ditambahkan sedikit detergen. Pada konsentrasi 1%, ramuan ini dapat me-matikan keong mas.

8. Sembung
Tanaman sembung (Blumea balsamifera) dikenal masyarakat sebagai tanaman obat sehingga banyak ditanam di kebun dan pekarangan rumah. Daun sembung mengandung boneol, sineol, limonen, dan dimetil eterfloroasetofenon.
Daun sembung digunakan untuk memberantas hama di kolam, terutama keong. Daun sembung dihaluskan, lalu dicampur dengan air. Pada konsentrasi 1% larutan daun sembung dalam air ditambah 0,1% detergen cair mengakibatkan kematian populasi keong sampai 50%.
                 

Firman Pra Setia Nugraha, S.St.Pi
Penyuluh Perikanan Kabupaten Banyuwangi